in

Makar Bendera

Demo mahasiswa Papua di Malang (Foto: Eko Widianto)

Carles Kossay, Dano Tabuni dan empat rekannya sudah beberapa hari ditahan di Markas Korps Brimob Depok. Mereka jadi tersangka makar karena mengibarkan bendera Bintang Kejora saat aksi menentang rasialisme , akhir Agustus lalu.

Pengenaan pasal makar terhadap pengibar bendera Bintang Kejora itu menimbulkan tanda tanya. Makar dalam sejarah panjang bahasa hukum di negeri ini berarti serangan, angkat senjata. Pasal ini mestinya ditempelkan pada tindak pidana seperti upaya nyata penggulingan kekuasaan yang sah, atau pidana penyerangan terhadap presiden.

Para pegiat reformasi hukum pidana menilai pasal makar tidak bisa diterapkan pada tindakan-tindakan yang sah apalagi dijamin undang-undang. Misalnya aksi-aksi damai, sekalipun itu mengusung tuntutan merdeka, atau mengibarkan bendera lain. Seperti yang digelar Kossay, Tabuni dan kawan-kawan.

Penerapan pasal makar untuk pengibar bendera Bintang Kejora juga dipertanyakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia . Kesalahan menafsirkan pasal makar apalagi secara berlebihan bisa mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat, serta mencederai demokrasi.

Karena itu, pengenaan pasal makar kepada para pengibar bendera Bintang Kejora merupakan tindakan berlebihan. Patut dicurigai pengenaan pasal itu untuk membungkam hak berekspresi warga Papua , termasuk yang menggelar aksi menuntut referendum kemerdekaan Papua. Tindakan polisi ini juga tidak sejalan dengan upaya-upaya dialog yang diinginkan Presiden Joko Widodo  maupun pendekatan persuasif yang kerap digembar-gemborkan pemerintah.

Kepada DPR, revisi KUHP juga harus segera dimanfaatkan untuk menghilangkan potensi multitafsir pada sejumlah pasal makar. Agar pasal ini tidak dijadikan pasal karet guna membungkam warga Papua atau warga lain yang secara sah menggunakan hak berekspresinya untuk menyampaikan tuntutan ke pemerintah. 

What do you think?

Written by Julliana Elora

Kas Hartadi : SFC Banyak Peluang, Tapi Belum Beruntung

Sepuluh Nama