Jakarta – Masih ada sejumlah partai politik peserta Pemilu 2019 yang tidak patuh dalam Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Itu terlihat dalam audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP).
Anggota Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy’ari mengatakan, temuan tersebut karena adanya Laporan Asuransi Independen Peserta Pemilu Tahun 2019 Tingkat Pusat (update 1 JUNI 2019 jam 01.44 WIB). Di mana tujuh parpol peserta Pemilu untuk kategori DPR RI, dari 16 parpol peserta Pemilu 2019 tidak tertib menyampaikan LPPDK.
Ketujuh parpol yang tidak patuh melaporkan LPDK ungkap Hasyim, yakni PKB, Gerindra, PDI Perjuangan, Berkarya, PPP, PAN, Hanura, Demokrat, PBB dan PKPI. Hal itu ungkap Hasyim, berbanding terbalik dengan laporan LPPDK kedua paslon capres/cawapres, yang sangat patuh dan tertib administrasi pelaporan LPPDK.
Hasyim menjelaskan, banyak dana kampanye yang berasal dari pribadi caleg ditemukan oleh KAP tidak dimasukkan ke dalam RKDK. Hal itu mengacu dalam peraturan KPU, di mana semua sumbangan harus terlebih dahulu masuk ke RKDK.
“Terhadap caleg yang tidak patuh menyerahkan LPPDK, terdapat sanksi pembatalan,” ujar Hasyim Asy’ari di Jakarta, kemarin.
Hasyim mengungkapkan, audit kepatuhan itu standarnya adalah patuh terhadap ketentuan perundang-undangan. Di mana laporan harus sesuai batas waktu, sumber dana kampanye dari sumber yang sah menurut perundang-undangan atau tidak bersumber dari yang dilarang dan sumbangan dana kampanye besaran sesuai batas yang ditentukan.
“Faktanya ditemukan oleh KAP bahwa pembukuan LADK parpol dimulai diantaranya di tanggal 20 sept bersamaan dengan pembukaan RKDK. Simpulan KAP tidak sesuai peraturan untuk periodesasi,” katanya.
Sebelumnya, Bawaslu merilis 16 partai politik peserta Pemilu 2019 yang belum tertib dalam LPPDK. Dan PSI menjadi partai yang paling tidak tertib administrasi. Dalam catatan Bawaslu, PSI menjadi partai teratas yang tidak tertib administrasi. Sebanyak 70 penyumbang perorangan dan dua kelompok yang tidak melengkapi nomor telepon dan NPWP.
“Kami (Bawaslu) melihat beberapa ketidaklengkapan karena salah satu yang dimintakan terkait dengan sumbangan dana laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye harus jelas antara identitas penyumbang menyangkut alamat, nomor telepon, nomor identitas, dan nomor pokok wajib pajak,” ujar Anggota Bawaslu Fritz Erward Siregar. rag/AR-3