Warga Nagari Kotoalam, Kecamatan Pangkalan Koto Baru mengeluhkan kerusakan irigasi Kotoranah di Jorong Kotoronah. Kerusakan irigasi yang dibutuhkan untuk pengairan sawah seluas 40 hektare itu disebabkan usia irigasi bersangkutan sudah tua dan hantaman air besar, beberapa waktu lalu.
Agar air tetap bisa mengalir dari Sungai Batu Kuciang sampai lahan persawahan, warga mencoba memperbaiki dengan cara seadanya menggunakan tanggul karung berisi tanah di sepanjang aliran yang roboh.
“Kami terpaksa melakukan pembenahan seadanya, karena berpengaruh terhadap pengolahan kami. Kondisi ini juga sudah kami sampaikan kepada wali nagari,” sebut Isap, 55, salah seorang petani di Jorong Kotoronah, Selasa(7/2).
Hal sama juga diungkapkan, Sayriadi, 40. Petani yang juga memiliki sawah dengan mengandalkan sumber air Sungai Batu Kuciang itu berharap, perhatian pemerintah Limapuluh Kota segera memperbaiki saluran irigasi. “Kami sangat berharap. Sebab dengan kondisi seperti ini, jelas menyulitkan kami petani,” ujarnya.
Kerusakan irigasi yang dikeluhkan warga itu, tidak ditampik Wali Nagari Kotoalam, Abdul malik. Menurut mantan anggota DPRD Limapuluh Kota periode 2009-2014 ini, hal ini secepatnya akan dilaporkan ke Pemkab Limapuluh Kota.
“Memang benar, kerusakan irigasi menyulitkan warga mengairi sawah mereka. Para petani juga sudah datang ke kantor wali nagari untuk melaporkannya. Mudah-mudahan Pemkab Limapuluh Kota segera menanggapinya sesuai program pertanian yang diprioritaskan Presiden,” harap Abdul Malik.
Nagari yang terdiri dari Jorong Kotoronah, Jorong Kototangah, Simpang Tiga dan Jorong Polongduo ini mayoritas penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Memiliki lahan pertanian sawah sekitar 350 hektare, irigasi menjadi kebutuhan vital bagi nagari di lintas Sumbar-Riau ini.
Selain memiliki sawah, penduduk nagari ini juga mengolah kebun dan ladang. Jumlah lahan kering dan lahan basah hampir berimbang di nagari ini. Sebab setiap petani yang mengolah sawah juga memiliki kebun gambir, karet dan kakao.
”Tidak hanya irigasi Kotoronah yang dibutuhkan petani di Kotoalam, sedikitnya masih ada sekitar 10 titik irigasi belum tersentuh pembangunan. Saat ini masih berupa irigasi tradisional,” ucap Abdul Malik.
Seperti halnya irigasi Lubuakogeh sepanjang 700 meter belum tersentuh pembangunan. Kemudian, irigasi Lampatan merupakan sumber aliran air.
”Sebenarnya, sekarang ada anggaran Rp 100 juta dari APBD. Namun, dirasa masih kurang. Sebab, kebutuhan sekitar Rp 1 miliar untuk irigasi Lampatan sepanjang 1 kilometer ini,” tambahnya.
Tidak hanya irigasi, Nagari Kotoalam juga membutuhkan sebuah jembatan yang menghubungkan Kotoalam dan Nagari Pangkalan.
“Itu adalah jembatan Kotolamo yang DED-nya (detail engineering design) dulu dianggarkan Pemkab Limapuluh Kota sekitar Rp 50 juta. Sementara kebutuhan pembangunannya mungkin sekitar Rp 2 miliar. Ini merupakan akses jalan alternatif ke Pangakalan, Pangkalan-Kotoalam-Uluaie via Manggilang,” terangnya lagi.
Jika jembatan Kotoronah berhasil dibangun, diyakini bisa memperpendek jarak hingga 16 kilometer dari Uluaie menuju Pangkalan Koto Baru. (*)
LOGIN untuk mengomentari.