Oleh Usep Setiawan[1]
Dulu, transmigrasi dikenal sebagai program marjinal alias pinggiran. Fokus perhatian dari pelaksanaan transmigrasi terutama di arahkan semata-mata guna memindahkan penduduk yang kurang beruntung di daerah padat penduduk ke daerah yang penduduknya masih jarang. Sejumlah pengamat menyebut, dulu transmigrasi sebagai program memindahkan kemiskinan dari Jawa ke luar Jawa. Kini, program yang semula berlatar belakang problem kependudukan itu secara konsepsi maupun praktik mengalami perkembangan.
Kini transmigrasi dituntut untuk bertransformasi. Presiden Jokowi, tahun 2014 telah menempatkan urusan transmigrasi sebagai bagian dari urusan di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Hal ini bermakna, hampir semua wilayah transmigrasi itu ialah desa dan kawasan perdesaan. Umumnya, baik di tempat asal maupun di tujuan transmigrasi yang namanya peserta transmigrasi atau transmigran itu selalu warga miskin yang serba kekurangan, baik akses dan kontrolnya terhadap berbagai sumber daya. Dengan demikian, transmigrasi boleh dimaknai sebagai upaya serius untuk membebaskan warga miskin untuk menggapai sejahtera sekaligus memajukan wilayah transmigrasi.
Pemerintah saat ini mementingkan pembangunan ekonomi di kawasan transmigrasi sebagai prioritas yang dapat memeratakan pembangunan. Kementerian Desa PDTT sudah punya rencana strategis. Sebanyak 63 kawasan transmigrasi menjadi target revitalisasi tahun 2020-2024. Revitalisasi ini bertujuan menciptakan titik-titik pertumbuhan baru, pembangunan infrastruktur dan penyediaan sarana pasca panen. Merujuk Perpres 50/2018, revitalisasi kawasan transmigrasi harus melibatkan lintas kementerian/lembaga terkait secara sinergis.
Arah kebijakan
Pemerintahan yang dipimpin Presiden Jokowi telah memilih jalan pembangunan ekonomi berkeadilan yang merata sampai ke pelosok desa. Arah ini dijalankan, diantaranya melalui penataan ulang kepemilikan dan penguasaan tanah adalah fondasi pembangunan ekonomi yang berkeadilan dan menyejahterakan rakyat. Melalui reforma agraria, penataan ulang kepemilikan dan penguasaaan tanah dilakukan guna mengurangi ketimpangan dan konflik agraria. Presiden sudah menerbitkan Perpres 86/2018 tentang Reforma Agraria. Salah satu bagian penting dari Perpres ini ialah tentang mekanisme dan prosedur yang memungkinan sertipikasi tanah transmigrasi bisa menjadi lebih cepat dan mudah (Pasal 13).
Sektor transmigrasi menjadi penting dalam pelaksanaan reforma agraria. Transmigrasi memiliki nilai strategis dalam konteks ketersediaan tenaga kerja manusia yang produktif, dan tanah atau lahan untuk dikembangkan oleh transmigran. Tranformasi paradigma dan strategi transmigrasi harus mampu menggeser makna memindahkan kemiskinan atau mengasingkan rakyat miskin dari pembangunan menjadi cara baru membangun produktivitas bersama rakyat dan pemerataan kesempatan berkembangnya ekonomi. Dengan begitu, transmigrasi menjadi kegiatan penting bagi pembangunan manusia Indonesia secara keseluruhan.
Secara teknis, kawasan transmigrasi baiknya dijadikan kawasan produktif dengan komoditas tanaman pangan unggulan. Supaya efektif, penanaman dan pengembangan tanaman utama ini idealnya dilakukan secara bersama melalui koperasi petani atau badan usaha milik desa. Hasilnya pun dikumpulkan dan diolah lalu dipasarkan oleh koperasi transmigran sebagai petani atau produsen bahan pangan. Hasil dari proses distribusinya pun dapat dinikmati dan digunakan untuk proses produksi berikutnya oleh petani anggota koperasi tersebut.
Paradigma transmigrasi yang transformatif harus memberikan ruang dan peluang bagi transmigran agar lebih produktif dan sejahtera secara bersama. Transmigrasi harus menjadi media pengembangan diri dan komunitas masyarakat untuk maju dan berkembang bersama. Pelaksanaan transmigrasi tematik penting dikembangkan. Untuk itu, kesiapan masyarakat harus dikondisikan oleh kementerian dan lembaga terkait. Persiapan dilakukan melalui proses rekruitmen, pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan hendaknya menyertakan materi yang dapat melahirkan kemampuan produktif juga menggugah kesadaran sosial-budaya transmigran untuk dapat berinteraksi dengan kondisi sosial-budaya di wilayah yang dituju.
Selain persiapan teknis sosial-ekonomi, diperlukan persiapan sosial-budaya bagi calon transmigran dan bagi masyarakat yang akan berdekatan dengan kawasan transmigrasi ini. Persiapan sosial-budaya dengan pendekatan antropologis ini untuk menyediakan pemahaman sosial-budaya para transmigran terhadap budaya warga sekitar agar timbul kelenturan budaya.
Memajukan transmigrasi
Kolaborasi kementerian dan lembaga dengan pemerintah daerah serta dukungan dari kekuatan produktif masyarakat harus berujung pada peningkatan produktivitas dan pemerataan yang berkeadilan. Kolaborasi ini hendaknya diwadahi secara lebih kuat dalam koordinasi dan integrasi penyelenggaraan transmigrasi seperti diatur dalam Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi No. 50 Tahun 2018, di bawah payung UU No. 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian. Hasil kerja bersama dalam pemajuan kawasan transmigrasi ini akan mendukung upaya pengurangan disparitas antar wilayah sehingga dapat dikurangi signifikan.
Adapun penyelesaian tunggakan masalah tanah yang belum dimiliki transmigran, atau tanah transmigran yang belum dilegalisasi haknya dipercepat melalui program reforma agraria. Presiden Jokowi mengarahkan (29/5/2020) agar penyelesaian masalah sertifikat transmigrasi sebagai bagian dari reforma agraria tetap dijalankan sekalipun di masa pandemi COVID-19, dengan menggunakan protokol kesehatan secara ketat.
Adapun terkait konsep kawasan transpolitan (kota transmigasi) yang didorong Kementerian Desa PDTT, penting untuk ditumbuhkan dari potensi lokal dan kebutuhan masyarakatnya. Hemat penulis, pengembangan transpolitan jangan jadi mercusuar yang dirancang dari atas tanpa memperhatikan dukungan sosial di bawah. Desain umum transpolitan boleh dirancang kementerian dan lembaga terkait, tetapi detailnya ia mesti lahir dan tumbuh atas dasar perpaduan harmonis dengan unsur-unsur budaya dan alam setempat. Dengan begitu, transformasi dari transmigrasi akan membawa pemikiran baru dalan pembanguan nasional, khususnya dalam konteks pembangunan manusia Indonesia. Selain itu, transmigrasi akan berkontribusi pada pengembangan wilayah yang lebih adil. Isu disparitas antar-wilayah yang memicu kesenjangan sosial dan ketidakadilan dapat dikikis mulai dari sumbernya.
Dengan demikian, transformasi dari transmigrasi menjadi cermin membaiknya strategi pembangunan di Indonesia. Kementerian Desa, Pembanguan Daerah Tertinggal mesti lebih fokus memajukan wilayah transmigrasi didukung kementerian dan lembaga terkait lainnya. Peran kepemimpinan gubernur dan pemerintah provinsi dalam mengoordinasikan bupati dan pemerintah kabupaten dalam memajukan transmigrasi akan menentukan wajah transmigrasi ke depan. Demikian halnya dengan keterlibatan aktif dari para transmigran dan masyarakat desa dalam pembangunan transmigrasi jelas tak boleh diabaikan. Misalnya, pelibatan Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI) dan organisasi masyarakat sipil lainnya dalam proses perumusan kebijakan dan pelaksanaannya di lapangan perlu ditingkatkan.
Kemajuan kawasan transmigrasi dan kian sejahteranya transmigran menjadi tolok ukur penting keberhasilan pembangunan yang dicita-citakan. Memajukan transmigrasi juga berarti menolong warga miskin untuk dapat meraih kemajuan dan berkembang bersama. Majunya transmigrasi adalah batu-bata penting dari kemajuan Indonesia. ***
[1] Usep Setiawan adalah Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden. HP: 0813-1792-6383. Email: usepsetia@yahoo.com