Kamis kemarin ada dua nama yang paling banyak disebut dan dikenang oleh masyarakat Indonesia. Pertama, Munir Said Thalib, aktivis pegiat hak asasi manusia serta KH Abdurrahman Wahid, presiden ke-4 Indonesia.
Munir Said Thalib tewas dibunuh pada 7 September 2004, tepat 13 tahun lalu. Pada masa hidupnya, ia merupakan seorang pegiat dan pejuang hak-hak sipil dan hak-hak asasi manusia, aktivis paling berpengaruh di Indonesia. Munir tak hanya sosok pemberani menentang berbagai praktik kekerasan dan penindasan. Ia juga turun membela hak-hak korban ketidakadilan. Mulai dari kasus kekerasan di Timor Leste, kekerasan Daerah Operasi Militer di Aceh, hingga turut menggagas rekonsiliasi konflik Maluku.
Catatan hidupnya menunjukkan Munir merupakan sosok tak pernah lelah menyuarakan kebenaran. Sampai langkahnya terhenti racun arsenik oleh pelaku yang diyakini sebagai agen Badan Intelijen Negara (BIN). Negara berutang banyak pada Munir, termasuk mengungkap otak di balik pembunuhan itu.
Ketika publik di Indonesia mengenang kepergian Munir, di tanggal yang sama, masyarakat Indonesia juga mengenang kelahiran sosok yang tak kalah besar, yaitu kelahiran Abdurrahman Wahid.
Seperti halnya Munir, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga merupakan tokoh lintas batas. Sepanjang hidupnya, Gus Dur membela kelompok tertindas, kaum minoritas. Bahkan ketika menjadi Presiden ia membuat banyak terobosan dengan menghilangkan politik primordial, elitis dan militeristik.
Cak Munir dan Gus Dur adalah sosok-sosok teladan bagaimana seharusnya memanusiakan manusia. Bagaimana menghilangkan diskriminasi atas perbedaan agama, etnis, hingga kesukuan. Bagi Cak Munir dan Gus Dur, beragama tidak perlu ditunjukkan dengan klaim kata-kata, tapi dengan perbuatan dan tindakan.