Industri Ritel masih Tumbuh Double-Digit
Dengan perekonomian yang masih disetir konsumsi, industri ritel menjadi barometer utama. Industri ritel tahun depan diproyeksi masih bisa tumbuh lebih dari 10 persen. Dibutuhkan perbaikan daya beli untuk menggapainya.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan penjualan di industri ritel nasional tahun ini meningkat sekitar 10 persen. Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey menyebutkan bahwa total nilai penjualan ritel pada 2015 mencapai Rp 181 triliun dan tahun ini diprediksi Rp 200 triliun.
“Tahun ini kami optimistis bisa menutup di double-digit, yaitu 10 persen untuk peningkatan penjualan toko ritel. Tahun lalu, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 4,7 persen, kami menutup di angka 8 persen. Kami harapkan bisa menutup di angka 10 persen pada 2016 ini,” ujar Roy.
Roy menjelaskan, pertumbuhan digit ganda tersebut terdorong oleh perbaikan kondisi makroekonomi. Daya beli masyarakat mulai membaik karena inflasi dapat ditekan di level rendah, yakni kurang dari 4 persen. Kemudian, harga energi seperti listrik, gas, dan bahan bakar minyak (BBM) juga lebih stabil.
“Lalu, suku bunga Bank Indonesia yang telah turun tiga kali masing-masing 0,25 persen dan ini membantu masyarakat untuk meminjam dana,” katanya.
Untuk 2017, pihaknya optimistis pertumbuhan penjualan di industri ritel melebihi tahun ini seiring dengan prediksi pertum buhan ekonomi pada 2017 yang mencapai 5,4 persen. “Kita opti mistis tahun depan. Berharap minimal sama (10 persen, red),” tuturnya.
Di sisi lain, Roy berharap pemerintah dapat terus mendorong daya beli masyarakat. “Konsumsi tetap prioritas bagi masyarakat. Di Indonesia khususnya PDB (produk domestik bruto, red) masih didominasi konsumsi rumah tangga,’’ jelasnya.
Di tempat terpisah, Koordinator Wilayah Timur Aprindo Abraham Ibnu menyatakan bahwa nilai penjualan ritel secara nasional pada tahun depan, khususnya di wilayah Indonesia Timur, diproyeksikan masih didominasi Jawa Timur.
Perkembangan nilai penjualan ritel di Jatim setiap tahun selalu meningkat. Pada 2015, kontribusi Jatim sebesar 11,3 persen, lalu meningkat menjadi 12,7 persen dan tahun depan diproyeksikan 13,5 persen.
Perkembangan ritel di Indonesia Timur terus melonjak sejalan dengan meningkatnya kemampuan belanja masyarakat. Kebijakan harga yang diterapkan pemerintah untuk beberapa komoditas bisa menekan disparitas harga antara di Jawa dan daerah lain di luar Jawa. “Jadi, kemampuan belanja di Indonesia Timur ikut terkerek,’’ terangnya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.