in

Mengejar Percepatan Pembangunan di Sumbar

Nevi Zuairina
Anggota Komisi VI
DPR RI FPKS

BEBERAPA waktu lalu, saya menulis terkait infrastruktur di Sumatera Barat yang banyak dikeluhkan oleh sebagian pihak, jauh tertinggal dari daerah lain. Seperti Riau, Jambi dan bahkan Bengkulu yang notabene sebelumnya di bawah Sumatera Barat.

Saya memahami kegelisahan itu sebagai sebuah bentuk kepedulian dari warga Sumbar yang kian khawatir akan keberlanjutan pembangunan di Sumbar yang masih sangat jauh dari harapan.

Ketika daerah lain seperti Riau, Jambi dan Bengkulu berlomba-lomba mempercepat pembangunan infrastrukturnya, Sumatera Barat, malah masih berkutat dengan persoalan klasik yaitu ketersediaan lahan dan persoalan klasik seperti tanah yang belum menunjukkan hasil yang diharapkan.

Dalam tulisan itu, saya meminta Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk mengintegrasikan diri ke dalam program nasional pembangunan infrastruktur agar mampu bersinergi dengan pemerintah pusat membangun berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Lalu infrastuktur apa yang seharusnya dikebut pembangunannya oleh Sumbar saat ini?

Jawabannya tentulah jalan tol, jembatan serta sarana pendukung lainnya yang dibutuhkan. Jalan Tol tentu saja menjadi pilihan utama selain memang perlunya dilakukan peremajaan terhadap beberapa ruas jalan nasional di Sumatera Barat yang menghubungkan Sumbar dengan Riau, Sumbar dengan Jambi dan Sumbar dengan Sumatera Utara serta Sumbar ke Bengkulu.

Saya mendapatkan informasi bahwa progres pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol Trans Sumatera ruas Padang – Pekanbaru seksi I tidak berjalan sebagaimana mestinya. Padahal seharusnya pembangunan jalan tol sepanjang 36,6 km sudah selesai dan peresmian operasionalnya bersamaan dengan peresmian operasional jalan tol Pekanbaru Bangkinang yang baru saja diopersasiokan sejak pekan lalu.

Tentu saja ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Beruntungnya kita, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) berkomitmen untuk melanjutkan program kerja ini.

Namun, sebagaimana disampaikan Menteri PUPR  Basuki Hadimuljono dalam sebuah kesempatan RDP dengan komisi infrastruktur DPR, kelanjutan pembangunan jalan tol itu sangat tergantung pada dukungan pemerintah daerah (Provinsi  Sumbar dan pemerintah kota/kabupaten terkait) dalam pembebasan lahan yang dilalui ruas tol.

Persoalan pembebasan lahan inilah yang selama ini menjadi kendala dari kelancaran program kerja itu yang membuat Sumatera Barat mendapatkan cap sebagai daerah yang lamban dalam menyerap program nasional. Selain jalan tol, Sumatera Barat juga harus mengejar ketertinggalan dari sisi anggaran pembangunan fisik yang disediakan oleh pemerintah pusat.

Semestinya, pembangunan jalan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat seperti ruas jalan Dharmasraya hingga ke perbatasan Jambi, Jalan Raya Pangkalan ke perbatasan Riau harus dikerjakan dan dilakukan peremajaan.

Sudah menjadi pembicaraan bahwa jalan-jalan nasional di Sumbar banyak yang rusak dan harus diperbaiki. Namun karena komunikasi yang kurang terjalin dengan intens, menyebabkan banyak dana pembangunan dari pusat tidak bisa dibawa ke Sumbar.

Kembali ke masalah utama yaitu mengintergrasikan Sumbar ke dalam program kerja pembangunan infrastruktur nasional. Hal inilah yang pernah saya usulkan pada Juni 2022 silam kepada pemerintah provinsi dan jajarannya.

Sebagai daerah yang dilengkapi dengan sumber daya alam yang cukup, Sumbar perlu menjalin kerja sama dan bersinergi dengan program kerja pemerintah tersebut secara utuh dan bersungguh-sungguh.

Tentu saja hal ini sudah sangat mendesak dilakukan. Karena Sumatera Barat harus dibangun Bersama-sama bukan saja oleh pemerintah provinsi, namun juga oleh pemerintah daerah kabupaten dan kota se-Sumatera Barat dan semua stakeholder di Sumbar.

Oleh karena itu, saya tak henti mendesak kepada pemangku kebijakan di Sumbar untuk Bersama-sama dengan semua pihak tanpa kecuali dan tanpa memandang latar belakang partai politik masing masing untuk bersama sama memajukan Sumatera Barat.

Saya membaca pernyataan beberapa anggota DPRD Sumbar yang menyayangkan banyaknya proyek fisik di Sumbar saat ini yang belum dikerjakan secara maksimal dan mencapai target sesuai yang ditentukan.

Hal ini membuat kita miris dan ditambah lagi adanya laporan bahwa Silpa Sumbar tahun anggaran 2022 juga masih sangat tinggi. Patut diketahui bahwa Silpa yang tinggi ini akan menjadi catatan bagi pemerintah pusat dalam menilai kinerja pemerintah.

Dengan tingginya Silpa tentu mengindikasikan bahwa ada sesuatu dalam perencanaan, pengelolaan dan juga pelaksanaan program kerja pemerintah daerah. Saya tidak menyebut ada yang salah dalam ketiga hal itu. Namun demikian, sisa anggaran yang besar itu tentulah harus menjadi perhatian pemerintah daerah dan dinas terkait yang menyusun program kerja.

Dalam rilis yang disampaikan kepada media, disebutkan bahwa realisasi penggunaan anggaran pada tahun anggaran 2022 mencapai Rp 6,469 triliun atau 93,78 persen dari yang disediakan yaitu sebesar Rp 6,898 triliun lebih. Artinya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat masih harus menyisakan Rp 484,681 miliar anggaran yang sebagai Silpa tahun anggaran 2022.

Bisa saja kita beralibi bahwa serapan anggaran yang rendah tidak hanya terjadi di Sumatera Barat, akan tetapi di daerah lain semisal daerah tetangga seperti Riau, Sumatera Utara dan lainnya. Namun demikian, tentulah harus dievaluasi secara menyeluruh terkait pernyusunan perencanaan program kerja pemerintah.

Sumatera Barat membutuhkan sebuah effort yang jauh lebih besar dari yang saat ini dilakukan. Data data yang disajikan bahwa pertumbuhan ekonomi saat ini tentunya harus disadari oleh pengelola daerah bahwa Sumbar harus dibawa melangkah maju sejajar dengan daerah lain di kawasan Sumatera.

Karena itu pentingnya bagi pemerintah daerah se-Sumatera Barat saling koordinasi, satu visi dan misi dalam suatu kerangka komunikasi yang sejalan. Gubernur sebagaimana disebutkan dalam undang undang adalah wakil pemerintah pusat di daerah yang menjalankan fungsi koordinasi dan menjadi jangkar kepentingan kabupaten/kota kepada pemerintah pusat.

Fungsi ini harus dijalankan agar terjalin sinergitas pembangunan dari nasional, propinsi ke kabupaten/kota. Itulah yang saya maksud dengan pembangunan terintegrasi, tersusun, terencana dan terlaksana dalam satu kerangka yang sama.

Insya Allah dengan komunikasi yang baik antar sesama stakeholder di Sumbar, pada masa depan, kita akan melihat Sumatera Barat maju dan sejajar dengan daerah lain dalam hal pembangunan daerah. Insya Allah. (*)

What do you think?

Written by Julliana Elora

STIKes Alifah Padang Wisuda ke XVII, Peringkat Baik Sekali Akreditasi BAN PT

Pedagang Dukung Revitalisasi Pasar Raya Fase VII