in

Menggugat Kelestarian Alam

Pada 2 Agustus lalu, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menerima penghargaan Nirwasita Tantra dari pemerintah. Ini adalah penghargaan bidang lingkungan hidup. Begitu penting sehingga Presiden Jokowi menyaksikan langsung Menteri Lingkungan hidup memberikan penghargaan tersebut. Tahun 2016, penghargaan serupa juga diterima gubernur.

Kita patut bangga dan memberikan apresiasi tinggi atas penghargaan yang diterima Gubernur Sumatera Barat, gubernur kita semua. Tentu dengan harapan penghargaan tersebut menjadi pemicu untuk lebih memberikan perhatian terhadap kelestarian alam. Bukan berhenti pada titik tercapainya sebuah pengakuan melalui sebuah penghargaan.

Isu lingkungan begitu sensitif di tengah kerusakan lingkungan yang akhir-akhir ini menjadi persoalan di sejumlah daerah di Indonesia. Kebakaran hutan, polusi udara, pengrusakan kawasan hutan, longsor dan banjir, pencemaran air serta pengrusakan daerah aliran sungai serta laut yang tak pernah selalu terjadi.

Tak hanya Indonesia. Masalah lingkungan adalah masalah dunia karena alam merupakan tempat hidupnya makhluk hidup, dengan manusia sebagai khalifahnya. Beban berat terpikul di pundak manusia, menjaga keseimbangan alam sehingga ekosistem bisa dipertahankan untuk menjaga kelangsungan hidup tadi. 

Manusia pulalah yang menjadi pemicu utama rusaknya alam, tentu oleh tangan-tangan jahil, pengusaha-pengusaha nakal yang hanya mencari keuntungan, atau kolaborasi pemimpin-pemimpin jahat yang berkompromi dengan pengusaha nakal untuk mencari keuntungan pribadi.

Alam Sumbar yang begitu kaya, menjadi daya tarik sekaligus pemicu munculnya keinginan keinginan jahat mengeksploitasi alam. Di permukaan saja, ranah Minang memiliki bentangan hutan yang menjadi bagian dari zamrud khatulistiwa. Bukit Barisan yang membentang panjang diselingi gunung-gunung indah menyimpan kekayaan alam yang tak ternilai harganya.

Permukaan-permukaan hijau yang ditumbuhi kayu kayu bernilai tinggi sedikit demi sedikit sudah mulai dirusaki. Meski sedikit bila dilakukan di banyak titik dan berkelanjutan, maka hamparan hutan belantara dengan kayu-kayu berusia senja akan terus ditebangi (ilegal logging) pengusaha kayu nakal. Hutan -hutan tetap berpeluang dibakar dan dibabat untuk perkebunan besar. Setiap periodik memunculkan titik api.

Lautan luas dan sungai yang berliku juga menjadi kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Ini perlu kita jaga bersama. Harus ada komitmen dan konsistensi. Tak sekadar mengejar penghargaan, tapi bagaimana membudaya di dalam perilaku sehari-hari masyarakat. 

Menerapkan budaya hidup yang ramah dan melindungi lingkungan memang tidak mudah. Tak semudah mengejar penghargaan yang redaksionalnya hanya terpatri di sebuah sertifikat. Namun, budaya menjaga lingkungan itu terpatri dalam hati setiap individu.
Lihatlah pantai-pantai yang berdekatan dengan pemukiman penduduk, atau laut-laut yang berdekatan dengan muara sungai. 

Umumnya keruh, sampah bertebaran di mana-mana. Sampah-sampah itu tentunya berasal dari sepanjang bibir pantai yang menjadi tempat pemukiman. Dari aliran sungai yang berhulu dari perbukitan atau pegunungan. Masyarakat di pinggiran DAS masih membuang sampah ke sungai, yang akhirnya menumpuk ke laut.

Ancaman kelestarian alam di permukaan seperti hamparan hutan dan permukaan laut juga tak kalah dahsyatnya di bagian perut bumi. Sumbar kaya potensi pertambangan yang tersebar di mana mana. Emas, bijih besi, batu bara, pasir, batu dan kerikil (sirtukil) dan sebagainya merupakan incaran investor. Sebagian di antaranya mengeruk isi perut bumi tanpa aturan, tanpa memperhatikan kelestarian alam. Padahal alam yang sudah rusak sangat sulit untuk diperbaiki.

Kita tak bisa menutup fakta maraknya tambang-tambang liar atau pertambangan legal tapi nakal. Emas ditambang dengan merusak hutan, ekskavator menyebar di titik-titik yang tinggi kandungan emasnya. Aliran sungai tercemar oleh merkuri dan zat merusak lainnya. Demikian pula tambang bijih besi dan galian C sirtukil yang menghebohkan di sejumlah tempat.
 
Fenomena dan fakta lapangan masih terjadinya kerusakan alam merupakan catatan bagi Gubernur Sumbar beserta jajaran, bahwa penghargaan Nirwasinta Tantra yang didapat berturut-turut bukan akhir prestasi. Tetapi sebuah beban bahwa masih banyak tugas berat menanti untuk menjaga alam. 

Sepanjang alam masih dimanfaatkan untuk kehidupan, maka selama itu pulalah akan muncul pihak-pihak yang menjadikan alam untuk hidup mereka. Terkadang memenuhi kebutuhan hidup itu dilakukan dengan pengrusakan, bahkan kadangkala menimbulkan korban jiwa. Apapun dalihnya tentu perbuatan itu harus dihentikan.

Kita yakin dengan sikap dan gaya kepemimpinan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, beliau tak akan pernah puas walaupun sudah bekerja keras. Kita yakin konsep menjaga kelestarian alam berkelanjutan sudah disiapkan guna mewujudkan alam ranah Minang yang ramah dan layak dihuni. Kepiawaian menerobos daerah pelosok dengan trabas tentu menambah masukan baginya melihat dengan mata sendiri seperti apa alam Sumbar yang sesungguhnya.

Selamat atas penghargaan bidang kelestarian alam yang diterima Gubernur Sumbar. Rakyat tak akan mungkin menggugat penghargaan itu, walau dengan alasan alam yang mereka tempati sesungguhnya terjadi pengrusakan oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Alam tidak hanya untuk hari ini atau sepuluh tahun ke depan. Alam adalah titipan untuk anak cucu kita. Perlindungan terhadap alam adalah tugas kita bersama. Kita bangga punya kepala daerah yang peduli dengan itu. 

Gubernur tentu harus tetap membuka mata dan membuka diskusi dengan para pihak yang paham dan mengerti betul dengan pelestarian lingkungan, termasuk LSM/Ormas yang memiliki data akurat di lapangan. Sinergi dengan penegak hukum tentu penting agar yang bersalah diganjar hukuman setimpal sebagai efek jera. Mempertajam upaya pelestarian alam akan mempertegas arti bahwa Gubernur Irwan Prayitno pantas dan patut menerima Nirwasita Tantra, berkelanjutan. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Jembatan Kayugadang Ambruk

Patrialis Akbar Dituntut 12,5 Tahun