in

Menjadi yang Berhak Bertanya Ini dan Itu, Apa Disini Kamu yang Paling Benar?

Cinta adalah sesuatu yang hanya perlu dirasakan. Tak ada gunanya diumbar, bahkan jika rasa itu berbalik haluan dari yang tadinya penuh kebahagiaan menjadi kesedihan, hubungan yang penuh gairah kini hanya tersisa hambar.

Jika kamu tak pernah mengerti dengan ending kisah kita ini, aku pun tak jauh lebih mengerti. Kamu seseorang yang mudah melemparkan segala tanya saat kamu tidak memahami situasinya. Sementara aku hanya diam saja  melihatmu menumpahkan segala rasa. Kekecewaanmu kau tunjukkan dari sisa mata yang lebam karena mungkin kamu menangis semalaman.

Kamu tentu tahu satu hal bahwa berakhirnya hubungan kita karena sebuah alasan. Tak ada yang bisa mengubahnya, tidak juga aku atau pun kamu. Kita tak bisa memaksakan sudut pandang yang telah berbeda, semakin bertahan justru akan semakin menyakitkan saja. 

“Karena diamku ini, bukan berarti kamu berhak untuk terus membuka suara. Pertanyaan-pertanyaan darimu yang hanya kujawab dengan keheningan, jangan kau artikan sebagai pengakuanku atas kealpaan. Kamu bukan bidadari surga yang tanpa cela, kita manusia biasa yang masing- masing punya andil memperburuk suasana.”

Lalu kenapa aku diam saja? Karena aku tak mau mengulang pertengkaran-pertengkaran kita seperti sebelumnya. Aku tak tahu sejak kapan semuanya jadi seperti ini, kita menjadi saling tak memahami. kamu dan aku, dua manusia kepala batu yang akan saling menghentak satu sama lain jika berseteru. Tentu kita tak berniat saling menyakiti, hanya saja mungkin karena ego kita jauh lebih tiggi dari hubungan yang baru saja berpondasi.

“Sampai kapan kamu akan bertanya banyak hal? Tidakkah kamu lelah dan akan lebih baik menyisakan energimu untuk menghadapi berbagai perasaan yang akan mendera lara selepas berakhirnya hubungan kita.”

Selepas kita berpisah jalan, akan ada rindu yang datang menghadang. Ia tak akan membawa belati agar bisa melukai, cukup dengan menaburkan segenggam garam maka kita akan meradang kesakitan karena luka-luka yang didapatkan dari peperangan kita sebelumnya. Kamu pergi dengan hati yang tercabik oleh setiap hal yang tak kamu pahami tapi menusukkan duri, sementara nasibku tak berbeda darimu yang penuh bebat luka selepas memikirkan segala tanya.

“Jika pertanyaan dapat mengembalikan indahnya hubungan kita seperti dulu, aku tak keberatan menjawab tanyamu satu-satu. Tapi kamu tahu semua ini percuma dan selama ini aku tidak suka melakukan sesuatu dengan sia-sia.”

Lebih baik kita berdua saling mengangangkat bendera putih, sebagai tanda mengakhiri segala selisih. Gencatan senjata ini kita perlukan demi menciptakan perdamaian, sebelum kita semakin saling meremukkan perasaan.

Baca Juga: Kehilanganmu Telah Mematikan Segala Ketakutanku Atas Kehilangan Lainnya

“Sudah cukup semua ini, aku tak ingin mencabut pedang untuk membuat seseorang yang pernah kucintai justru terlukai. Tapi jika saat ini kamu tengah merasakan lara akibat perpisahan kita, percayalah aku tak pernah sengaja melakukannya.”

What do you think?

Written by virgo

Merendahlah Sampai Tak Ada Seorang Pun Yang Bisa Merendahkanmu

KIP Tetapkan Irwandi-Nova Pemenang Pilkada 2017