in

Mewujudkan Desa Mandiri

Pemandangan: Umumnya desa di pesisir memiliki potensi yang bagus untuk sektor pariwisata. Pemandangan apik saat matahari terbenam di Desa Air Payang, Kecamatan Pulau Laut, Natuna. f-dokumen/tanjungpinang pos

Oleh: Raja Dachroni
Pendiri Pusat Studi Kawasan Perbatasan dan Desa (Pustakades) dan
Direktur Gurindam Research Centre

Berdasarkan rilis Indeks Pembangunan Desa (IPD) tahun 2014 yang dirilis BPS Kepulauan Riau terdapat 275 desa yang tersebar di lima kabupaten yang ada di Kepri.

Jumlah desa terbanyak ada di Kabupaten Lingga yakni sebanyak 75 desa dan terenda di Bintan sebanyak 36 desa sementara itu kabupaten lainnya dengan jumlah Desa terbanyak kedua ada di Natuna 70 desa, Anambas 52 dan Karimun 42 desa.

Dari desa yang ada dan masih merujuk data IPD yang disusun BPS tahun 2014, desa-desa di Provinsi Kepulauan Riau pada umumnya masih pada kategori berkembang, yaitu sebanyak 64 persen dan sangat sedikit (1,45persen) yang merupakan desa mandiri sisanya bisa jadi masih menjadi desa tertinggal.

Secara umum, desa dibagi atau diklasifikasikan menjadi tiga bagian yakni pertama Desa Tertinggal, yaitu desa yang belum terpenuhi Standart Pelayanan Minimum (SPM) pada aspek kebutuhan sosial, infrastruktur, sarana, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintahan.

Kedua, Desa Berkembang, yaitu desa yang sudah terpenuhi SPM namun secara pengelolaan belum menunjukkan keberlanjutan. Ketiga, Desa Mandiri adalah desa yang telah terpenuhi pada aspek kebutuhan sosial dasar, infrastruktur dasar, sarana dasar, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintahan desa dan secara kelembagaan telah memiliki keberlanjutan.

Dilihat dari sisi program dan komitmen pemerintah pusat maupun daerah untuk mendukung pembangunan dari desa tentunya dalam pembangunan desa kita perlu merujuk dari data-data yang ada sehingga kita punya spirit yang sama untuk bersama-sama mewujudkan Desa Mandiri sebagai taqline pembangunan desa di Kepulauan Riau yang jumlahnya sangat banyak. Tentunya perlu kerja keras dalam mewujudkan desa mandiri karena dilihat dari sisi jumlah hanya sedikit sekali yang merupakan desa hanya 1,45 persen dan sisanya lebih banyak dikategori berkembang dan tertinggal.

Perlu perencanaan yang matang untuk mewujudkan sebuah desa mandiri. Dalam data yang dirilis BPS Indeks Pembangunan Desa, secara rata-rata di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 53,82.

Secara nasional, nilai Indeks Pembangunan Desa Provinsi Kepulauan Riau berada di bawah nilai rata-rata Indeks Pembangunan Desa nasional sebesar 55,71. Dari total sebanyak 5 kabupaten, rata-rata nilai IPD tertinggi adalah Kabupaten Bintan dengan rata-rata sebesar 59,10 dan terendah adalah Kabupaten Lingga yaitu sebesar 50,90.

IPD ini mungkin bisa dijadikan acuan atau tolok ukur merencanakan pembangunan di desa-desa yang ada di Kepri agar menjadi desa mandiri. Penyebab desa kita masih sedikit sekali yang mandiri karena tiga penyebab.

Pertama, SDM pemerintahan desa. Kendati tidak semua desa yang memiliki SDM yang terbatas tentu terkait aturan dan perencanaan.

Dalam buku yang disusun Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (2015: 23), ada beberapa strategi yang secara umum dipraktikkan dalam membangun kemandirian desa dari dalam.

Pertama, membangun kapasitas warga dan organisasi masyarakat sipil di desa yang kritis dan dinamis. Proses pembentukan bangunan warga dan organisasi masyarakat sipil biasanya dipengaruhi oleh faktor eksternal yang mengancam hak publik.

Kedua, memperkuat kapasitas pemerintahan dan interaksi dinamis antara organisasi warga dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

Ketiga, membangun sistem perencanaan dan penganggaran desa yang responsif dan partisipatif. Menuju sebuah desa mandiri dan berdaulat tentu membutuhkan sistem perencanaan yang terarah di ditopang partisipasi warga yang baik. Sebelum Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa lahir, desa telah mengenal sistem perencanaan pembangunan partisipatif. Acuan atau landasan hukumnya waktu itu adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewajiban desa membuat perencanaan pembangunan dipertegas melalui PP No.72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa sebagai regulasi teknis turunan dari UU No.32 Tahun 2004 tersebut.

Keempat, membangun kelembagaan ekonomi lokal yang mandiri dan produktif. Saat ini banyaksekali tumbuh inisiatif desa membangun keberdayaan ekonomi lokal. Keberhasilan di bidang ekonomi tersebut tidak lepas dari kemampuan desa membangun perencanaan yang konsisten, partisipatif dan disepakati dalam dokumen perencanaan dan penganggaran desa (RPJMDesa, RKP Desa dan APB Desa). Sebagai contoh, Desa Bleberan di Kabupaten Gunungkidul berhasil mendirikan dan mengembangkan desa wisata dengan mengoptimalkan potensi wisatanya berupa air terjun Sri Gethuk dan Goa Rancang Kencono. BUM Desa dibentuk sebagai lembaga yang bertanggung jawab mengelola ekonomi wisata desa tersebut.

Bicara tentang desa mandiri, variabelnya tidak terlepas dari masalah pembangunan. Saat ini, baik sisi anggaran maupun kebijakan cukup banyak yang menguntungkan wilayah yang kondisi geografisnya merupakan daerah daratan.

Padahal, tidak bisa dipungkiri juga bahwa Kepri atau provinsi kepulauan lainnya punya nasib dan geografisnya tidak sama.

Bisa jadi uang yang digelontorkan oleh pemerintah pusat yang jumlah seminim-minimnya Rp 1 Miliar itu tidak bisa dibuat banyak oleh desa-desa di daerah atau propinsi kepulauan karena mahalnya ongkos operasional pembangunan.

Sehingga, yang perlu dipikirkan adalah bagaimana menata desa di kepulauan menjadi desa yang mandiri yang paling tidak memenuhi lima standar dimensi yang digunakan oleh BPS dalam menyusun standar IPD yakni.

Pertama, Pelayanan Dasar mewakili aspek pelayanan dasar untuk mewujudkan bagian dari kebutuhan dasar, khusus untuk pendidikan dan kesehatan.

Kedua, Kondisi Infrastruktur mewakili Kebutuhan Dasar; Pengembangan Ekonomi Lokal; dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam secara berkelanjutan dengan memisahkan aspek.

Ketiga, aksesibilitas/tarnsportasi. Aksesibilitas/Transportasi dipisahkan sebagai dimensi tersendiri dalam indikator pembangunan desa dengan pertimbangan sarana dan prasarana transportasi memiliki kekhususan dan prioritas pembangunan desa sebagai penghubung kegiatan sosial ekonomi dalam desa.

Keempat, Pelayanan Umum merupakan upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan atas jasa dan/atau pelayanan administratif dengan tujuan memperkuat demokrasi, kohesi sosial, perlindungan lingkungan, dan sebagainya. Karena kekhususannya, variable pelayanan administratif dinyatakan sebagai dimensi tersendiri (Penyelenggaraan Pemerintahan)

Kelima, Penyelenggaraan Pemerintahan mewakili indikasi kinerja pemeritah desa merupakan bentuk pelayanan administratif yang diselenggarakan penyelenggara pelayanan bagi warga yang dalam hal ini adalah Pemerintah.

Lima dimensi itu juga adalah hal yang minimal sekali untuk mendapatkan atau mewujudkan desa mandiri. Perlu komitmen masyakat dan Pemda yang ada di Kepri khususnya yang menaungi desa-desa untuk bersama-sama mewujudkannya. Semoga! ***

What do you think?

Written by virgo

Rumitnya Membangun Jalan di Kepri

Tahun Baru Disambut Kenaikan Tarif Dokumen Kendaraan