Pemerintah merekrut juru ukur dari Tentara Nasional Indonesia. Pelibatan personil militer ini dilakukan untuk mengejar target sertifikasi 5 juta hektare lahan pada tahun ini. Kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, ada tambahan 4 ribu personel juru ukur dari tenaga kontrak dan TNI yang telah dilantik. Menteri tak menjelaskan dari ribuan orang itu berapa banyak yang berasal dari militer.
Pelibatan personel militer ini menuai protes dari sejumlah pegiat agraria juga kemanusiaan. Pasalnya dalam sejumlah konflik lahan, pelibatan aparat seperti TNI malah berujung pada kekerasan. Catatan Konsorsium Pembaruan Agraria, TNI berada di peringkat ketiga sebagai pelaku kekerasan dengan latar belakang konflik agraria. Setidaknya ada 16 kasus yang melibatkan TNI.
Pemerintahan di kabinet kerja sepatutnya belajar dari masa lalu. Ketika era orde baru berkuasa, nyaris di semua lini aparat TNI dilibatkan dalam urusan sosial kemasyarakatan. Dari mulai menjadi kepala daerah sampai mengurusi olah raga yang tak ada kaitannya dengan masalah pertahanan negara. Dwi fungsi begitu istilahnya pada saat itu.
Catatan organisasi hak asasi manusia Setara ada lebih dari 30 nota kesepahaman antara kementerian lembaga dengan TNI. Padahal UU TNI sudah menyebutkan pelibatan tentara dalam tugas selain perang harus berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Ini artinya pelibatan TNI tanpa surat keputusan dari presiden sebagai tindakan ilegal. Sepatutnya pemerintah tak melibatkan militer dalam urusan di luar tugas pokoknya, menegakkan dan mempertahankan keutuhan negara.