Kesiapan dan pencegahan dalam menghadapi bencana menjadi kunci untuk mengurangi dampak dan jumlah korban.
Sabtu pagi (1/4/2017), tanah longsor melanda Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Kejadian ini tidak muncul tiba-tiba. Retakan tanah telah muncul di Dusun Tangkil pada 11 Maret 2017 usai terjadinya hujan lebat. Puncaknya adalah pada Sabtu, retakan besar didahului hujan lebat mengakibatkan longsor.
Hingga Minggu malam, 2 orang dilaporkan meninggal dunia, 1 luka berat, 19 luka ringan, 26 masih dalam pencarian. Kita mengucapkan bela sungkawa bagi yang wafat, semoga arwahnya diterima disisiNya dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan.
Bencana alam kerap datang tiba-tiba. Ada yang didahului tanda, ada yang tidak. Meski ilmu pengetahuan makin maju dalam memprediksi bencana, namun tetap belum bisa memastikan, kapan tepatnya bencana bakal terjadi.
Oleh karena itu tindakan pencegahan menjadi penting. Ada studi yang menyebutkan, sebagian besar korban meninggal dalam peristiwa gempa bumi bukan disebabkan oleh gempa bumi itu sendiri. Namun karena konstruksi bangunan yang kurang mengindahkan ketahanan terhadap gempa.
Banjir bandang yang muncul bukan semata-mata oleh tingginya curah hujan, namun lantaran kurangnya penutupan lahan di wilayah tangkapan air di hulu sungai. Dari dua hal tersebut, korban jiwa sebenarnya bisa dikurangi secara nyata bila diterapkan aturan konstruksi tahan gempa dan aturan penebangan pohon yang ketat di hulu sungai terutama yang kemiringannya lebih dari 30 persen.
Apalagi Indonesia memang dikenal rawan bencana. Deretan gunung berapi, pertemuan lempeng tektonik, topografi yang bergunung-gunung bisa memunculkan gempa bumi, letusan gunung, tanah longsor, banjir, bahkan gelombang tsunami.
Peta jalan dalam di saat prabencana, bencana, dan pascabencana sebenarnya sudah terangkai dalam Nawacita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Seperti kita tahu sembilan agenda pemerintahan Jokowi-JK atau yang disebut Nawacita merupakan jalan untuk mencapai cita-cita Trisakti. Yakni berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkarakter dalam kebudayaan. Nawacita juga menegaskan kehadiran negara harus dapat dirasakan oleh rakyat.
Arah kebijakan penanggulangan bencana dalam RPJMN 2015- 2019 terutama untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Strategi yang dilakukan antara lain mengurangi risiko bencana di pusat dan daerah. Caranya: Pengenalan, pengkajian dan pemantauan risiko bencana melalui penyusunan kajian dan peta risiko skala 1:50.000 pada kabupaten dan skala 1:25.000 untuk kota, yang fokus pada kabupaten/kota risiko tinggi terhadap bencana.
Harmonisasi kebijakan dan regulasi penanggulangan bencana di pusat dan daerah. Penyusunan rencana kontijensi pada kabupaten/kota yang berisiko tinggi sebagai panduan kesiapsiagaan dan operasi tanggap darurat dalam menghadapi bencana.
Tak kalah penting adalah menurunkan tingkat kerentanan terhadap bencana. Caranya dengan mendorong dan menumbuhkan budaya sadar bencana serta meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan. Meningkatkan sosialisasi dan diseminasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat baik melalui media cetak, radio dan televisi.
Menyediakan dan menyebarluaskan informasi kebencanaan kepada masyarakat. Meningkatkan kerjasama internasional, mitra pembangunan, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan dunia usaha dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah pasca bencana, melalui percepatan penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pasca bencana alam. Pemeliharaan dan penataan lingkungan di daerah rawan bencana alam.
Jangan dilupakan, membangun dan menumbuhkan kearifan lokal dalam membangun dan mitigasi bencana. Caranya: meningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana, melalui: penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur penanggulangan bencana di pusat dan daerah; penguatan tata kelola, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan penanggulangan bencana; penyediaan sistem peringatan dini bencana kawasan risiko tinggi serta memastikan berfungsinya sistem peringatan dini dengan baik.
Perlu juga mengembangkan dan memanfaatkan IPTEK dan pendidikan untuk pencegahan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana; melaksanakan simulasi dan gladi kesiapsiagaan menghadapi bencana secara berkala dan berkesinambungan di kawasan rawan bencana; penyediaan infrastruktur mitigasi dan kesiapsiagaan (tempat evakuasi sementara, jalur evakuasi dan rambu-rambu evakuasi) menghadapi bencana, yang difokuskan pada kawasan rawan dan risiko tinggi bencana.
Pembangunan dan pemberian perlindungan bagi prasarana vital yang diperlukan untuk memastikan keberlangsungan pelayanan publik, kegiatan ekonomi masyarakat, keamanan dan ketertiban pada situasi darurat dan paska bencana; pengembangan Desa Tangguh Bencana di kawasan risiko tinggi bencana untuk mendukung Gerakan Desa Hebat; dan Peningkatan kapasitas manajemen dan pendistribusian logistik kebencanaan, melalui pembangunan pusat-pusat logistik kebencanaan di masing-masing wilayah pulau, yang dapat menjangkau wilayah pasca bencana yang terpencil.
Kalau poin-poin tersebut dijalankan, risiko jatuhnya korban bisa diminimalisir dan mempercepat pemulihan jika terjadi bencana.