Ambon (ANTARA) – Arkeolog Muhammad Al Mujabuddawat mengatakan kemenangan masyarakat Hatuhaha di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, melawan penjajahan Hindia-Belanda tidak lepas dari peran sosok Monia Latuwaria, figur perempuan yang memimpin perang Alaka II pada 1625-1637.
“Monia Latuwaria, tokoh perempuan yang berperan penting dalam kemenangan masyarakat Hatuhaha pada perang Alaka II melawan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) ,” kata Arkeolog Muhammad Al Mujabuddawat dari Balai Arkeologi Maluku di Ambon, Senin.
Ia mengatakan berdasarkan tradisi lisan masyarakat Pulau Haruku, disebut adanya seorang tokoh perempuan yang memimpin masyarakat Hatuhaha dalam perang melawan VOC di Negeri Alaka yang berada di puncak bukit Alaka. Tokoh tersebut bernama Monia Latuwaria.
Monia Latuwaria digambarkan sebagai sosok perempuan perkasa dan gagah berani yang membangkitkan semangat juang masyarakat Hatuhaha ketika pemimpin mereka, Pati Hatuhaha meninggal dalam perang.
Ia datang dari dalam kabut dengan membawa batok kelapa berisi abu dan dengan semangat menggebu-gebu ia berteriak memekikkan kata-kata yang lantang terdengar dan membangkitkan semangat para pejuang di Alaka “Malonae, imi piri imi wa au ala mau wake eru” yang artinya “Hai, para pejuang pria, berikan celana-celana kalian biar kukenakan”.
“Sosok Monia Latuwaria dikisahkan muncul dalam situasi ketika semangat pejuang Hatuhaha di Alaka menurun dan tampak patah semangat karena kematian Pati Hatuhaha,” ucap Muhammad.
Peneliti bidang arkeologi sejarah itu mengatakan seperti yang dituturkan oleh masyarakat, Monia Latuwaria tidak hanya menyemangati para pejuang Hatuhaha agar meneruskan perlawanan terhadap penjajahan, ia bahkan ikut serta dan memimpin langsung perang Alaka II.
Usai berteriak membangkitkan semangat para pejuang Hatuhaha, Monia Latuwaria segera mengambil abu yang telah disediakan di sebuah pos penjagaan dekat Benteng Alaka, lalu satu demi satu tempurung-tempurung kelapa berisi abu dilontarkan bertubi-tubi ke bawah jurang lembah menuju pasukan VOC yang sedang berusaha mendaki lembah menuju Negeri Alaka.
Ia bersama para pejuang Hatuhaha memotong tali-tali pengikat batang gelondongan kayu yang besar dan digulingkan ke bawah menuju jurang lembah hingga menggilas pasukan VOC. Pasukan penjajah yang terlindas batang-batang kayu langsung tidak berdaya, kemudian dibantai habis-habisan.
Keadaan ini memaksa Gubernur van Demmer yang menyaksikan langsung kejadian tersebut harus mundur dengan pasukannya. Perang Alaka II yang berlangsung selama 12 tahun dimenangkan oleh masyarakat Hatuhaha, dan wilayah mereka menjadi satu-satunya negeri di Maluku yang tidak berhasil ditaklukkan pasukan VOC.
“Monia Latuwaria tidak hanya memberikan semangat kepada para pejuang Hatuhaha tapi ia juga memimpin perang Alaka II, setelah Pati Hatuhaha tewas,” tutup Muhammad Al Mujabuddawat.