Palembang, BP–Guna menindak lanjuti Surat Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatra Selatan Nomor : 556/0930/MN/Disbudpar SS/2021 tanggal 31 Maret 2021 tentang penunjukan tim / narasumber ” Kajian Koleksi Ikat dan Penutup Kepala Laki-Laki Sumatera Selatan Berdasarkan Pengaruh Islam, Kolonialisme Belanda dan Pendudukan Jepang” yang beranggotakan di Museum Negeri Sumatera Selatan Balaputra Dewa adalah Drs. RM. Ali Hanafiah, MM, Drs. Yudhi Syarofie , Samsudin, SS, H. Albar Sentosa Subari, SH. SU, Dr. Muhammad Idris, MPd, Beny Pramana Putra, SS,
“Maka pada hari ini diadakan rapat perdana dalam acara pembahasan outline yang merupakan kerangka penulisan buku akhir nantinya. Inti bahasan nantinya ingin mengungkapkan sejarah penggunaan ikat dan penutup kepala dari masa sebelum dan pasca islam datang ke nusantara, yaitu dari kerajaan Sriwijaya, kerajaan Palembang, kesultanan Palembang Darussalam, masa kolonialisme Belanda dan Jepang Sampai di masa Pemerintahan Marga tahun 1983,” kata H. Albar Sentosa Subari, SH. SU, Jumat (7/5).
Dimana sistem Pemerintahan menurutnya marga dihapus dengan SK Gubernur No. 142/KPTS/III/1983.
“Tentangnya fungsi ikat dan penutup kepala tersebut tidak terlepaskan sebagai simbul kekuasaan apalagi di zaman kerajaan/kesultanan berlanjut ke zaman kolonialisme dan penguasa pemerintahan marga yang merupakan perpanjangan tangan dari penguasa saat itu,” katanya.
Faktanya sampai sekarang menurut albar, masih melihat photo dokumentasi dari para Gubernur Jendral, Residen, Asisten Residen sampai ke Pangeran, Depati, Pasirah, Krio dan seterusnya menggunakan simbul simbul tersebut sebagai lambang pemegang kekuasaan.
“Hal ini dapat dari pasal pasal hasil kompilasi yang terdapat di Undang Undang Simbur Cahaya. Terakhir hasil kompilasi Pasirah Bond 1926. Simpul kajian ingin mengungkapkan sejarah, fungsi dan peranan pemakai ikat dan penutup kepala tersebut. Sehingga generasi mendatang akan mendapatkan informasi yang pernah berkembang di Sumatera Selatan,” katanya.#osk