Oleh: Zuharmansyah, Penyuluh Pajak Ahli Muda
Sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UUHPP), Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 tanggal 8 Juli 2022 untuk implementasi penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang mana terhitung 14 Juli 2022 dimulainya kemudahan administrasi perpajakan dengan NIK terintegrasi sebagai NPWP.
Di tahun 2023 NIK dapat digunakan pada layanan administrasi perpajakan secara terbatas dan Per 1 Januari 2024 nantinya seluruh layanan administrasi perpajakan dan layanan lain yang membutuhkan NPWP, sudah menggunakan NIK sebagai NPWP. Dengan terbitnya PMK ini, tentunya memberi kepastian hukum, keadilan dan kesetaraan dalam perpajakan serta dimulainya identitas tunggal bagi masyarakat yang selama ini direncanakan pemerintah.
Di zaman serba digital dan serba praktis saat sekarang, masyarakat tentunya ingin dimudahkan dalam segala keperluan. Mereka tidak mau rumit bila mengurus sesuatu. Yang diinginkan tentunya pelayanan yang cepat, mudah dan transparan. Akan tetapi dalam hal administrasi dan pelayanan publik belum semuanya bisa merasakan hal tersebut. Salah satu faktornya bisa jadi karena belum adanya Single Identity Number (SIN), seperti yang kita ketahui banyaknya nomor identitas/pengenal yang diminta sebagai kelengkapan atau syarat seperti KTP, NPWP, SIM dan sebagainya.
Penggunaan NIK sebagai NPWP bisa menjawab permasalahan tersebut, khususnya terkait kewajiban perpajakan bagi masyarakat yang sudah menggunakan satu identitas dan bukan tidak mungkin kedepannya kita akan menggunakan satu identitas untuk berbagai keperluan. Bisa kita contohkan, untuk izin berusaha dan dan administrasi lainya masih mensyaratkan KTP dan NPWP. Dengan integrasi NIK dan NPWP ini, masyarakat menjadi lebih mudah cukup menggunakan KTP, tidak perlu lagi repot mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Perubahan menjadi satu identitas akan membantu sinkronisasi, verifikasi, dan validasi data dalam rangka pendaftaran dan data wajib pajak.
Terkait penggabungan ini, bisa jadi akan memunculkan kekhawatiran pada masyarakat terkait perpajakan. Apakah semua masyarakat akan membayar pajak? Apakah akan terutang pajak? Tentu saja tidak demikian, pemungutan pajak orang pribadi tetap memperhatikan syarat subjektif dan objektif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jadi tidak serta-merta akan membayar pajak maupun terutang pajak. Hal ini lebih kepada manfaat masyarakat tidak perlu memiliki banyak identitas untuk melakukan kewajiban perpajakannya. NPWP dan NIK mempunyai fungsi yang sama yaitu sebagai identas diri maka pemberlakuan NIK sebagai NPWP memberikan kemudahan administrasi bagi wajib pajak yang akan melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
Kemudahan administrasi menurut PMK dimaksud diantaranya layanan pencairan dana pemerintah, layanan ekspor dan impor, layanan perbankan dan sektor keuangan lainnya, layanan pendirian badan usaha dan perizinan berusaha, layanan administrasi pemerintahan selain yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pajak dan layanan lain yang mensyaratkan penggunaan NPWP.
Dalam PMK Nomor 112/PMK.03/2022 format baru NPWP dibagi dalam tiga kategori. Pertama untuk Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk yakni warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia menggunakan NIK. Kedua, bagi Wajib Pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP format enam belas digit dilakukan dengan menambahkan angka 0. Ketiga, bagi Wajib Pajak cabang menggunakan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha.
Dengan perubahan ini, diharapkan dapat menumbuhkan kesetaraan serta mewujudkan administrasi perpajakan yang efektif dan efisien dan penerimaan pajak yang maksimal. Karena tidak bisa dipungkiri pajak memiliki peran penting dalam pembangunan dan mendukung lancarnya roda pemerintahan serta menjadi tulang punggung penerimaan negara. Penerimaan pajak yang maksimal dapat mendorong pertumbuhan Indonesia dan membuat negara kita semakin kuat. (***)
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.