in

Nikah Usia Dini, Lost Generation

Harian Padang Ekspres, pada Minggu 16 April 2017, menurunkan dua laporan tentang Nikah Usia Dini; Angka Pernikahan Dini Tinggi di Sumbar (halaman 1), dan pada halaman Nan Padek, Dampak Pernikahan di Bawah Umur Tinggi Risiko Kematian hingga Perceraian (halaman 4). 

Laporan halaman 1 menyajikan data angka pernikahan dini di Sumbar 2010-2015 yang cukup variatif; Pesisir Selatan 753 pernikahan, Sijunjung 634 pasangan, Pasaman Barat 587 pasangan, Pariaman 11 pasangan, Padangpanjang 47 pasangan, dan Bukittinggi 47 pasangan. Totalnya, mencapai 6.083 pasangan. Rata-rata per tahun pasangan nikah usia dini 1.216 pasangan.

Pengertian pernikahan usia dini ternyata belum dapat dimengerti secara realistis oleh masyarakat dan pihak pemegang otoritas yang punya hubungkait dengan urusan keluarga, misalnya BKKBN sebagai instansi yang memiliki kewenangan kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga menetapkan usia ideal pernikahan 25 tahun bagi pria dan 21 tahun bagi wanita. Sementara Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 (cukup usang) menetapkan usia perkawinan 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita. 

Perbedaan pemahaman tentang nikah usia dini masih juga belum dianggap berbahaya bagi sebagian tokoh masyarakat. Ada yang berpendapat nikah usia dini adalah tidak masalah, dan dalam kasus hubungan seksual di luar nikah itu dijadikan  solusi. Miris dan sungguh tidak cerdas, karena membawa masalah baru sekaligus melanggar ajaran Islam (haram menikahkan perempuan lagi sedang hamil).

Penyebab tingginya pernikahan dini dikatakan karena pergaulan bebas, faktor ekonomi dan budaya. Yang paling nyata dan memang tidak dapat dipungkiri bahwa kecelakaan moral, berupa terjadi hubungan seksual di masa remaja yang mereka lakukan karena pacaran adalah faktor dominan yang sekaligus mencerminkan rapuh dan runtuh moralitas generasi muda. Hubungan intim yang dilakukan remaja bersama lawan jenisnya baik dalam bentuk coba-coba ataupun sebagai bentuk dari  “cinta monyet” atau mereka ada di antara remaja yang memang ketagihan, karena kebejatan moral mereka. 

Hedonisme Generasi Muda 

Sudah menjadi rahasia umum dan sudah berkali-kali laporan media dan penelitian ilmiah mengingatkan publik bahwa di lapis dalam masyarakat, tengah terjadi pengurusakan moral yang dahsyat, khususnya budaya hidup hedonisme. 

Hedonisme berasal dari kata hedon berarti kesenangan (pleasure). Prinsip aliran tersebut menganggap bahwa sesuatu dianggap baik jika sesuai dengan kesenangan yang didapatkannya. Sebaliknya sesuatu yang mendatangkan kesusahan, penderitaan atau tidak menyenangkan, dinilai tidak baik. Individu yang menganut aliran hedonis menganggap atau menjadikan kesenangan tujuan hidupnya. Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagian sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan yang menyakitkan. (Remiswal, dkk, Budaya Hedonisme Studi Perilaku Sosial Remaja Minangkabau, Laporan Penelitian IAIN Imam Bonjol, 2017, halaman 44).

Dalam konteks Sumbar sebagai basis wilayah kultural Minangkabau penelitian tentang budaya hedonisme remaja Minangkabau, melaporkan bahwa dampak negatifnya telah memisahkan perilaku hidup remaja dengan nilai agama dan adat sebagaimana disebut dalam ungkapan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Tingkat kriminalitas seperti narkoba, pencurian oleh remaja, individualisme, pemalas, pergaulan bebas, hilangnya budaya malu, pola hidup konsumtif, fashionable, dan krisis leadership bentuk dampak negatif budaya hedonisme remaja, seperti yang ditulis dalam kesimpulan penelitian Remiswal dkk.

Dampak lanjutan yang cukup mencemaskan dan membawa bahaya ikutan dari budaya hedonisme remaja, salah satunya pernikahan dini. Ketika pergaulan bebas tidak bisa dikontrol orangtua dan masyarakat, maka muncullah kebebasan seksual dan menimbulkan banyaknya remaja putri hamil di luar nikah. Sementara usia mereka belum matang, atau terlalu dini untuk menanggung beban kehamilan. Dokter kandungan menyebut bahwa usia perempuan yang ideal untuk mengandung janin saat usianya sudah 21 sampai 35 tahun. Anak perempuan berusia 10 hingga 14 tahun, berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibanding kelompok usia 20 sampai 24 tahun. Dan, risiko ini meningkat dua kali lipat saat perempuan berusia 15 hingga 19 tahun. (Nan Padek, Padang Ekspres, 16 April 2017, halaman 4).

Risiko Hamil di Usia Dini

Rumusan Nan Padek tentang risiko yang bisa timbul dari kehamilan di usia dini, mengerucut pada tiga aspek; pertama, segi kesehatan, tekanan darah tinggi, kelahiran prematur, risiko tertular penyakit menular seksual (PMS), depresi pasca melahirkan dan timbul perasaan sendiri dan terasing. Kedua, dampak psikologis, seorang yang menikah pada usia remaja secara mental belum siap menghadapi perubahan yang terjadi saat kehamilan, belum siap menjalankan peran sebagai ibu, menghadapi masalah berumah tangga yang sering kali melanda keluarga yang baru menikah. Ketiga dampak sosial, faktor sosial budaya masyarakat yang patriaki yang bias gender yang menempatkan perempuan pada posisi rendah. Hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja.(Nan Padek, halaman  4).

Risiko yang disebutkan di atas sangatlah merugikan kehidupan generasi muda. Dapat dikatakan bahwa nikah usia dini menjadikan bangsa kehilangan generasi emasnya. Generasi emas 100 tahun kemerdekaan menjadi sulit tercapai saat remaja sudah hancur masa depan ulah nikah di usia dini. 

Nasihat Agama

Prinsip dasar ajaran Islam tentang pernikahan adalah memenuhi hajat hidup atau fitrah dasar yang diberikan Allah untuk mengembangkan kehidupan di semesta (QS. An-Nisa’i: 1). Pernikahan adalah sunnatullah yang menjadi kewajiban hidup yang diamanatkan Allah (QS. Al-Ruum: 21). Al Quran menetapkan bahwa pernikahan itu dimaksudkan sebagai bukti ketakwaan dengan tujuan mengimplementasikan kebahagian yang sesungguhnya antara pasangan dalam keluarga dan sekaligus mewujudkan lahirnya generasi yang baik, cerdas dan berkualitas. 

Realitas masyarakat modern yang meniscayakan tingginya kebutuhan dan persaingan hidup, tentu harus dapat dimengerti oleh remaja dalam mempersiapkan dirinya menghadapi pernikahan. Terbatasnya lapangan kerja, tingginya kebutuhan hidup, banyaknya tuntutan sosial yang harus dipenuhi adalah aspek pokok yang menjadi pertimbangan kalangan remaja untuk melakukan pernikahan dini. Begitu juga halnya orang tua, pendidik dan tokoh masyarakat mestinya mengedukasi kalangan remaja agar mereka menjadi generasi muda berencana (GendRe). 

Islam memberikan arahan jelas bahwa setiap orang bertanggung jawab mempersiapkan generasi yang tangguh, kokoh dan tidak lemah. (QS. An Nisa’i: 9). Orang tua memiliki tanggung jawab untuk menyiapkan anak-anak menjadi generasi berakidah benar dan menghormati orang tua sebagai wasilah kehidupannya. (QS. Luqman:13-4.). Memperhatikan sisi negatif, risiko dan bahaya yang akan terjadi ketika nikah dini berlangsung, di mana mudaratnya lebih besar dari manfaatnya, maka Rasul Allah Muhammad SAW sebagai imam pemberi nasihat agama menegaskan bahwa la dhirar wala dharar (jangan mudarat dan tidak pula mengundang datangnya kemudaratan). Islam memuliakan manusia–laki dan perempuan–dalam kedudukan yang sama, kecuali fungsi memang berbeda sesuai kodratnya. 

Masih tingginya nikah di usia dini, saat kemajuan berpikir, ilmu pengetahuan dan teknologi begitu dahsyatnya, adalah paradok sosial yang harus diluruskan semua pihak. Kedewasaan usia biologis anak manusia, harusnya berbanding lurus dengan kedewasaan psikologisnya. Badan sudah besar, usia cukup dewasa, tidak terlalu muda, pendidikan memadai dan ekonomi sudah terbentuk, adalah syarat-syarat dasar untuk menuju pelaminan. 

Penguatan pendidikan agama, adat dan kecerdasan sosial adalah bentuk konkret pencegahan nikah usia dini. Keterlibatan dunia pendidikan, sekolah, kampus, ibu/ bapak kos, dan stakeholder pendidikan dalam melakukan kontrol dan pengawasan ketat terhadap pergaulan dan perilaku siswa, mahasiswa, sehingga moralitas generasi muda mendatang, terjamin dan bebas dari dampak buruk kebejatan moral. Orang tua remaja tentu harus lebih cerdas, proaktif dan memberikan bimbingan yang lebih intensif menyangkut perilaku sosial dan pergaulan bebas yang berdampak pada hamil di luar nikah yang ujung memilih solusi nikah usia dini. 

Lost generation (kehilangan generasi), ancaman nyata dari nikah usia dini. Sadari, sadarkan dan kesadaran kolektif adalah cara efektif untuk mengurangi nikah usia dini. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Menag Keluarkan Maklukmat Bagi Para Penceramah

Satrya Dio, Pemilik Barbershop Conecticut: Risiko Gagal Bukan untuk Ditakuti