in

Ojo Fanatik, Mas

Saya
melihat kasih Tuhan yang khusus itu terkadang mengalir saat kita berada pada
titik nol, terdesak, paling sulit dan paling sedih. Itulah yang terjadi pada
saya sekitar tahun 1988. Sesungguhnya bermula dari beban pikiran bertahun-tahun
yang tanpa ada solusi dan tidak mengerti harus berbuat apa. Setelah dipertemukan oleh Allah dengan seseorang, katanya saya dihinggapi jin. Stress, kebanteren pikir
padahal tak ada masalah.

Puncak beban ini menyerang syaraf
mata dan membuat saya tidak berenergi. Pernah saat bekerja di sebuah perusahaan
kayu milik Korea,
saya mengalami gangguan penglihatan. Saya tidak bisa melihat sama sekali dalam
beberapa detik. Waktu itu saya hanya bisa pasrah, seandainya saya mati, ya
terserah Allah saja.

Saat mata sudah makin sulit untuk
diajak melihat, saya berkeputusan untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis
mata. Hampir satu bulan berobat, dokter tak pernah memberitahu mengapa dan apa
solusinya, hanya diberitahu tekanan bola mata sangat tinggi dan diberi obat
tetes. Setelah didesak, seingat saya para pembantu dokter memberitahu bahwa
saya terkena gloukoma dan penyakit itu sulit diobati.

Saya betul-betul tidak ada pilihan
kecuali mengadu, menangis kepada Allah agar diberi jalan keluar. Pernah pada
jam istirahat kerja malam, pukul 00.30, di atas batangan kayu yang mengapung di
laut saya mengisak keras, “Kulo nderek
panjenengan Gusti, kados pundio, kulo manut panjenengan, panjenengan tuntun

(Saya ikut Engkau ya Allah, dalam kondisi apapun, saya berserah pada Engkau
saja, tuntunlah saya). Airmata saya bercucuran deras.

Tuhan menuntun lewat tetangga
sebelah yang melihat saya selalu memakai tetes mata. “Pak, coba njajalo berobat
nang nggone Pak Giono
” (Coba berobat ke tempat Pak Giono sana). Saya ikuti saja sarannya siapa tahu
ini jalan kesembuhan. Sebab hati saya diberitahu bahwa saya bisa sembuh, hanya
saja tidak tahu lewat siapa.

Kunjungan pertama ke rumah Pak
Giono, beliau memberitahu saya, “Sampean
iku kebanteren pikir Mas
” (Anda itu terlalu banyak berpikir, stress, Mas).
Kedatangan kedua, ada sedikit beda hasil, Pak Giono bilang “Oooo, sampean iku kenek Jin mas” (Ooo,
Mas diserang oleh Jin). Ini yang membuat beban pikiran sangat berat, dan bahkan
bisa jadi linglung. Dan setelah jin dihilangkan dari saya, Pak Giono bilang “Wis Mas, sampean chek maneh mripate neng dokter”.(Sudah
Mas, coba periksa lagi kondisi mata Mas ke dokter).

Saya memeriksakan diri lagi ke
spesialis mata. Betul sekali tekanan bola mata saya sudah normal. Selanjutnya
saya sudah tidak perlu lagi mendatangai spesialis mata tersebut namun
melanjutkan pengobatan alternatif.

Ada
mutiara dibalik semua itu. Sembari berobat, saya juga dapat pesan dari Pak
Giono: “Ojo fanatik mas” (Jangan
fanatik, Mas). Saya melihat ini pesan ilahi yang cukup khusus untuk saya. Hati
saya dibuat bisa lapang menghadapi setiap perbedaan. Ini yang membuat hati
mampu menyerap hikmah dari siapapun dan manapun.

Cukup lama kemudian, saya sibuk
mencermati ceramah para pendeta, lewat radio SW, bahkan saya rekam agar bisa
mengulanginya. Saya juga berlangganan majalah bulanan Kristen Dr. Charles F.
Stanley (In Touch) selama empat tahun. Hikmahnya luar biasa, Bahasa Inggris
saya semakin terasah dan kebenaran juga didapat.

Pulang ke Blitar, saya pun begitu
tertarik dengan model ceramah AA Gym, yang menekankan pentingnya hati yang
bersih. Hampir tidak pernah absen dari menyimak tausiyahnya baik lewat TV
maupun radio MQ FM.

Saya melihat seiring perjuangan
berbenah diri, secara perlahan The Divine
Peace
memasuki kehidupan, dan betul-betul terasa. Inilah yang membuat saya
mengherani orang-orang yang belajar agama tapi gemar mencaci maki,
mengkafirkan, dan melabeli sesat. Saya yakin hati yang merupakan sentral tidak
digarap, terjebak merasa paling benar sendiri. Pesan Pak Giono memang benar: “Ojo Fanatik Mas!

Diambil dari buku “Dialog 100:
100 Kisah Persahabatan Lintas Iman” (penerbit: Jakatarub & Interfidei,
2013). 

What do you think?

Written by virgo

Konsistensi

Tips Memikat Wanita yang Sulit Ditebak Kepribadiannya