Beijing (ANTARA News) – Kini, para generasi muda di China sedang berhadapan dengan masalah lain, yaitu adanya tekanan untuk menemukan pasangan hidup.
Hal itu dialami seorang blogger perempuan bernama Zhao Yuqing yang baru saja lulus dari fakultas hukum.
Dia mengatakan, tertarik dengan situs web dan aplikasi telepon genggam yang ditujukan bagi lajang yang menyediakan jasa pacar sewaan untuk dibawa ke acara sanak saudara selama liburan tahun baru.
Biasanya selama liburan, laki-laki maupun perempuan lajang lebih sering terkena ceramah dari anggota keluarga yang memaksakan pendapatnya mengenai pentingnya pernikahan dan menjaga garis keturunan keluarga.
Beberapa resor pada musim itu juga menyewakan pacar sewaan melalui aplikasi maupun situs web.
Adapun pacar sewaan itu berusia sekitar 20 tahunan, berpendidikan dan menarik, bisa meminta bayaran mulai Rp5,8 juta hingga Rp113 juta sehari selama periode festival liburan.
Zhao mengatakan pada iklan dalam jaringan, dia menginginkan pengalaman menjadi teman berlibur dan hanya dibayar untuk transportasi ke asal kota orang tersebut.
Dari 700 responden, dia memilih Wang Quanming, seorang operator situs web berusia tiga puluhan dari pedesaan selatan.
“Dia dipojokkan terus untuk mencari istri, dan kebutuhannya untuk menyewa pacar itu nyata,” ujar Zhao kepada seorang fotografer yang mendekatinya dan Wang setelah melihat iklan dalam jaringan, dan mengikuti perjalanan mereka.
Sebelum berangkat Januari lalu ke rumah keluarga Wang di perbukitan Fujian, mereka berlagak menjalani hubungan jarak jauh dan memberitahu orangtua Wang, serta menetapkan aturan dasar untuk kunjungan rumah tersebut.
Tidak ada ciuman, tidur bersama, maupun alkohol, namun mereka bersedia membantu pekerjaan rumah tangga, demikian yang disebutkan dalam kontrak tertulis Zhao dan Wang.
Ketika pasangan itu tiba, ibu Wang, Nong Xiurong mencoba membuat Zhao merasa betah dan menghormati permintaan anaknya untuk meninggalkan keduanya sendirian serta tidak mengajukan pertanyaan tentang hubungan mereka, baik Zhao, Wang dan ibunya.
Pengalaman tersebut ditulis Zhao dalam blognya.
Wang mengatakan bahwa dia memutuskan untuk mengakhiri pura-pura pacaran untuk mengakhiri penipuan, sebab dia khawatir hal tersebut membuat siatuasi dengan ibunya semakin buruk. Dia kemudian memperlihatkan blog Zhao pada ibunya.
Di sisi lain, saat dihubungi melalui telepon, Xiurong berkata bahwa dia tidak kecewa dengan apa yang terjadi dan mengatakan dia sangat terharu dengan tulisan dalam blog Zhao.
“Awalnya saya tidak tahu mereka menipu saya. Saya berusia lebih dari lima puluh tahun. Saya tidak mengerti apa yang anak muda inginkan sangat ini, tetapi saya tidak marah,” katanya.
Meski begitu, Xiurong mengatakan dia masih khawatir tentang anaknya yang masih mencari pasangan hidup.
“Permintaan ibuku agar saya menikah lebih awal masih ada,” tambah Wang.
Bagi Zhao sendiri, pengalaman tersebut menyoroti betapa sulitnya menyelesaikan tekanan generasi soal pernikahan di China, dimana gagasan tradisional masih kuat di daerah pedesaan.
Editor: Ade Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2017