Pembina Adat Sumatera Selatan)
Hukum adat atau Adat melihat bahwa manusia itu adalah sebagai suatu spesies, dia merupakan makhluk yang selalu hidup berkumpul sebagai kodratnya.
Sebagai spesies, orang itu adanya, eksistensi nya tidak terlepas dari kelompok dimana ia bersama sama menyelenggarakan kehidupan. Pandangan kebersamaan ini dalam upacara rakyat Jawa disebut sebagai ” urip bebarengan”.
Dari pandangan seperti ini yaitu menurut kodratnya memang hidup bersama, tidak dapat lepas satu dengan yang lain, maka timbul suatu konsekuensi untuk mempertahankan eksistensi hidup bersama itu secara bersama sama, tidak kecuali. Pandangan bahwa orang itu menurut kodratnya adalah satu kesatuan dan kebersamaan, maka persoalan yang dihadapi itu dapat dijalankan.
Prinsip kebersamaan ini, dalam bahasa sehari hari disebut prinsip KERAKYATAN, yang dalam bahasa lainnya yaitu KESAMAAN.
Dalam prinsip kesamaan itu, persoalan yang timbul ialah bagaimana antara semua yang sama itu dapat bertahan menjadi suatu keutuhan. Sebagai mana dalam bahasa Jawa mengenai rukun ini ditegaskan sebagai kunci dari kesentosaan masyarakat “Rukun agawe santosa ( rukun membuat sentosa).
Dengan pandangan bahwa satu warga dengan lainnya saling mengabdi kan dirinya, maka hubungan warga satu dengan warga yang lainnya dalam kelompok merupakan satu ikatan “kawula warga”.Dari ajaran inilah kebersamaan, dimana semua adalah sama, dan dengan begitu mereka berperi kehidupan salung mengabdi, merupakan suatu kehidupan yang nyata sebagai hiduo rukun dalam kata majemuk gutub-rukun.
Kiranya apa yang kuta uraikan diatas cukul memberikan gambaran tentangkategori dasar pemikiran tertib adat, yang kini disebut hukum adat.
Ringkasnya kategori kategori tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pandangan hidup adat, yaitu manusia sebagai spesies ciptaan dalam alam
2. Sebagai ciptaan tersendiri, sebagai spesies adalah diqodratkan hidup dalam kebersamaan dan tidak sendiri sendiri
3. Hidup kebersamaan, mengandung arti bahwa segenap anggota sama
4. Hidup kerakyatan itu dipertahankan dengan hidup rukun
5. Hidup rukun itu diselenggarakan dengan hidup satu sama lain saling mengabdi sehingga setiap orang adalah abdi tetapu sekaligus adalah warga
6. Saling mengabdi berarti berani berkorban untuk keseluruhan
7. Korban berarti selalu ngunduh dengan jalan ngunduh
8. Dengan demikian akan dapat dicapai suatu hidup bersama yang tata, tenteram, kerta raharja.