Jadikan Presiden Mansur Hadi Tahanan Rumah
Di tengah gejolak politik dalam negeri, Arab Saudi memantik ketegangan baru dengan Yaman. Pada Senin (6/11), Saudi menutup akses darat, laut, dan udara Yaman. Akibatnya, misi kemanusiaan PBB terbengkalai. Kemarin (7/11) muncul laporan bahwa Presiden Yaman Abd. Rabbuh Mansur Hadi menjadi tahanan rumah di Saudi.
Atas kebijakan luar negeri Saudi tersebut, PBB protes. Seorang jubir perempuan PBB yang tidak mau menyebutkan namanya menyatakan bahwa penutupan akses darat, laut, dan udara itu menyalahi aturan. Sebab, dengan penyegelan tersebut, Saudi telah membuat Yaman terisolasi. Padahal, negara yang porak-poranda akibat operasi militer Saudi sejak Maret 2015 tersebut sedang menghadapi krisis kemanusiaan parah.
“Kami berusaha keras menyelesaikan masalah ini sesegera mungkin,” katanya kepada Associated Press. Karena bandara dan pelabuhan serta seluruh lintasan di perbatasan Saudi-Yaman tutup, kekacauan terjadi di Kota Sanaa dan kota-kota besar lainnya. Harga barang-barang kebutuhan pangan di sana melonjak karena tidak ada kendaraan pengangkut logistik yang bisa menembus perbatasan.
Mulai kemarin, koalisi yang dipimpin Saudi juga tidak menerbitkan izin bagi pesawat, kapal, dan truk PBB yang hendak mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Yaman. Akibatnya, bantuan tersebut menumpuk di Djibouti. Di negara tetangga Yaman itulah, seluruh bantuan terkumpul sebelum diteruskan ke negara berpenduduk sekitar 26 juta jiwa tersebut. “Kami tertahan di Djibouti,” ungkap jubir Doctors Without Borders.
Desakan PBB agar Riyadh membuka kembali akses darat, laut, dan udara Yaman tidak digubris. Saudi berdalih keputusan itu merupakan imbas dari tembakan rudal balistik pemberontak Houthi ke Bandara Internasional Riyadh pada Sabtu malam (4/11). Rudal Scud Burkan 2-H tersebut melaju 800 kilometer ke perbatasan Yaman dan Saudi dengan sasaran utama bandara.
Pemerintahan Raja Salman menyebut aksi pemberontak Houthi itu sebagai deklarasi perang. Tetapi, Riyadh tidak hanya menyalahkan Yaman atas serangan tersebut. Negeri Petrodolar itu menuding Iran berada di balik aksi tersebut. Itu terjadi karena pemberontak Houthi yang memusuhi pemerintah Yaman cenderung bersekutu dengan Iran. Kemarin Iran mengecam tudingan tidak berdasar tersebut.
Dari Sanaa, Kolonel Aziz Rashed, jubir militer Yaman yang pro-Houthi, menegaskan bahwa Burkan 2-H tidak akan menjadi satu-satunya rudal yang menarget Saudi. Sebab, Houthi masih akan melanjutkan aksi bersenjata mereka. “Bandara-bandara di Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) adalah target-target yang sah. Sebaiknya, para pelancong dan biro perjalanan wisata menghindarinya,” katanya.
Rashed menyatakan bahwa pakar-pakar militer Yaman yang mendukung aksi pemberontak Houthi bisa menciptakan rudal balistik dengan daya jelajah sampai 1.500 kilometer. Tetapi, versi Saudi, rudal-rudal canggih Houthi dipasok dari Iran. Karena itu, Saudi juga berang terhadap Iran atas agresi Sabtu malam tersebut.
“Iran menyediakan senjata untuk para pemberontak. Itu sama saja dengan agresi militer,” ungkap Pangeran Muhammad bin Salman dalam perbincangan telepon dengan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson. Namun, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif membantahnya dengan tegas. Dia malah ganti menuding Saudi berusaha memantik perang di Timur Tengah.
Sementara itu, dari Riyadh, dilaporkan bahwa Hadi menjadi tahanan rumah. Bersama anak-anak, sejumlah menteri, dan pejabat militer Yaman, tokoh 72 tahun tersebut tertahan di Saudi sejak Februari. Mereka tidak bisa pulang karena Riyadh melarang mereka meninggalkan Saudi. “Karena alasan keamanan, Riyadh terus-menerus menahan Hadi dan rombongannya,” tutur seorang pejabat militer.
Bersamaan dengan itu, Saad Al Hariri yang akhir pekan lalu mengundurkan diri dari jabatannya sebagai PM Lebanon dari Riyadh juga dilaporkan menjadi tahanan rumah. Namun, pemerintah Saudi menyanggahnya. Hariri malah terlihat meninggalkan Saudi dan menuju UEA. Tetapi, kunjungan Hariri ke sana sangat singkat. Setelah melawat UEA, Hariri kembali ke Riyadh. (*)
LOGIN untuk mengomentari.