Bail out Bank Century dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menjadi bukti skema dana talangan selalu dimanfaatkan regulator dan bankir nakal untuk mencari keuntungan pribadi.
JAKARTA – Perubahan metode penanganan bank berdampak sistemik dari skema bail out menjadi bail in atau dari semula mendapat suntikan dana dari negara menjadi kewajiban pemegang saham disambut positif politisi di DPR. Hal itu karena bank-bank yang berpotensi dilikuidasi tidak lagi membebani keuangan negara sehingga para direksi bank dituntut lebih berhati-hati mengelola bank.
Anggota Komisi XI DPR, Amir Uskara, di Jakarta, Kamis (6/4), mengatakan selain tidak membebani keuangan negara, metode bail in menutup potensi penyalahgunaan kewenangan oleh sejumlah oknum regulator dan bankir. Pasalnya, dalam beberapa kasus sebelumnya, oknum tersebut terlibat penyalagunaan dana talangan atau bail out.
“Cerita bail out eks Bank Century dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada beberapa bank saat krisis moneter menjadi bukti bahwa sistem tersebut selalu dimanfaatkan bankir nakal dan pihak pengambil keputusan untuk mencari keuntungan pribadi,” kata Amir. Hingga saat ini, jelas Amir, keuangan negara yang semula dimaksudkan untuk menyehatkan bank berdampak sistemik, justru dinikmati para bankir nakal. Bahkan, mereka dengan mudahnya kabur ke luar negeri, tetapi entitas bisnisnya tetap beroperasi dengan baik di Indonesia.
Alhasil, imbuh Amir, utang negara membengkak, salah satunya karena biaya yang dikeluarkan untuk menangani krisis tersebut harus ditanggung bersama-sama oleh rakyat melalui pembayaran pajak. “Ini yang sering dinilai tidak adil karena masyarakat kecil harus menanggung utang akibat ulah para konglomerat-konglomerat hitam,” katanya.
Sebab itu, dia berharap aturan baru OJK tersebut ditanggapi secara positif oleh para bankir untuk membangun bank dengan tata kelola baik. Dengan demikian, bank memiliki reputasi yang terpercaya oleh nasabah, termasuk dalam menangani sengketa dengan nasabahnya.
Lebih Siap
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan tiga aturan sebagai tindak lanjut dari keberadaan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Ketiga regulasi tersebut, yakni POJK 14/03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, POJK 15/3/2017 untuk Rencana Aksi bagi Bank Sistemik, dan POJK 16/03/2017 tentang Bank Perantara (Bridge Bank).
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, UU PPKSK memberikan mandat landasan hukum bagi OJK dan lembaga atau otoritas lain, untuk menangani stabilitas sistem keuangan yang ada di Indonesia. Selain itu juga, untuk melakukan tindakan dalam upaya mengatasi permasalahan stabilitas sistem keuangan, berdasarkan tugas dan kewenangannya.
Aturan ini berlaku sejak ditetapkan pada tanggal 4 April 2017.
bud/E-10