in

“Pemerintah Ingin Ambang Batas Parlemen Lebih Tinggi”

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu masih diwarnai dengan perdebatan alot. Isu-isu yang masih belum juga disepakati antarfraksi di DPR, adalah isu presidential threshold, parliamentary threshold, sistem pemilu, dan lainnya.

Dalam isu presidential threshold, fraksi dari partai besar misalnya, menginginkan ambang batas tetap dipertahankan. Sementara fraksi lainnya, terutama dari partai menengah, ingin ambang batas pencapresan dihilangkan.

Lalu, bagaimana dengan sikap pemerintah? Wartawan Koran Jakarta, Agus Supriyatna, berkesempatan mewawancarai Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, di Jakarta. Berikut petikan wawancaranya.

Progres pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu bagaimana perkembangannya?

Sekarang di tingkat Panja sudah menyelesaikan 3.200 sekian DIM. Itu sudah selesai. Jadi, tinggal masuk tim perumus (Timmus dan Tim Sinkronisasi (Timsin). Yang sudah putus di Panja dan Pansus masuk Timsin.

Yang belum diputuskan masuk Timmus. Dari semua hal ini, yang masih dibahas di Pansus mungkin sampai masuk ke paripurna, termasuk soal parliamentary threshold atau ambang batas DPR.

Jadi soal threshold parlemen belum ada kata sepakat?

Sekarang kan 3,5 persen. Itu belum bulat, ada yang mau 5 persen di atas, ada yang tetap.

Sikap pemerintah?

Yang penting bagi pemerintah ingin ada peningkatan. Masa tidak ada peningkatan kualitas. Kalau kemarin 3,5 persen, ya sekarang naik. Soal naik berapa, ada kenaikan itu dibahas bersama.

Soal presidential threshold?

Kedua batas ambang pencalonan presiden. Kemarin itu 20–25, tapi ada yang mau 0 persen. Banyak yang 0 persen sehingga parpol punya hak mencalonkan sendiri.

Posisi pemerintah?

Pemerintah sih boleh, itu semua hak semua parpol. Cuma dibatasi. Kalau parpolnya cuma dapat satu kursi, masa mau calonkan juga. Parpol enggak lolos DPR, masa mau calonkan juga.

Ketiga, soal penambahan kursi, pemerintah itu bertahan cuma tiga, yakni Kaltara, Riau, dan Kepri. DPR minta 10–15. Ini sedang negosiasi. Masukan masyarakat dan elemen demokrasi tidak ingin ditambah.

Ukuran kualitas DPR itu bukan jumlah, tapi peran anggotanya. Tapi, DPR ingin luas wilayah, jumlah penduduk, dan nilai harga jual.

Soal biaya saksi dari APBN?

Ketiga dibahas, biaya saksi pileg dan pilpres darimana. DPR mau itu dari APBN. Kalau dihitung itu, satu kali pileg dan pilpres di atas 10 triliun rupiah. Itu buat saksi saja. Saya kira jangan sampai mengganggu kemandirian parpol. Lalu, usul penambahan kursi DPD dari 4 jadi 5. Ini belum ada sepakat.

Saya minta Pansus komunikasi detail. Kalau konversi suara dan penguatan KPU dan Bawaslu akan ada titik temu. Nah, kemudian sistem juga. Pemerintah opsinya tengah, terbuka-tertutup.

Tapi, ada parpol yang ingin terbuka. Terus ada juga yang minta tertutup. Ini akan ke paripurna. Tapi, mudah-mudahan tidak sampai voting, menyangkut masalah-masalah ini.

Soal jumlah dapil?

Masalah jumlah dapil ditambah tidak, kalau ditambah dari kacamata pemerintah tidak otomatis tambah kursi. Lalu, anggaran saksi.

Ada usul menarik kalau keserentakan pilih anggota DPR, DPD, ini bersamaan dengan pilpres, hari dan jamnya. Atau ada juga tenggat waktu sehari-dua hari. Ini soal kesiapan aparat keamanan dan sebagainya.

Kalau ada tenggat waktunya, sisi pengamanan lebih fokus, tapi keserentakan sebagaimana keputusan MK kan tidak. Ini hasil Pansus yang dua bulan selesai.

Kapan RUU selesai?

Target Pansus dan pemerintah masa sidang Mei ini bisa diputuskan sehingga KPU mulai jalan mempersiapkan awal Juni karena Juli tahapan Pilpres mulai. Begitu juga Pilkada 2018. Ini pilkada besar, dan harus matang karena baunya pilpres. agus supriyatna/AR-3

What do you think?

Written by virgo

18 Air Mancur Terindah Didunia Ini Dijamin Bisa Bikin Kamu Terpesona Dan Ingin Basah-Basahan

Pemerintah Bentuk Satgas Pangan