in

Pemerintah Siapkan Rp34 Triliun untuk Petani dan Nelayan

 

JAKARTA – Pemerintah menyiap­kan skema untuk membantu para pe­tani dan nelayan agar terus dapat tetap berproduksi dan menjaga ketersediaan bahan pokok selama masa pandemi Co­vid-19. Pemerintah juga mengalokasi­kan stimulus sebesar 34 triliun rupiah untuk merelaksasi pembayaran cicilan dan juga menyubsidi bunga kredit bagi petani dan nelayan.

“Kita sudah putuskan, sudah berjalan, pemerintah telah menyiapkan 34 triliun rupiah untuk merelaksasi pembayaran angsuran dan pemberian subsidi bunga kredit,” kata Presiden Joko Widodo saat memberikan pengantar rapat terbatas Insentif bagi Petani dan Nelayan dalam Rangka Menjaga Ketersediaan Bahan Pokok melalui video telekonferensi dari Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (28/5).

Presiden menjelaskan skema perta­ma membantu para petani dan nelayan melalui program jaring pengaman sos­ial. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa kurang lebih 2,7 juta petani dan buruh tani miskin serta satu juta nelay­an dan petambak harus masuk dalam sejumlah program bantuan sosial yang diberikan pemerintah. Program-pro­gram tersebut seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial Tunai, Bantuan Langsung Tunai Desa, paket sembako, hingga program subsidi listrik.

“Tujuan utama skema program ini untuk meringankan beban biaya kon­sumsi rumah tangga dari keluarga yang kurang mampu, termasuk di dalamnya petani dan nelayan miskin,” katanya.

Untuk skema kedua, lanjut Presiden dengan melibatkan program subsidi bunga kredit. Program ini sendiri telah diputuskan dengan alokasi anggaran sebesar 34 triliun rupiah. Dana ter­sebut untuk merelaksasi pembayaran angsuran dan pemberian subsidi bunga kredit yang disalurkan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), Membina Keluarga Sejahtera (Mekaar), pembiaya­an ultramikro (UMi), pegadaian, hingga pembiayaan dan bantuan permodalan dari beberapa kementerian.

Selanjutnya, pada skema ketiga, pe­merintah juga menyiapkan pemberian stimulus sebagai modal kerja bagi para petani dan nelayan melalui perluasan program KUR bagi para penerima yang dinilai layak kredit (bankable).

“Yang tidak bankable penyaluran­nya bisa lewat UMi, Mekaar dan skema lain melalui kementerian. Saya minta ini prosedur dan aksesnya dipermudah, sederhana, dan tidak berbelit-belit se­hingga petani, nelayan, dan petambak kita bisa memperoleh dana-dana yang dibutuhkan,” jelas Presiden.

Sedangkan untuk skema yang terakhir, pemerintah juga akan memberikan ban­tuan melalui instrumen nonfiskal de­ngan cara mengupayakan kelancaran rantai pasokan yang akan meningkatkan produktivitas para petani dan nelayan.

“Kita harapkan usaha pertanian dan perikanan ini bisa lebih baik melalui ketersediaan bibit, pupuk, dan alat-alat produksi,” tutup Presiden.

Kebijakan Diskriminasi

Sebelumnya, ekonom senior Faisal Basri mengatakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan ang­garan lebih dari 640 triliun rupiah ter­kesan diskriminasi kepada sektor per­tanian. Sebab, pemerintah cenderung berpihak pada sektor perbankan dan transportasi.

“Padahal, jika mengacu pada data BPS (Badan Pusat Statistik), subsektor tanaman pangan mengalami kontraksi sebesar 10,3 persen pada kuartal I 2020. Angka itu merupakan yang terparah no­mor dua setelah subsektor transportasi udara yang minus 13,3 persen. Namun, perlakuan pemerintah terhadap trans­portasi udara sangat besar sejak awal pandemik Covid-19,” katanya.

Menurut Faisal, subsektor tanaman pangan juga memberikan kontribusi ke­pada Produk Domestik Bruto (PDB) se­besar 2,82 persen, lebih besar daripada subsektor transportasi udara yang hanya 1,63 persen pada tahun 2019. “Meskipun besar, sejak awal pandemi pemerintah ternyata lebih banyak menggelontor­kan insentif pada subsektor transportasi udara ketimbang ke petani,” jelasnya.

Diketahui, pada Maret 2020, peme­rintah menyatakan akan menggelontor­kan insentif 443,39 miliar rupiah un­tuk diskon tiket pesawat ke 10 destinasi wisata dan kucuran dana 8,5 triliun ru­piah untuk PT Garuda Indonesia berupa Dana Talangan Investasi. “Tapi, apa yang diperoleh petani tanaman pangan yang sangat terpuruk? Tidak ada sama sekali,” ujar Faisal.

Lebih lanjut, karena rakyat harus te­tap makan padahal produksi merosot, impor pangan menunjukkan tren pe­ningkatan, sehingga defisit perdagangan pangan terus naik. “Perlu dilihat bukan hanya pangan saja produk manufaktur juga mengalami defisit,” pungkas Faisal. uyo/fdl/AR-2

What do you think?

Written by Julliana Elora

Tiongkok Akan Batasi Impor Batu Bara

Gadis Cantik di Pidie Tewas Tergantung