JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus bisa mengambil momentum dalam pengelolaan air minum seluruhnya secara mandiri. Apalagi, putusan Mahkamah Agung (MA) memerintahkan PT Aetra Air Jakarta, PT PAM Lyonnnase Jaya (Palyja), dan Pemprov DKI Jakarta menghentikan swastanisasi air.
“Sudah saatnya, pengelolaan air minum diambil oleh Pemprov DKI Jakarta,” ujar pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga, saat dihubungi, Selasa (10/10). Menurutnya, pengelolaan air sepenuhnya oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan berdampak baik bagi masyarakat. Selain harga bisa ditekan lebih murah, juga akses mendapatkan air bersih akan lebih mudah.
Saat ini, tak sedikit wilayah di Jakarta kesulitan mendapatkan pasokan air bersih. “Ini akan membuat harga bisa ditekan murah. Bahkan ke depan, akses air minum murah ke permukiman warga lebih mudah dan air bersih gratis bisa dihadirkan di taman-taman,” katanya. Sementara itu, Dirut PAM Jaya, Erlan Hidayat, mengaku kaget atas keputusan tersebut.
Pihaknya langsung berkoordinasi dengan PT Palyja dan PT Aetra sebagai operator pengolahan air bersih di Jakarta. Namun, dia enggan banyak berkomentar atas keputusan MA itu. “Tadi kita koordinasi dan memang baru, kaget sih. Terkait Putusan MA ini, saya belum bisa komentar banyak-banyak,” katanya.
Menurutnya, PAM Jaya akan mempelajari terlebih dahulu keputusan tersebut secara lengkap. Dia enggan berspekulasi atas putusan MA itu hanya dari pemberitaan semata karena berpotensi salah penafsiran. Diketahui, MA menyatakan para tergugat, yaitu Pemprov DKI telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyerahkan kewenangan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta.
Hal itu terwujud dalam pembuatan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tanggal 6 Juni 1997 yang diperbarui dengan PKS tanggal 22 Oktober 2001 yang tetap berlaku dan dijalankan hingga saat ini. “Menyatakan para tergugat telah merugikan Pemda DKI Jakarta dan masyarakat DKI Jakarta,” ucap majelis hakim MA.
Untuk itu, majelis hakim MA menginstruksikan agar kebijakan swastanisasi air di Provinsi DKI Jakarta dihentikan. Putusan MA ini meminta agar pengelolaan air minum di Provinsi DKI Jakarta dikembalikan sesuai peraturan perundang-undangan lainnya. “Melaksanakan pengelolaan air minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hak asasi manusia atas air sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 dan 12 Konvenan Hak Asasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi UU Nomor 11 Tahun 2015 junto Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2012 hak atas air komite PBB untuk Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,” tulisnya.
Diketahui, salah satu pengelola air Jakarta, PT Aetra Air Jakarta semula dimiliki Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Sandiaga Uno melalui Recapital Advisors yang ada di Acuatico Pte Ltd. Namun, pada September lalu dijual ke Grup Salim melalui anak usahanya, Moya Indonesia Holdings Pte Ltd senilai 92,87 juta dollar AS atau setara dengan 1,24 triliun rupiah.
pin/AR-2