in

Pemulihan Ekonomi Harus Jadi Fokus Reformasi Fiskal

Keuangan Negara I Belanja Negara Harus Jadi Motor Pertumbuhan saat Ekonomi Melambat

» Pemerintah harus lakukan penghematan belanja kementerian seperti honor pegawai dan ATK.

» Perlu reformasi di sektor kesehatan, perlindungan sosial, pendidikan, serta transfer ke daerah.

JAKARTA – Bank Dunia dalam la­porannya bertajuk From Containment to Recovery edisi Oktober 2020 mereko­mendasikan kepada pemerintah Indo­nesia agar mulai melakukan reformasi fiskal karena besarnya belanja peme­rintah selama pandemi Covid-19 yang menyebabkan defisit anggaran melebar dan meningkatkan penarikan pembia­yaan melalui utang.

Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Aaditya Matoo, mengatakan perlindungan sosial me­miliki peranan penting untuk saat ini karena memberikan tiga peranan sekali­gus, yakni memitigasi dampak langsung dari krisis, membantu para pekerja yang terdampak Covid-19, hingga mencegah terjadinya penurunan jangka panjang pada modal manusia.

Menanggapi rekomendasi tersebut, Pakar Ekonomi dari Universitas Kato­lik (Unika) Atma Jaya Jakarta, Yohanes Berchman Suhartoko, di Jakarta, Rabu (30/9), mengatakan secara normatif hal itu benar dalam kondisi normal. Namun dalam situasi perekonomian nasional dan dunia yang melambat, mau tidak mau pengeluaran pemerintah harus menjadi motor pertumbuhan ekonomi.

“Paling tidak mengerem pertum­buhan ekonomi yang negatif agar tidak masuk dalam jurang resesi yang lebih dalam. Kondisi ini menyebabkan utang pemerintah menjadi semakin besar dan dampaknya defisit Anggaran Pendapat­an dan Belanja Negara (APBN) semakin besar melebihi 3 persen terhadap PDB seperti yang disyaratkan dalam Maas­tricht Treaty,” kata Suhartoko.

Namun demikian, ada beberapa strategi pengelolaan APBN yang perlu diperhatikan, terutama dari sisi penge­luaran dengan mengingat pandemi Co­vid-19 dan dampak ekonominya.

Sebagai pedoman, kata Suhartoko, adalah realokasi pengeluaran yang me­miliki dampak multiplier lebih cepat, urgensi pengeluaran dan efisiensi pe­ngeluaran.

Untuk sementara, pembangunan in­frastruktur yang menggunakan dana APBN dilakukan pengereman dan di­alihkan ke bantuan tunai langsung. Se­bab, dilihat dari fungsinya, tiga besar pe­ngeluaran adalah ekonomi, pelayanan umum, dan perlindungan sosial. Ber­dasarkan hal itu, maka pengeluaran un­tuk pelayanan umum dan perlindungan sosial untuk sementara bisa dikurangi untuk fokus pada pemulihan ekonomi.

“Fungsi pengeluaran yang lain seper­ti ketertiban dan keamanan, pendidikan bisa dikurangkan terutama pengeluar­an yang tidak berkaitan dengan tujuan jangka pendek pemulihan ekonomi,” kata Suhartoko.

Dalam hal efisiensi, pemerintah, katanya, perlu melakukan penghematan di kementerian dan lembaga seperti be­lanja honor pegawai, bahan dan alat tu­lis kantor (ATK). Hal yang perlu dilaku­kan untuk efisiensi adalah integrasi dan sinergi program antarkementerian dan lembaga.

Lebih Ekspansif

Sementara itu, Pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, mengatakan rekomendasi bank dunia itu merupakan sesuatu yang wa­jar di tengah kondisi perekonomian yang ketidakpastiannya cukup tinggi.

“Sebenarnya kita sudah on the right track, hanya yang perlu lebih diperhati­kan adalah bahwa fiscal policy-nya mes­ti lebih ekspansi,” ujarnya.

Dalam APBN 2021 yang sudah disah­kan melalui rapat paripurna DPR, kebi­jakan fiskal pemerintah menjadikan be­lanja negara sebagai instrumen utama countercyclical, karena berdampak sa­ngat luas untuk penanganan di bidang kesehatan, melindungi masyarakat yang rentan, dan mendukung proses pemu­lihan perekonomian nasional.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani In­drawati, mengatakan perlu ada refor­masi di sejumlah sektor terutama ke­sehatan, program perlindungan sosial dan subsidi, program pendidikan serta transfer ke daerah dan dana desa.

Dengan tren menurunnya harga mi­nyak dunia, maka alokasi subsidi ang­garan bahan bakar minyak (BBM) dan energi dapat dialihkan untuk membia­yai program bantuan sosial.

“Belanja negara pada APBN 2021 di­proyeksikan mencapai 2.750 triliun ru­piah atau 15,6 persen terhadap PDB, yang diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan prioritas pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, teknologi informasi dan komunikasi, infrastruktur, ketahanan pangan, pariwisata, dan per­lindungan sosial,” kata Menkeu.

n ers/SB/E-9

What do you think?

Written by Julliana Elora

IMF Perkirakan 90 Juta Orang Kembali Miskin

Yandril SSos: Tren Baik Kepemimpinan Mahyeldi