Jakarta (ANTARA News Sumsel) – Direktur Centre For Budget Analysis Uchok Sky Khadafi menilai penting melakukan evaluasi kinerja Kementerian Pertanian terkait polemik impor beras yang harus dilakukan akibat tidak adanya data produksi yang memadai.
“Padahal perlu informasi yang akurat dan valid terkait ketersediaan beras. Harus akurat, jika tidak berarti kinerjanya jelek,” kata Uchok, dalam pernyataan di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, persoalan impor beras ini juga diikuti oleh klaim swasembada maupun pengadaan lahan maupun bibit yang tidak sesuai harapan karena koordinasi yang tidak memadai.
Uchok melihat belum ada program Kementerian Pertanian yang berjalan dengan baik, karena tidak terealisasi sesuai dengan target dan tujuan untuk memakmurkan petani.
“Kementan juga perlu mengklarifikasi masalah pengadaan benih, lahan maupun pestisida sesuai audit BPK. BPK harus membawa ke ranah hukum kalau tidak ditanggapi,” ujar Uchok.
Secara terpisah, anggota DPR RI Bambang Haryo Soekartono menambahkan janji swasembada pangan belum sepenuhnya terpenuhi, karena kebutuhan pangan masih dipenuhi melalui impor.
Menurut dia, salah satu faktor yang menjadi penyebab kesulitan mencapai swasembada adalah karena koordinasi Kementerian Pertanian dengan kementerian lainnya yang kurang.
“Koordinasi kebutuhan pangan Kementan dengan kementerian lain masih berantakan,” kata politisi Partai Gerindra ini.
Meski mendapat sejumlah kritikan, Kementerian Pertanian menyatakan telah melakukan deregulasi terkait peraturan yang selama ini dianggap menghambat proses produksi pangan.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan salah satu pembenahan yang diupayakan adalah perubahan regulasi pengadaan pupuk yang selama ini dianggap terlalu lama dan merugikan petani.
“Dulu sesuai regulasi, pupuk itu harus ditender tiga atau empat bulan untuk bisa mendapatkan. Misalnya Januari, baru bisa keluar anggaran, sementara usia padi itu sekitar tiga bulan, maka selesai panen, baru pupuknya datang,” ujar Amran.
(TZ.S034/B. Budiman)