Praktik kecurangan dalam program JKN diduga terjadi di rumah sakit. Misalnya, dengan niat makin banyak memperoleh reimburse BPJS maka dibuat diagnosanya berbeda-beda.
JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bersama Kementerian Kesehatan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk Tim Pengawas Kecurangan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tim tersebut terdiri dari Koordinator, Kelompok Kerja Pencegahan Kecurangan dalam JKN, Kelompok Kerja Deteksi Kecurangan dalam JKN, dan Kelompok Kerja Penyelesaian Kecurangan dalam JKN.
“Tim Pengawas ini untuk melakukan bagaimana mendeteksi awal kecurangan maupun bagaimana mencegahnya dan penyelesaiannya apakah akan mengarah ke ranah hukum,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, saat konferensi pers yang juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek, dan Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/7).
Agus mengatakan, saat ini BPJS Kesehatan mengelola dana yang tidak kecil, yakni sekitar 73 triliun rupiah, dan selalu terjadi defisit. “Pengalaman negara lain Amerika Serikat itu pun masih ada fraud atau kecurangan lima persen. Anda bayangkan, Amerika Serikat dengan 5 persen itu sistemnya sudah bagus, sementara kita baru menyusun sistem.
Bisa Anda bayangkan 73 triliun rupiah kalau fraud-nya 5 persen berapa?” kata Agus. Oleh karena itu, kata Agus, KPK bersama Kemenkes dan BPJS Kesehatan akan membuat pedoman pendeteksian kecurangan yang nantinya dilakukan analisis untuk ditindaklanjuti mekanisme hukum dan sanksinya.
“Salah satu yang penting, berdasarkan survei untuk pelayanan kesehatan 40 persen ‘lari’-nya masih ke pelayanan obat. Padahal, kalau negara maju sekitar 16 persen, nah ini harus kami cari tahu juga,” kata Agus. Permasalahan lain, kata Agus, jika bicara masalah obat kita harus menghilangkan gratifikasi yang diterima dokter dan juga masalah harga obat yang mahal.
Oleh karena itu, Agus menegaskan bahwa kerja sama dengan Kemenkes dan BPJS Kesehatan dengan membentuk tim pengawas itu tidak berhenti sampai di sini. “Akan menyentuh banyak hal dan nanti mudah-mudahan akan melayani secara khusus dan kerja sama lainnya menyusul,” kata Agus.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, menyatakan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015 terdapat berbagai pihak yang berpotensi melakukan kecurangan dalam progaram JKN, mulai dari peserta, fasilitas kesehatan, hingga penyedia obat dan alat kesehatan.
Oleh karena itu, kata Fachmi, BPJS Kesehatan berkomitmen memperkuat sinergi dengan pemerintah dan KPK dengan membentuk tim pengawas bersama. Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek, menyatakan praktik kecurangan pada program JKN bisa saja terjadi di rumah sakit, misalnya terkait dengan pengobatan. “Misalnya, dengan niat makin banyak memperoleh reimburse BPJS maka dibuat diagnosanya berbeda-beda,” kata Nila.
Koordinasi Pelayanan
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, Krishna Syarif, dan Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Maya Amiarny, menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Koordinasi Pelayanan atau Coordination of Services (COS). Krishna mengatakan kerja sama ini merupakan pengembangan dari kerja sama sebelumnya tentang memberikan pelayanan terbaik, terutama bagi peserta yang membutuhkan perawatan dan pengobatan jika mengalami kecelakaan kerja (KK) atau penyakit akibat kerja (PAK).
COS ini bertujuan untuk mengantisipasi tidak terjaminnya perawatan dan pengobatan peserta yang mengalami dugaan KK atau PAK karena akan langsung dijamin oleh BPJS Kesehatan dan ditagihkan ke BPJS Ketenagakerjaan jika terbukti sebagai kasus KK dan PAK yang dibuktikan dari hasil investigasi bersama pihak terkait secara paralel.
Investigasi ini akan dilakukan sejak peserta mulai menerima perawatan atau tindakan. “Kami berharap hal ini dapat memastikan pemberian layanan kepada peserta agar tidak menambah beban mereka yang terkena musibah. Itulah manfaat dari kerja sama yang dilakukan, untuk menjamin perawatan dan pengobatan serta tindakan operasi yang diperlukan,” ungkapnya. Selain itu, PKS ini juga menjembatani kebijakan strategis kedua lembaga BPJS terkait pelayanan, di antaranya pengajuan penggantian klaim, peningkatan perluasan fasilitas kesehatan, pelaksanaan sosialisasi, dan evaluasi bersama. cit/mza/E-3