in

Penjual Kosmetik Pelaku Teror

Perketat Buddy System Cegah Serangan Mendadak

Pelaku teror penusukan dua anggota Brimob tepat di depan Markas Besar (Mabes) Polri terungkap. Setelah dilakukan penelusuran diketahui pelaku merupakan Mulyadi, seorang penjual kosmetik di Roxy, Bekasi, Jawa Barat.

Kemarin (1/7) Polri telah memeriksa kakak ipar dan kakak kandung pelaku. Walau belum diketahui dari mana Mulyadi bisa terjangkit paham radikal, namun sudah dipastikan keterhubungannya dengan ISIS.

Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto mengungkapkan, identitas pelaku telah diketahui, bisa dibilang 75 persen bahwa pelaku bernama Mulyadi yang kartu tanda penduduknya (KTP) ditemukan di saku pelaku. Alamat dalam KTP DI Pegaulan, Sukaresmi, Cikarang Selatan, Bekasi, Jawa Barat. “Dilakukan pengecekan berulang kali,” ujarnya. 

Awalnya, saat dicek alamat dalam KTP tersebut tidak ditemukan atau tidak ada. Foto dalam kartu identitas yang dicocokkan dengan wajah pelaku kurang mirip. “Namun, pengecekan mendalam terus dilakukan,” jelasnya. 

Hasilnya, ternyata berdasar kesaksian dari kakak iparnya, pelaku memang bernama Mulyadi. Alamat yang tertera di KTP itu merupakan milik kakak ipar. “Tapi, Mulyadi ini tidak tinggal di sana,” papar mantan Wakabaintelkam tersebut. 

Dari pemeriksaan sementara, diketahui pelaku ini berprofesi sebagai penjual kosmetik di pusat perbelanjaan Roxy, Bekasi. Belum diketahui bagaimana bisa Mulyadi ini memiliki paham radikal. “Kami masih mintai keterangan keluarganya,” jelasnya. 

Kendati begitu, untuk memastikan identitas pelaku akan dilakukan tes DNA. Nantinya akan dicocokkan antara DNA pelaku dengan keluarganya. “Apakah orang tua, kakak kandung atau adik kandungnya,” ujarnya. 

Saat ini baru diketahui aksi teror dilakukan pelaku tunggal, namun semua itu harus dicek kembali. Maka, dilakukan analisa terhadap closed circuit television (CCTV) yang ada di sekitar lokasi kejadian. “Kita lihat apakah ada lain,” paparnya. 

Sementara Wakapolri Komjen Syafruddin menjelaskan, penyerangan terhadap dua anggota Brimob di Masjid Falatehan depan Mabes Polri hampir pasti didalangi ISIS.

Hal itu dilihat dari modus pelaku yang menyerang petugas dengan pisau yang memuat luka-luka di bagian pipi, mirip dengan penyerangan di Polda Sumatera Utara. “Hampir pasti ini ada keterlibatan ISIS,” jelasnya. 

Kelompok mana yang mendalangi teror kali ini? Dia menerangkan, yang pasti siapapun yang terlibat dalam penyerangan tersebut akan dikejar. Kasus tersebut masih dikembangkan Densus 88 Anti Teror. “Tunggu saja ya,” papar mantan Kalemdikpol tersebut. 

Setyo Wasisto menambahkan, kemungkinan kelompok yang bertanggungjawab dengan aksi teror kali ini sama dengan kelompok yang menyerang Polda Sumut. “Sasarannya polisi, bisa dibilang sama dengan yang sebelumnya,” jelasnya. 

Aksi teror menggunakan pisau secara membabi buta terhadap polisi itu diakui merupakan instruksi dari Bahrun Naim. “Memang dari dia instruksinya, karena itu Polri berupaya melakukan antisipasi,” jelasnya.

Semua anggota diinstruksikan untuk memperketat penjagaan dan pengamanan diri dalam beraktivitas. “Diimbau untuk anggota jangan lengah dan membawa senjata dalam setiap aktivitasnya,” terangnya. 

Saat melakukan penjagaan, misalnya mengecek bawaan pengunjung diharuskan ada satu anggota lain yang bersenjata dan mengawasi situasi sekitar.

“Kalau sedang shalat itu juga harus ada yang berjaga bersenjata, laras panjang mungkin tidak perlu. Tapi, senjata laras pendek bisa dibawa. Lalu, ada juga yang berjaga dan gantian nantinya dalam beribadah,” ungkapnya. 

Untuk anggota yang tidak mendapatkan inventaris senjata api, maka bisa memberlakukan buddy system, anggota bersama-sama menjadi sebuah unit yang saling menjaga. Yang tidak membawa senjata itu harus bersama dengan anggota yang bersenjata. “Sehingga, anggota saling menjaga dan bisa menangkal bila adanya serangan mendadak,” tegasnya. 

Sementara Pengamat Terorisme Al Chaidar mengutarakan, penggunaan alat sehari-hari, seperti pisau, clurit dan sebagainya justru lebih menyulitkan untuk dideteksi. “Pisau bukan alat yang ilegal, tapi mampu untuk membunuh orang,” jelasnya. 

Bila dibanding dengan teroris yang merangkai bom, tentu lebih mudah untuk dideteksi. Bila ada pembelian bahan peledak, sudah bisa diduga kemungkinan besar untuk aksi teror. 

“Membuat bom juga perlu belajar hingga komunikasi untuk mendapatkan konsultasi. Dari situ bisa dideteksi. Tapi, kalau orang membeli pisau di pasar, siapa yang bisa mendeteksi,” ujarnya.

Walau begitu, dampak kerusakan penggunaan senjata taam itu memang tidak besar. Berbeda bila menggunakan bom. “Solusinya hanya kewaspadaan dari personil Polri,” ungkapnya. 

Yang lebih ironis, sebenarnya pemilihan lokasi teror yang dilakukan pelaku. Pelaku melakukan teror di sebuah masjid setelah shalat dan lokasinya dekat dengan Mabes Polri. “Ini sangat jelas memperburuk citra Islam,” terangnya. 

Dengan begitu, sudah saatnya setiap ulama berperan aktif untuk mencegah dan memerangi paham radikal semacam itu. Polri perlu menggandeng ulama untuk melakukan deradikalisasi besar-besaran terhadap paham radikal, terutama wahabi takfiri tersebut. “Jangan malah dimusuhi ini ulama. Mereka kunci untuk pencegahan paham radikalisme,” paparnya.

Sementara Ketua Pansus RUU Terorisme Mohammad Syafii meminta polisi mengusut tuntas kasus penusukan terhadap Brimob. “Apakah betul pelakunya jaringan ISIS,” kata dia saat dihubungi Jawa Pos (Grup Padang Ekspres), kemarin (1/7).

Jangan sampai, kata dia, polisi gampang menuduh orang menjadi bagian dari ISIS. “Nanti ada maling ayam, pencuri biasa dianggap ISIS,” tuturnya.

Jika pelaku penusukan itu dianggap sebagai jaringan teroris internasional, polisi harus membuktikan. “Kelompok yang mengatasnamakan Islam itu harus dibongkar dan ditangkap,” ucapnya. 

Terkait dengan dasar hukum dalam memberantas tindak pidana terorisme, menurut dia, undang-undang yang masih bisa digunakan dalam menangani kejahatan itu. Jadi, pembahasan RUU Terorisme tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mengusut tuntas masalah itu. 

Selama ini, kata dia, banyak pihak yang mendesak pansus untuk segera menyelesaikan pembahasan revisi undang-undang, karena aturan itu sangat penting. “Padahal undang-undang yang ada sudah cukup,” tuturnya lalu menyebut, seolah-olah kondisi sudah darurat terorisme.

Romo Syafii, sapaan akrab Mohammad Syafii menegaskan, pihaknya sudah bekerja keras membahas revisi undang-undang terorisme yang diajukan pemerintah. Dari 112 daftar inventarisasi masalah (DIM), sudah sekitar 70 yang dibahas.

Jadi, lanjutnya, tinggal 40-an yang perlu diselesaikan. Setelah libur lebaran, pihaknya akan kembali membahas perubahan undang-undang itu. Dia menargetkan pembahasan akan selesai pada akhir tahun ini. 

Dua Brimob Membaik

Kondisi dua anggota Brimob yang menjadi korban teror AKP Dede Suhatmi dan Briptu M Syaiful Bakhtiar terus membaik. Walau begitu, masih ada kemungkinan keduanya kembali menjalani operasi. Untuk menjaga keselamatan mereka penjagaan dilakukan dengan ketat. 

Sumber di RS Polri Kramat Jati mengungkapkan untuk menjaga keselamatan kedua Brimob tersebut tidak kurang dari 30 polisi berjaga di sekitar ruang perawatan keduanya. Polisi itu membawa senjata lengkap dalam penjagaan tersebut, sehingga walau suasana aman, namun cukup kaku. “Korban dijaga sekitar satu pleton,” ujar sumber tersebut.

Korban AKP Dede Suhatmi dan Briptu M Syaiful Bakhtiar itu dirawat di area para korban aksi terorisme. Seperti Bripda Yogi Aryo yang menjadi korban ledakan bom bunuh diri di Kampung Melayu. Antara kedua korban dengan Bripda Yogi Aryo dirawat di kamar yang tidak berjauhan di lantai tiga rumah sakit tersebut.

Para penjaga itu tidak hanya berjaga di dekat kamar. Tapi, juga melakukan patroli menyusuri setiap lorong rumah sakit tersebut. Bila ada orang yang masuk ke ruang perawatan area korban aksi teror, pemeriksaan badan dilakukan. Tidak sembarang orang bisa masuk ke ruang tersebut. “Saat memeriksa mereka masih bersenjata lengkap,” imbuh dia. 

Sementara itu Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, kondisi kedua anggota Brimob saat ini sudah cukup stabil pasca-operasi untuk menjahit luka di bagian wajah. Untuk AKP Dede Suhatmi luka pada pipi kanan sepanjang kurang lebih 15 cm tembus ke bibir bagian atas. 

“Untuk Briptu Syaiful luka pada bagian pipi kanan sedalam sepanjang 10 cm dan tembus ke pipi bagian dalam. Keduanya masih dalam perawatan, bisa jadi nanti dibutuhkan operasi kembali,” terang mantan Wakabaintelkam tersebut.

Keduanya saat ini menjalani perawatan yang intensif di Rumah Sakit Bhayangkara Polri Kramat Jati. Sebelumnya, keduanya ditangani di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). “Jumat malam lalu dipindah ke RS Kramat Jati untuk perawatan lebih,” ungkapnya. 

Dia berharap kesehatan kedua anggota Brimob itu bisa segera pulih. Sehingga, bisa menjalankan tugas kembali dan tidak dikhawatirkan keluarganya. “Doakan saja cepat sembuh ya,” paparnya ditemui di kantor Divhumas Mabes Polri kemarin. 

Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan menuturkan, kedua anggota Brimob yang mengalami luka tersebut mendapatkan jaminan dibiayai semua tindakan medis untuk kesembuhannya. “Biaya Dari Polri semua, sehingga tidak perlu memikirkan masalah itu,” jelasnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Semalam Puncak Arus Balik

Fenomena Reuni Alumni setelah Lebaran