in

Peran Ortu Penting saat Belajar Daring

Pro kontra belajar daring masih mencuat di tengah masyarakat yang tidak siap dengan pola pembelajaran ini. Namun sejumlah pengamat pendidikan menilai, siap tidak siap penggunaan teknologi dalam pembelajaran sudah sesuai tuntutan zaman. Kalau pun ada kendala di lapangan dituntut kreativitas guru agar siswa tetap bisa menyerap pelajaran dengan baik.

Belajar daring dinilai juga sangat cocok di masa pandemi virus korona (Covid-19). Pasalnya melalui sistem pembelajaran ini, proses belajar mengajar bisa tetap berjalan dan risiko tertular Covid-19 bisa diminimalisir.

Namun, agar pembelajaran daring ini bisa berjalan dengan baik, dibutuhkan koordinasi dan kerja sama antara siswa, guru, dan orangtua, serta instansi pendidikan.
Hal tersebut disampaikan pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Padang (UNP) Fitri Arsih kepada Padang Ekspres, kemarin (21/7).

Dia mengatakan, pendidikan harus aman dari dua sisi yakni psikis dan fisik. Secara fisik, jelasnya, pendidikan harus aman terhadap wabah pandemi Covid-19. Antisipasi yang harus dilakukan adalah mengurangi kontak dengan siapa pun atau meminimalisir pertemuan dan tatap muka di sekolah.

“Mau tidak mau pembelajaran daring memang harus dilakukan di masa pandemi ini. Namun memang tidak semua siap, baik itu siswa, guru, atau pun orangtua. Sekarang ini juga masih dalam fase adaptasi karena semua ini baru,” ungkapnya.

Meski demikian, kata alumnus program doktor Universitas Negeri Malang ini, sistem pembelajaran daring itu bermacam-macam. Yang lebih bagus memang menggunakan platform aplikasi tertentu seperti google classroom, edmodo, dan learning management system (LMS).

“Bisa juga yang sederhana misalnya melalui video. Videonya bukan video yang diambil di YouTube, tetapi video guru menjelaskan materi lalu dikirim ke siswa atau orangtua siswa, sehingga siswa bisa belajar melalui video tersebut,” terangnya.

Selain itu, guru juga bisa menggunakan dua pola pembelajaran daring, sinkronis dan asinkronis. Melalui pola sinkronis, meteri ajar yang diberikan guru harus dilihat oleh siswa langsung atau melalui orangtua siswa saat itu juga. Sebaliknya asinkronis bisa dilihat pada hari dan waktu kapan saja.

“Nah guru bisa menggunakan dua pola itu. Saat orangtua ada di rumah, bisa digunakan asinkronis sehingga guru dan siswa bisa langsung berinteraksi di dunia maya atau melalui aplikasi. Sebaliknya, guru bisa juga menggunakan pola sinkronis. Materi ajar dan tugas bisa dikerjakan dimana saja, di waktu kapan saja. Jadi, sebenarnya tergantung kreativitas guru,” katanya.

Menurut Fitri, pembelajaran daring yang menggunakan teknologi sebagai media utama, memang memiliki sisi negatif. Untuk itu membutuhkan pengendalian dan pengawasan dari orangtua.

“Bentuk pengawasannya, orangtua mendampingi dan ikut menjelaskan kembali materi yang diberikan guru kepada anak. Ketika anak mengerjakan tugas, orangtua ikut juga membimbing. Nah, peran orangtua sangat penting sekali dalam pembelajaran daring ini,” ujarnya.

Di sisi lain, jika memang ditemukan siswa atau orangtua siswa yang tidak memiliki HP sebagai alat utama pembelajaran daring, menurutnya, guru bisa menerapkan metode pembelajaran tradisional dengan memanfaatkan modul ajar.

Modul ajar ini merupakan sebuah media pembelajaran yang bisa dipelajari siswa tanpa adanya bimbingan guru. Berbeda dengan buku teks, di dalam modul itu lengkap berisi penjelasan dengan bahasa yang mudah dipahami siswa.

“Modul ini bisa dijemput oleh siswa atau orangtua siswa yang tidak punya HP ke sekolah, sehingga siswa bisa belajar di rumah. Nah, model pembelajaran menggunakan modul ini bisa diterapkan bagi sekolah-sekolah yang memang banyak siswa atau orangtua siswanya tidak memiliki HP,” sebutnya.

Meski pembelajaran melalui modul ini diterapkan, dikatakan Fitri, orangtua tetap harus mengawasi dan membimbing anak ketika belajar di rumah. “Selama ini kita kebablasan, seolah-olah pendidikan itu hanya tugas sekolah. Makanya dengan kondisi pembelajaran daring ini, orangtua kelabakan. Mereka berpendapat, pendidikan anak merupakan tanggung jawab guru. Padahal rumah tangga itu pendidikan dasar awal bagi anak,” tukas Fitri.

Sementara itu menurut Sosiolog dari Unand Indradin, masyarakat khususnya siswa, guru, dan orangtua belum siap dengan penerapan pembelajaran daring. Pasalnya, hal ini menyangkut kebiasaan.

“Pembelajaran daring merupakan hal yang baru sehingga siswa, guru, dan orangtua masih butuh adaptasi. Namun meskipun berat dan memiliki berbagai kendala, pembelajaran daring ini memang harus dibiasakan dan dilatih karena merupakan suatu tuntutan,” jelasnya.

Dia menambahkan, soal kepemilikan HP untuk pembelajaran daring, menurutnya sebagian merupakan kenyataan dan sebagian lagi alasan. “Android itu kan ada yang harganya murah, namun tidak menjadi prioritas. Yang diprioritaskan hal lain. Nah ini dijadikan alasan,” imbuhnya.

Indradin menuturkan, zaman sekarang sudah tuntutan bagi siswa untuk melek teknologi, terutama dalam hal pembelajaran. Jika orangtua tidak membiasakan anak untuk melek teknologi untuk belajar, akan menimbulkan efek gagap teknologi.

“Namun, peran orangtua sangat penting dalam mengawasi anak menggunakan teknologi untuk belajar. Agar siswa benar-benar fokus dan bisa memahami materi pembelajaran dan tugas yang diberikan guru,” katanya.

Menurutnya, instansi terkait mesti melakukan sosialisasi secara kontinu tentang pembelajaran daring agar siswa, guru, dan orangtua memahami dan menjadi terbiasa.
“Kita tidak tahu, kapan Covid-19 ini akan berakhir. Memprotes, mengeluhkan, atau menuntut soal pembelajaran daring ini bukan solusi yang baik. Menurut saya, solusi yang terbaik adalah membiasakan diri dengan kebiasaan baru ini,” tegas Indradin. (*)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Kepala LLDIKTI Wilayah X Serahkan SK Universitas Perintis Indonesia

16 film pendek anak Indonesia maju ke panggung dunia