JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 diperkirakan terkontraksi cukup dalam dan tumbuh negatif 3,4 persen karena dampak dari penanganan pandemi Covid-19, terutama kebijakan pemerintah dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang memaksa hampir semua aktivitas ekonomi lumpuh.
Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Andry Asmoro, dalam Media Gathering Economic Outlook Kuartal II-2020 di Jakarta, Rabu (17/6), mengatakan kinerja perekonomian nasional pada kuartal II tahun ini paling berat dibanding tiga kuartal lainnya tahun ini.
“Semua ekspektasi sama kuartal kedua yang paling berat. Kalau pemerintah minus 3,1 persen, kami sejak sebulan lalu membuat forecast akan terkoreksi minus 3,4 persen,” kata Andri.
Menurut dia, beberapa tantangan yang perlu diwaspadai bisa mengganggu perekonomian ke depan, yaitu risiko terjadinya gelombang kedua pandemi Covid-19, lalu banyaknya negara yang menerbitkan surat utang untuk membiayai pandemi serta stimulus untuk pemulihan ekonomi.
Dari eksternal, faktor geopolitik seperti ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok dan fluktuasi harga komoditas yang banyak dipengaruhi volatilitas harga minyak dunia.
Perekonomian Indonesia, jelas Andry, baru berpotensi pulih dan tumbuh positif pada kuartal IV-2020 dengan asumsi tidak terjadi gelombang kedua Covid-19.
“Kalau terjadi second wave, bisa saja pemulihan ekonomi domestiknya tidak lebih cepat dari kuartal IV,” ujarnya.
Potensi pertumbuhan itu bisa terealisasi asal selama penerapan normal baru atau new normal tetap mengutamakan protokol kesehatan yang ketat, sehingga mampu menggerakkan kembali perekonomian di beberapa sektor.
“Perekonomian berpeluang recovery (pulih) kalau protokolnya dilaksanakan dengan ketat dan tidak ada penerapan PSBB secara masif lagi,” katanya.
Teritori Positif
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, saat memaparkan APBN KiTa memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 akan minus 3,1 persen karena berbagai sektor penopang perekonomian, terutama konsumsi, investasi, dan ekspor tertekan cukup dalam pada periode April–Mei tahun ini, akibat kebijakan PSBB.
“Pada kuartal II akan ada kontraksi karena PSBB dilakukan dan memberi kontribusi ke pertumbuhan ekonomi yang besar,” kata Menkeu.
Jika proyeksi tersebut terealisasi, akan menjadi kali pertama ekonomi Indonesia masuk zona minus sejak kuartal I-1999 yang saat itu terkontraksi -6,13 persen. Kendati demikian, Menkeu berharap agar pemulihan ekonomi bisa terjadi pada dua kuartal berikutnya dan kembali ke teritori positif.
Pemerintah pun masih tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 di kisaran -0,4 persen hingga 2,3 persen.
“Kita berharap ekonomi mulai pulih pada kuartal ketiga, minimal tidak tumbuh minus agar terhindar dari resesi ekonomi,” kata Menkeu. Sebagai informasi, resesi ekonomi berarti satu kondisi di mana produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam setahun.
Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. n ers/uyo/E-9