» Ekonomi Indonesia triwulan III- 2020 diperkirakan berkontraksi 1,7 hingga 0,6 persen.
» Singapura layak dicontoh karena warganya inovatif memanfaatkan kegiatan konsumsi.
JAKARTA – Perekonomian nasional dipastikan akan masuk fase resesi pada triwulan (kuartal) III-2020 atau akhir September mendatang setelah pemerintah melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan pertumbuhan masih berkontraksi. Dengan kontraksi ekonomi berturut-turut dua kuartal, Indonesia menyusul negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina yang sudah mengalami resesi sejak kuartal II-2020.
Dengan perekonomian Indonesia yang didorong oleh konsumsi maka pemerintah seharusnya mengupayakan agar konsumsi masyarakat sifatnya lebih produktif yang bisa menciptakan multiplier effect terhadap perekonomian
Pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto mengatakan proyeksi ekonom Bank Mandiri tidak berbeda jauh dengan ramalan Bank Dunia yang memperkirakan ekonomi Indonesia tahun ini tidak tumbuh atau berada di level 0 persen. Penyebab utamanya adalah karena ekspor Indonesia lemah dan ekonomi bergantung pada konsumsi rumah tangga.
“Sebab utama resesi kita tidak sedalam negara tetangga adalah karena resiliensi (daya pegas) ekonomi Indonesia tidak selentur negara lain. Kalau jatuh tidak terlalu dalam, kalau naik juga tidak tinggi-tinggi amat. Ini karena pertumbuhan kita sifatnya consumption driven, bukan neraca perdagangan karena ekspor,” kata Wibisono.
Namun demikian, pemerintah jangan lengah, karena kalaupun nanti berbalik, keadaannya seperti sulit memanfaatkan peluang secara maksimal. Pertumbuhannya tidak akan terlalu tinggi. Sebab itu, pemerintah harus mendorong masyarakat agar konsumsinya bersifat produktif.
“Kita harus mencontoh Singapura yang warganya punya effort tinggi dan inovatif, sehingga bisa memanfaatkan kegiatan konsumsi agar lebih menghasilkan,” pungkasnya.
Salah satu upaya mengoptimalkan barang konsumsi menjadi kegiatan produktif jelasnya adalah dengan mendorong penjualan kendaraan baik mobil atau sepeda motor yang digunakan untuk usaha angkutan barang dan jasa, bukan untuk gaya-gayaan.
Sementara itu, kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, dalam sebuah diskusi secara daring di Jakarta, Kamis (24/9), mengatakan kendati Indonesia masuk resesi, namun tidak sedalam negara-negara tetangga.
“Resesi yang dialami oleh Indonesia tidak akan sedalam negara-negara sekawasan, seperti India, Filipina, Malaysia, Thailand, dan Singapura maupun negara-negara maju di kawasan Eropa dan AS,” kata Andry.
Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2020 masih berada pada teritori negatif, namun lebih baik dibanding dengan triwulan II-2020 yang berkontraksi 5,23 persen. Perbaikan itu seiring dengan pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Juni lalu. Secara keseluruhan, sepanjang tahun ini ekonomi diperkirakan berkontraksi 1 hingga 2 persen karena dampak Covid-19.
Akselerasi PEN
Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR, Dito Ganinduto, mengatakan dampak resesi ekonomi di Indonesia tidak akan berkepanjangan, asalkan pemerintah terus mengakselarasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terutama jaring pengaman sosial. “Apabila Indonesia resesi, kontraksi terhadap keseluruhan indikator perekonomian tidak berkepanjangan,” kata Dito.
Dia sendiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal III bisa mencapai minus 1,92 persen. Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2020 akan berada di minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen.
Menurut Dito, meski proyeksi pemerintah kembali minus di kuartal III-2020, namun lebih baik dibandingkan dengan realisasi pencapaian pada kuartal II yang terkontraksi 5,23 persen.
DPR tambahnya mendukung upaya pemerintah mendongkrak perekonomian melalui berbagai kebijakan penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi nasional. Dia juga meminta pemerintah memaksimalkan penyerapan belanja daerah.
Upaya pemerintah itu katanya akan berjalan jika masyarakat lebih memprioritaskan konsumsi barang dan jasa dari industri dalam negeri sehingga memulihkan produksi industri lokal.
n SB/E-9