JAKARTA – Anggota KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan kurangnya afirmasi perempuan mengikuti seleksi calon anggota KPU Kabupaten/Kota, karena kuatnya intervensi politik lokal yang sangat kuat.
Berdasarkan laporan dari beberapa anggota Timsel, konteks politik lokal membuat komitmen afirmasi perempuan menjadi terpinggirkan.
“Kita berada di ruang sosial politik, di mana intervensi politik lokal sangatlah kuat,” ujar Wahyu Setiawan, di Media Center KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (27/4).
Wahyu menilai ketika perempuan hadir dalam jumlah yang cukup dengan integritas dan kapasitas yang baik namun ketika dihadapkan dengan pertarungan politik lokal, maka komitmen afirmasi menjadi tersisihkan.
Hal itu terjadi karena adanya pertarungan kelompok dalam proses seleksi anggota KPU. Hal ini, lanjut Wahyu, karena minimnya pengawasan KPU sehingga afirmasi perempuan dalam rekrutmen Komisioner KPU Kabupaten/Kota belumlah efektif.
Ia menyatakan, dalam merekrut 115 Timsel KPU Kabupaten/ Kota, KPU Pusat selalu mengingatkan akan pentingnya afirmasi perempuan dalam rekrutmen sebagai Komisioner KPU Kabupate/Kota.
Namun, ungkap Wahyu, salah satu yang menyebabkan habisnya calon-calon perempuan sebagai Timsel KPU Kabupaten/ Kota adalah kurangnya afirmasi perempuan karena adanya intervensi politik.
Itu didasari dari watak perempuan yang enggan diajak kompromi dalam menentukan sesuatu, sehingga partai politik berusaha mengutamakan pria sebagai Timsel KPU Kabupaten/Kota agar mudah dilakukan intervensi.
Hal senada dikatakan Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI), Yuda Irlang. Ia berpendapat agar penyelenggara pemilu, khususnya KPU, dalam merekrut Komisioner KPU Kabupaten/ Kota diisi oleh orang yang pro terhadap perempuan ketika bertugas.
Bisa Dicabut
Menurut Yuda, afirmasi perempuan ini tidaklah berjalan selamanya dan secara otomatis bisa kapanpun dicabut apabila perempuan sudah bisa mengambil peran dalam mengambil setiap kebijakan politiknya sebanyak 30 persen.
Terkait minimnya afirmasi perempuan sebagai penyelenggara pemilu tersebut, pengamat Pemilu dari Perludem, Titi Anggraeni yang juga Anggota Timsel KPU Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan menyimpulkan, akan sangat baik apabila KPU memiliki database penyelenggara pemilu perempuan dari tingkat desa sampai nasional. rag/AR-3