Diposkan pada: 2 May 2018 ; 199 Views Kategori: Berita
Dengan pertimbangan dalam rangka kelancaran penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, serta untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja dan pengelolaan keuangan, pemerintah memandang perlu mengatur kembali organisasi serta sumber dan mekanisme pembiayaan operasional Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu dan Gas Bumi (SKK Migas).
Atas pertimbangan tersebut pada 17 April 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Dalam Perpres ini ditegaskan, penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sampai dengan diterbitkannya undang-undang baru di bidang minyak dan gas bumi sepanjang mengenai pengelolaan kegiatan usaha hulu berdasarkan kontrak kerja sama dilaksanakan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SKK Migas.
“Dalam rangka pengendalian, pengawasan, dan evaluasi terhadap pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi oleh SKK Migas, dibentuk Komisi Pengawas,” bunyi Pasal 2 ayat (2) Perpres ini.
Keanggotaan Komisi Pengawas, menurut Perpres ini, terdiri atas: a. Ketua: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM); b. Wakil Ketua: Menteri Keuangan (sebelumnya Wakil Menteri Keuangan bidang Anggaran, red); c. Anggota: 1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM); 3. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri); dan 4. Wakil Menteri ESDM. (Pada Perpres sebelumnya anggota hanya Kepala BKPM dan Wakil Menteri ESDM, red).
Dalam Perpres ini Komisi Pengawas mendapatkan tambahan tugas selain rincian tugas dalam Perpres sebelumnya, yaitu memberikan arahan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan internal dan menerima laporan hasil pengawasan internal SKK Migas.
Selain itu, dalam Perpres ini disebutkan, dalam melaksanakan tugasnya Komisi Pengawas dapat memiliki tenaga ahli paling banyak 5 (lima) orang, yang besaran honorariumnya ditetapkan Menteri setelah mendapatkan persetujuan prinsip dari Menteri Keuangan.
Masa Jabatan
Perpres ini juga merevisi Perpes sebelumnya mengenai masa jabatan Kepala SKK Migas. Jika pada Perpres sebelumnya tidak disebutkan berapa lama masa jabatan Kepala SKK Migas, maka dalam Perpres ini ditegaskan selama 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
“Dalam rangka peningkatan pelaksanaan fungsi dan tugas SKK Migas, Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari Komisi Pengawas dapat memberhentikan Kepala SKK Migas sebelum masa jabatannya berakhir,” bunyi Pasal 8 ayat (5) Perpres ini.
Sementara batas usia pensiun Wakil Kepala, Sekretaris, Pengawas Internal, dan para Deputi adalah 60 (enam puluh) tahun. Sedangkan batas usia pensiun pegawai SKK Migas, menurut Perpres ini, adalah 56 (lima puluh enam) tahun dan dapat diperpanjang hingga 58 (lima puluh delapan) tahun.
Perpres ini juga menghapus ketentuan mengenai biaya operasional dalam rangka pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, yang dalam Perpres sebelumnya disebutkan berasal dari jumlah tertentu dari bagian negara dari setiap usaha kegiatan hulu minyak dan gas bumi, yang diusulkan oleh Menteri untuk ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Menurut Perpres ini, biaya operasional yang diperlukan dalam pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi untuk tahun 2012, menggunakan sisa anggaran eks Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Tahun 2012.
Selanjutnya, menurut Perpres ini, biaya operasional SKK Migas dlakukan sesuai dengan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang diatur oleh Menteri Keuangan.
“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 18 April 2018 itu. (Pusdatin/ES)