Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi
Menjelang berputarnya kompetisi Liga II Indonesia 2019, klub sepak bola profesional Sriwijaya FC dirundung masalah hukum. Klub yang bermarkas di stadion Gelora Sriwijaya tersebut menghadapi gugatan mantan para pemainnya di Pengadilan Negeri (PN) Palembang. 28 Orang mantan pemain Sriwijaya FC musim kompetisi 2018 melayangkan gugatan kepada PT Sriwijaya Optimis Mandiri (SOM) sebagai perusahaan pemilik klub berjuluk Laskar Wong Kito.
Para pesepak bola tersebut melalui kuasa hukumnya Jannes H Silitonga, SH, dan Moh. Agus Riza Hufaida, SH mendaftarkan gugatannya pada 25 April 2019 ke PN Palembang dengan klasifikasi perkara perbuatan melawan hukum. Gugatan terdaftar dengan nomor perkara 86/Pdt.G/2019/PN Plg. Gugatan selain ditujukan pada PT Sriwijaya Optimis Mandiri cq Klub Sriwijaya FC, PT Liga Indonesia Baru, Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI).
Sidang perdana gugatan tersebut mulai disidangkan pada 12 Juni 2019. Isi petitum penggugat, dalam provisi memohon kepada majelis hukum menghukum tergugat I cq Klub Sriwijaya FC untuk dilarang mengikuti kompetisi dan/atau turnamen sepakbola profesional di Indonesia di level manapun juga pada saat kapanpun juga yang akan diselenggarakan oleh tergugat II qq tergugat III hingga tergugat I membayar dan melunasi seluruh hak-hak dari para penggugat sesuai dengan gugatan.
Juga menghukum tergugat II bersama-sama dengan tergugat III untuk tidak mengikutsertakan tergugat I cq Klub Sriwijaya FC dalam kompetisi dan/atau turnamen sepakbola profesional di Indonesia di level manapun juga pada saat kapan pun juga yang akan diselenggarakan oleh tergugat II dan/atau tergugat III hingga tergugat I membayar dan melunasi seluruh hak-hak dari para penggugat sesuai dengan gugatan ini.
Menghukum tergugat IV untuk tidak memberikan izin penyelenggaraan kompetisi dan/atau turnamen sepakbola profesional di Indonesia musim 2019 dan seterusnya kepada tergugat II dan/atau tergugat III jika tergugat I cq Klub Sriwijaya FC diikutsertakan dalam kompetisi tersebut; hingga tergugat I membayar dan melunasi seluruh hak-hak dari para penggugat sesuai dengan gugatan.
Dalam pokok perkara memohon majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya; menyatakan tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pelanggaran hak-hak perdata kepada para penggugat; menyatakan ikatan kerja Sriwijaya FC antara tergugat I dan para penggugat adalah sah dan mengikat.
Menghukum tergugat I untuk membayar seluruh kewajibannya kepada para penggugat sebesar Rp2.908.461.454 (dua milyar sembilan ratus delapan juta empat ratus enam puluh satu ribu empat ratus lima puluh empat rupiah) secara seketika dan sekaligus setelah putusan a quo berkekuatan hukum tetap.
Menghukum tergugat I untuk membayar kepada para penggugat seketika dan sekaligus bunga menurut undang-undang sebesar 6% (enam persen) pertahun X Rp2.908.461.454 X jumlah hari keterlambatan terhitung sejak tanggal 31 Desember 2018 sampai dengan putusan dalam perkara a quo telah berkekuatan hukum tetap.
Gugatan pemain sepak bola terhadap klub di Indonesia bukan suatu hal yang baru. Bergulirnya sengketa pemain dengan klub sebelumnya sudah pernah ada. Pada 2013 pesepak bola Bambang Pamungkas pernah menggugat klubnya Persija Jakarta ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Bambang Pamungkas bersama pemain Leo Saputra melalui kuasa hukumnya dari tim bantuan hukum Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) mendaftarkan gugatannya ke PN Jakpus pada 19 November 2013.
Gugatan perdata dua pemain tersebut dilayangkan ke PN Jakarta Pusat menyusul tidak ditemukannya penyelesaian permasalahan pembayaran kewajiban terhadap dua pesepak bola tersebut oleh klub Persija Jakarta atau PT Persija Jakarta melalui negosiasi. Persija Jakarta telah lebih dari satu tahun memiliki tunggakan beberapa bulan hak pendapatan beberapa pesepak bolanya, termasuk Bambang dan Leo.
Bagi Sriwijaya FC digugat mantan pemainnya bukan yang pertama. Pada 2013, Sriwijaya FC nyaris digugat ke pengadilan oleh lima pesepak bola yaitu Firman Utina, Achmad Jufriyanto, Nova Arianto, Muhammad Ridwan, dan Supardi bersama kuasa hukumnya dari Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI). Masalah yang digugatpun sama masalah gaji yang tertunda pada musim kompetisi 2011/ 2012 sebanyak dua bulan. Namun gugatan ini tak sampai bergulir ke pengadilan. Dalam masalah seperti ini ada juga pemain yang melaporkan masalahnya ke federasi internasional FIFA dan AFC.
Masalah tunggakan atau utang klub terhadap pemain atau pelatih bukan hal baru. Sejak liga sepak bola profesional bergulir di Indonesia masalah tunggakan gaji adalah masalah yang selalu muncul pada akhir kompetisi atau pada awal kompetisi. Walau pihak PSSI dan regulator sudah mengatur masalah pembayaran gaji pesepak bola namun masalahnya tetap saja muncul.
Perjanjian Pemain – Klub
Dalam dunia sepak bola profesional, ada perjanjian / kontrak kerja antara pemain dan manajemen klub. Ini merupakan hal yang wajib dilakukan. Perjanjian kerja ini mengatur hak dan kewajiban pemain maupun manajemen agar terjadi hubungan kerja yang baik sehingga tidak merugikan salah satu pihak.
Dalam prakteknya perjanjian kerja antara klub dengan pemain tidak semuanya berjalan dengan lancar. Masalah yang kerap muncul adalah pembayaran gaji/upah pemain yang terlambat dan bonus pemain yang telah diperjanjikan namun tak kunjung dibayarkan. Padahal para pemain tersebut sudah menjalankan kewajibannya, bekerja keras memberikan prestasi bagi klub yang dibelanya.
Sebaliknya ada pemain yang melakukan wanprestasi terhadap perjanjian/ kontrak kerja. Wanprestasi terhadap perjanjian atau kontrak kerja seperti, pemain tidak mengikuti pertandingan atau kompetisi, tanpa izin dari klub dan tanpa alasan yang jelas. Atau pemain terkena hukuman kartu merah atau dua kali kartu kuning dalam suatu pertandingan atau kompetisi yang diakibatkan tindakan yang dapat merugikan tim. Pemain tersebut selanjutnya akan dikenakan hukuman oleh Komisi disiplin PSSI.
Mekanisme kontrak kerja seorang pemain dengan klub biasanya diawali dengan tahap prakontrak saat klub membutuhkan pemain sebelum terjadi perjanjian/kontrak kerja. Kemudian dilakukan perjanjian/kontrak kerja dalam bentuk perjanjian tertulis dan baku yang berupa akta autentik yang berisi klausul-klausulnya rujukan dari regulasi PSSI. Dalam perjanjian/kontrak kerja tercantum ancaman hukuman san sesuai dengan azas kebebasan berkontrak seperti pada pasal 1320 dan 1338 ayat 1 KUH Perdata.
Dalam perjanjian/ kontrak kerja, hak dan kewajban para pihak dalam suatu perjanjian/kontrak kerja terdiri dari klub/ perusahaan pemilik klub sebagai pihak kesatu dan pemain sebagai pihak kedua dan agen pemain sebagai pihak ketiga (bagi pemain asing) untuk mengadakan atau membuat suatu perjanjian/ kontrak kerja.
Perjanjian/ kontrak kerja tersebut juga mengatur tentang pengakhiran kontrak, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penghentian kompetisi karena keadaan kahar (Force Majure).
Perjanjian/ kontrak kerja di Indonesia antara pekerja dengan perusahaan atau antara pesepak bola dengan manajemen klub dinaungi oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Terkait dengan masalah upah/ gaji pada pasal 95 Ayat 2 menyebutkan, “Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.”
Namun yang kerap terjadi, pemain yang seharusnya dapat menuntut haknya tersebut tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya bisa menunggu sampai upahnya dibayarkan entah kapan karena pemain ada rasa takut atau segan bermasalah dengan klub sementara kompetisi belum usai. Terhadap masalah tersebut perlindungan hukum bagi pemain yaitu melalui litigasi, non litigasi atau arbitrase dan pihak ketiga. Sementara penyelesaian wanprestasi bagi pemain yang mengalami penundaan pembayaran gaji dilakukan dengan cara negosiasi.⦿