ACEHTREND.CO,Banda Aceh – Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh angkat bicara terkait maraknya akun sosial media seperti Instagram, Facebook yang dengan sengaja mengunggah foto-foto sadis atau foto tak wajar saat terjadinya suatu peristiwa di Aceh.
Ketua PFI Aceh, Fendra Tryshanie, Selasa (31/10/2017) mengatakan, selama ini pihaknya melalui bidang advokasi dan komisi etik kerap mamantau arus informasi yang tersebar melalui akun-akun Instagram dan Facebook.
PFI Aceh mendapatkan, ada beberapa akun Instagram yang dengan sengaja mengunggah foto-foto sadis, seperti foto korban kecelakaan dan foto peristiwa pembunuhan.
“Foto-foto yang diunggah dan dishare itu terlihat begitu sadis dan tidak wajar, karena memperlihatkan korban yang berdarah-darah, ada juga foto jenazah tidak berbusana. Ini hemat kami sangat tidak wajar dipublis,” kata Fendra.
Oleh sebab itu, Fendra atas nama PFI Aceh mengimbau pengelola atau admin akun media sosial yang selama ini kerap memposting foto dimaksud, agar tidak lagi melakukannya.
“Ini bukan hanya untuk akun publik yang menyiarkan berita, tapi juga untuk akun-akun pribadi. Mari kita patuhi, mari cerdas dalam menggunakan sosial media,” sebut Fendra.
Fendra menambahkan, dengan fasilitas media sosial saat ini, ia tak menampik bahwa semua masyarakat mudah sekali menyebar informasi tanpa mengerti etika.
“Biasanya orang-orang yang berperilaku narsis dan psikopat senang dengan hal demikian. Hanya orang yang sehat secara psikologis tidak ikut-ikutan membagi-bagikan foto sadis tersebut,” sebut Fendra
Ia menambahkan, memang saat ini belum ada undang-undang yang mengatur secara spesifik soal foto-foto sadis atau tidak wajar yang diunggah ke media sosial. “Namun secara umum tertuang dalam UU ITE Pasal 27 ayat 3 tentang Pencemaran Nama Baik. Memang ini luas sekali, tapi di situ sudah mencakup persoalan foto-foto tak wajar tersebut,” katanya.
Jika ditinjau dari etika jurnalistik, sambung Fendra, mengunggah foto-foto sadis dan tak wajar jelas melanggar kode etik nomor empat. “Yaitu, wartawan Indonesia tidak menyiarkan iformasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila,” demikian Fendra Tryshanie. []