Sebanyak 101 daerah hari ini menggelar pemungutan suara. Sebanyak lebih 95 ribu Tempat Pemungutan Suara (TPS) disiapkan untuk menerima lebih 41 juta warga yang akan menggunakan hak pilih mereka. Untuk mendorong warga menggunakan hak pilihnya, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keppres libur nasional. Libur yang juga berlaku bagi daerah yang tidak menyelenggarakan pilkada.
Untuk menjaga pelaksanaan pilkada serentak ini, kepolisian menggerakkan lebih dari 200 ribu personil. Bila ditambahkan dengan bantuan personil dari TNI, Satpol PP dan Linmas, jumlahnya mencapai lebih 300 ribu personil. Sebagian besar dikerahkan untuk menjaga enam provinsi yang dianggap paling rawan, yakni; DKI Jakarta, Papua Barat, Aceh, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, serta Banten.
Dari keenam wilayah itu, kegaduhan akibat pilkada Jakarta telah terjadi sejak berbulan-bulan silam. Maklum, Ibu Kota negara, dianggap sebagai barometer prestasi politik. Hoax, hasutan, fitnah, berseliweran di dunia maya. Di dunia nyata, gugatan, klarifikasi, konperensi hingga mobilisasi massa jadi pandangan rutin di Jakarta. Bising di Ibu Kota, menyebar ke seluruh penjuru negeri.
Begitulah ketika kekuatan besar politi di negeri ini bertarung. Imbasnya kemana-mana, segala hal bisa dikaitkan dengan pertandingan politik. Itu sebab Bekas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui kicauan di Twitter kemarin menuding ucapan eks Ketua KPK Antasari Azhar tentang kasusnya dilakukan agar anaknya Agus Harimurti Yudhoyono kalah dalam pilkada. Kicau SBY lantas bersahut-sahutan membuat masa tenang pilkada malah makin riuh.
Hari yang dinanti telah tiba, bising sepatutnya segera usai. Pilkada serentak yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil tengah berlangsung. Apapun hasilnya kelak, terima dengan lapang dada. Siap menang, siap pula kalah. Tak puas, selesaikan melalui jalur hukum tanpa perlu mengerahkan massa.