Jumlah usaha budidaya ikan keramba jaring apung (KJA) yang beroperasi di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, makin tak terkendali dan terus meningkat. Rentang setahun, jumlah KJA yang beroperasi tercatat bertambah sebanyak 5.942 petak.
Pendataan yang dilakukan Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan (DPKP) Agam menemukan 23.359 petak jumlah keramba yang beroperasi saat ini. Jumlah ini meningkat drastis ketimbang tahun lalu yang terdata hanya sebanyak 17.417 petak.
“Hasil pendataan yang kita lakukan sejak Januari-Mei 2022, terhitung jumlah keramba 23.359 petak dengan pemilik 1.678 orang. Pendataan telah kita lakukan dengan cara by name by address atau dengan nama dan alamat ke lapangan, dilengkapi dokumen foto dan titik koordinat lokasi,” kata Kepala DPKP Agam, Rosva Deswira, kemarin.
Jumlah saat ini lanjutnya, berbeda jauh dengan hasil pendataan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2021. Kondisi pada Juni 2021 kata Rosva, jumlah KJA masih tercatat diangka 17.417 petak.
“Artinya telah terjadi peningkatan jumlah keramba yang beroperasi selama setahun terakhir. Kondisi ini tentu semakin jauh dari aturan daya tampung danau yang dibolehkan yakni 6 ribu petak,” tutur Rosva.
Menurutnya, KJA yang beroperasi saat ini hampir merata tersebar di nagari-nagari salingka danau. Jika merujuk pada Perda Kabupaten Agam No 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Kelestarian Kawasan Danau Maninjau, maka kelebihan yang harus diangkat hingga menjadi 6 ribu petak mencapai 17.359 unit.
Kendalanya saat ini kata dia, titik yang boleh dibuang dan titik yang boleh ada keramba serta zona wisata belum jelas. Menyusul pengelolaan danau Maninjau sudah kewenangan pusat, maka untuk kajian zonasi itu menjadi kewenangan pusat pula.
Ia menilai, salah satu solusi untuk mencegah adanya penambahan atau mengendalikan jumlah keramba, pemerintah pusat perlu mengeluarkan kebijakan moratorium. Pemkab Agam sendiri telah mengusulkan hal ini, namun belum mendapat jawaban dari pusat.
Upaya lain imbuhnya, pemerintah terus mendorong dan mencari formula peralihan usaha dari KJA ke budidaya ikan di darat. Mulai dari budidaya ikan gabus, lele, ikan nila dengan sistem bioflok hingga budidaya udang vaname air tawar.
Sebagaimana diketahui, danau Maninjau sudah ditetapkan sebagai danau prioritas nasional. Hal ini berdasarkan Perpres Nomor 60 Tahun 2021 dan termasuk dalam 15 danau prioritas nasional untuk diselamatkan melalui kegiatan revitalisasi secara terencana.
Pemerintah pusat telah menyusun strategi dan program melalui kewenangan pada lintas kementerian dan lembaga. Salah satu upaya penyelamatan danau Maninjau yang telah disusun programnya mulai dari penelitian, survei dan perhitungan pembiayaan.
Rencananya akan dilakukan pengerukan sendimen sisa pakan dan kotoran ikan yang selama berpuluh-puluh tahun mengendap di dasar danau.
Hasil penelitian dan perhitungan yang dilakukan telah dikemukakan dalam rapat koordinasi Tata Kelola Danau Maninjau sebagai destinasi pariwisata secara virtual bersama Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan pada Mei 2021 lalu. Di rapat ini disebutkan estimasi kebutuhan biaya pengerukan danau Maninjau mencapai Rp237 miliar.
Volume sedimen yang harus disedot sebesar 2.745.000 m3 dan direncanakan menggunakan alat Drag Flow Pump dengan kapasitas sebesar 1.000 m3 per jam dengan perkiraan pekerjaan lebih kurang selama 2.745 jam. (ptr)