in

Potret Rapuhnya Keluarga di Sumbar

Ribuan Rumah Tangga Kandas Tiap Tahun

Rumah tangga yang ideal, sakinah mawaddah wa rahmah, penuh ketenangan dan kasih sayang antara anggota keluarga merupakan dambaan setiap insan. Faktanya kadangkala keinginan ini sulit terwujud, bahkan tidak sedikit rumah tangga yang kemudian berujung pada perceraian.

Seorang guru di salah satu sekolah di Limapuluh Kota, tidak bisa lagi membendung keinginannya bercerai dengan sang suami yang telah memberikannya tiga anak. Keinginan untuk langgeng seumur hidup pun pupus sudah.

“Di masa-masa awal pernikahan seperti halnya pasangan baru, tentunya sangat mesra dan penuh kehangatan. Hingga pernikahan itu berjalan mulai sedikit terseok ketika mulai anak kedua dan ketiga lahir,” kata guru SD berusia 47 tahun itu dan meminta Padang Ekspres untuk tidak menuliskan namanya.

Petaka itu muncul kala suaminya hobi berjudi, seringkali pulang larut malam bahkan hingga pagi hari. Sementara penghasilan  hanya mengandalkan gaji sang istri sebagai aparatur sipil negara di salah satu SDN di Limapuluh Kota.

“Tidak itu saja, sang suami sering marah dan memaksa untuk meminta uang. Sementara anak-anaknya juga butuh uang untuk kebutuhan pendidikannya,” ucapnya. 

Ia mengatakan suaminya sendiri kadang ada berusaha atau bekerja. Namun seringkali tidak membawa hasil. “Sebenarnya, jika tidak bekerjapun tidak masalah. Hanya saja kebiasaan menghabiskan  uang berjudi itulah yang membuat hati perih. Ditambah lagi memaksa hingga melakukan  kekerasan,” keluhnya.

Bertahan untuk tidak mengatakan hal itu kepada pihak keluarga, namun akhirnya sang guru ini tidak sanggup juga memendam persoalan rumah tangganya. “Disitulah  pihak keluarga menyarankan untuk berpisah dulu sementara,” ucap guru itu.

Sebenarnya dirinya masih ingin tetap mempertahankan keutuhan keluarga, bersama-sama membesarkan anak-anak. “Namun sepertinya sangat tidak mungkin untuk terus dipertahankan lagi, karena persoalannya sudah kompleks,” sebut guru berusia 47 tahun ini.

Berbeda dengan kasus lainnya, sebut saja, Prahara, 45, salah seorang ibu rumah tangga di Limapuluh Kota. Persoalan hanya dipicu tempat yang berdampingan dengan mertua. Ketidak cocokan suami dengan keluarganya menjadi penyebab perceraian.

“Sebenarnya banyak persoalan yang terjadi sebelumnya, namun akhir-akhir ini antara suami dan orang tuanya tidak cocok. Bahkan sempat membentak, perkataan kasar juga membuat saya tersinggung,” ungkap Prahara.

Nasib serupa juga dialami Diana, 34, warga Talu Kecamatan Talamau, Pasaman Barat. Dirinya mengaku sudah bercerai dengan suaminya sejak enam tahun lalu. Berakhirnya biduk rumah tangga mereka karena faktor ekonomi dan perselingkuhan.

“Kami sering bertengkar juga ada faktor ekonomi, sehingga suami saya kawin lagi dengan cara nikah siri dengan perempuan lain. Saat ini saya menyelesaikan surat perceraian saya,” katanya.

Fenomena perceraian ini di Sumbar mengalami tren peningkatan. Berdasar data Kementerian Agama Wilayah Sumbar, sebanyak 18.270 perceraian dari 2013 hingga 2015. Kota Padang masih mendominasi tingkat perceraian di Sumbar.

Untuk Kota Payakumbuh, 425 orang istri mengajukan cerai gugat di Pengadilan Agama (PA) Payakumbuh sejak awal tahun 2016 ini. Sementara dari suami tercatat sebanyak 163 pengajuan cerai talak dengan total perkara sebanyak 588 perkara perceraian terhitung hingga 8 Desember. 

“Tercatat sebanyak 44 perkara  perceraian di kalangan aparatur sipil negara. Kita di PA Payakumbuh menyarankan setiap persoalan yang masuk untuk dilakukan pembinaan oleh instansi tempat masing-masing suami atau istri yang menajukan cerai gugat atau cerai talak,” kata Ketua Pengadilan Agama
Payakumbuh, Lazuarman didampingi Humas PA, Roli Wilpa, Jumat (8/12).

Sebanyak 85 perkara penyebabnya hanya  ditinggal salah satu pasangan, dihukum penjara sebanyak 10 perkara, kekerasan dalam  rumah tangga (KDRT) sebanyak 37 perkara,  perselisihan terus menerus sebanyak 207 perkara, persoalan ekonomi sebanyak 150 perkara dan penyebab lainnya 99 perkara.

Penyebab perceraian, kata Ketua Pengadilan Agama, istri atau suami meninggalkan salah satu pihak tanpa  kabar berita, kekerasan  dalam rumah tangga, perselisihan secara terus menerus dan perkara ekonomi, ditinggal pasangan  akibat menjalani hukum pidana penjara, serta sebab-sebab lainnya.

“Faktor ekonomi lebih banyak menjadi alasan perceraian keluarga. Pemenuhan ekonomi yang timpang dan sulit biasanya menjadi penyebab banyak persoalan. Penghasilan istri yang lebih besar ketimbang suami, suami hanya mengandalkan gaji isterinya yang  ASN tanpa berusaha menafkahi istri, dan campur tangan pihak ketiga hingga perselingkuhan,” ucap Roli. 

Untuk pembinaan perkawinan, kata Roli Wilpa, PA

Payakumbuh berharap pada pihak keluarga terutama di Minangkabau dengan sistem adat istiadatnya yang khas dengan adanya ninik mamak.

“Peran niniak mamak itulah  yang kita butuhkan untuk  bisa menjadi penasihat dan pembina keluarga kemenakannya. Sehingga setiap persoalan perceraian bisa kembali digiring menuju rujuk, bukan berpisah,” tuturnya.

Di Sijunjung, kasus perceraian cenderung menurun. Pada tahun 2015, PA kabupaten Sijunjung menangani 474 kasus perceraian, sementara di tahun ini, hingga awal Desember, baru sekitar 403 kasus perceraian.

“Ini cenderung menurun dibanding tahun lalu yang mencapai 474 kasus,” kata Wakil Panitera Pengadilan Agama Sijunjung, Nasril, kemarin (2/12).

Setiap tahunnya, kata dia, angka perceraian terus mengalami penurunan. Jika disbanding 2014 dan 2015, turun sekitar 3 persen. Dari jumlah tersebut, umumnya gugatan perceraian dilakukan oleh pihak perempuan terhadap pihak laki-laki.

“Jika dibandingkan persentasenya sekitar 65 persen gugatan dilakukan pihak istri kepada suaminya,” ucapnya. Ia menyebutkan, dari pengaduan yang masuk pada umumnya pihak penggugat menyatakan keluhan karena pihak laki-laki yang tidak bertanggung jawab terhadap keluarga.

“Faktor tidak bertanggung jawab ini paling dominan, mencapai 50 persen, sisanya faktor perselingkuhan yang mencapai 20 persen, dan ketidakharmonisan rumah tangga, serta faktor lainnya,” sebutnya.

Sementara dari 403 perkara yang masuk, dia mengatakan, umumnya diajukan oleh masyarakat umum. Sedangkan di kalangan pegawai negeri sipil (PNS) sendiri tidak terlalu besar.

“Dari kalangan ASN, gugatan dilatarbelakangi berbagai faktor, antara tidak bertanggung jawab dengan akibat faktor pihak ketiga, seperti faktor keluarga dan perselingkuhan agak berimbang,” tuturnya.

Kasus perceraian di PA Sijunjung, terdapat satu kasus yang sedikit berbeda di tahun ini. Yakni kasus gugutan suami terhadap istrinya yang sudah bersuami lagi (Poliandri, red).

“Kita menangani satu buah kasus unik, dimana sang suami menggugat istrinya yang ternyata sudah bersuami lagi disaat ditinggalkannya merantau, namun karena sudah terlanjur menikah. Sang istri lebih memilih suami keduanya, karena suami pertama yang bersangkutan sudah lama meninggalkannya untuk merantau,” sebut Naril. 

Sementara dii Kabupaten Pasbar tiga tahun belakangan ini cukup tinggi. Pasalnya, tahun 2016 ini saja ada sekitar 501 perkara cerai. Lalu pada tahun 2015 naik sekitar 556 perkara sedangkan tahun 2014 ada sekitar 500 perkara.

“Tahun 2016 itu masih ada yang menjalani proses sidang cerai sekitar 10 perkara lagi. Umumnya kasus cerai itu dinominasi masyarakat umum,” kata Ketua Pengadilan Agama Pasbar Ma’rifah didampingi, Panitera Masdi,  Wakil Panitera Bustami dan petugas Alwa. 

Selain dari kalangan umum perceraian dikalangan pegawai negeri sipil (PNS) juga begitu, yang mana ditahun 2016 ini sebanyak 16 orang kasus meningkat dari tahun lalu.

“Ada yang sudah pensiunan becerai, dengan kasus suami yang pensiunan ini main perempuan, sedangkan istrinya PNS tetapi masih aktif belum pensiun,” katanya.

Menyikapi perceraian di kalangan PNS, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Pasbar, Marwazi, mengatakan selain kasus ranah hukum akibat korupsi dan lainnya, ada juga yang bermasalah rumah tangga yang berujung perceraian.

Untuk kasus cerai yang masuk datanya ke BKD Pasbar yakni pada tahun lalu sebanyak 22 orang dan hingga bulan ini tahun 2016 ada sebanyak 13 orang. Mereka yang cerai itu rata-rata guru dan pegawai di lingkungan Pemkab Pasbar. 

“Sebenarnya setiap ASN yang bermasalah itu sudah dilakukan pembinaan di bidang disiplin. Artinya sebelum masuk ke ranah persidangan terlebih dulu dilakukan pembinaan dengan memanggil kedua belah pihak. Selanjutnya kalau tidak ada solusi terbaik, baru dilanjutkan ke persidangan sesuai dengan permintaan pegawai yang bersangkutan,” ucapnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Maulid dan Rahmat Akhlak

Inilah PP Tentang Organisasi Kemasyarakatan Yang Didirikan WNA di Indonesia