UU Cipta Kerja I Unjuk Rasa Lebih Banyak Dipicu Beredarnya Informasi yang Tidak Benar
» Kebutuhan lapangan kerja terus meningkat karena 2,9 generasi muda masuk pasar kerja.
» UU Cipta Kerja melemahkan mafioso, malaadministrasi, korupsi, dan suap, serta rent-seeking.
JAKARTA – Presiden Joko Widodo, pada Jumat (9/10), mempersilakan pihak-pihak yang tidak puas dan menolak Undang-Undang Cipta Kerja untuk mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi sesuai dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku.
“Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi, kalau masih ada yang tidak puas dan menolak, silakan diajukan uji materi ke MK,” tegas Presiden.
Hal itu disampaikan Presiden menyikapi aksi demonstrasi di beberapa kota di Tanah Air yang berlangsung pada Rabu hingga Kamis (7–8) Oktober 2020. Aksi yang berlangsung anarkis tersebut sebagai protes atas pengesahan UU Cipta Kerja di DPR, pekan lalu.
Menurut Kepala Negara, unjuk rasa yang berlangsung lebih banyak dipicu oleh beredarnya informasi yang tidak benar (hoaks), sehingga menyebabkan beberapa kelompok terprovokasi.
“Saya melihat unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi disinformasi mengenai substansi undang-undang ini dan hoaks di media sosial,” jelas Presiden.
Kesalahan informasi tersebut, seperti adanya penghapusan Upah Minimum Regional (UMR), baik di tingkat provinsi, kabupaten, maupun sektoral provinsi dalam UU tersebut.
“Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut penghapusan UMP (Upah Minimuh Provinsi), UMK (Upah Minimum Kabupaten), UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi). Hal ini tidak benar karena pada faktanya, Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada,” jelas Jokowi.
Bahkan, ada juga yang menyebutkan upah minimum dihitung per jam, juga dibantah Presiden. “Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil,” tegas Presiden.
UU Cipta Kerja, kata Presiden, sangat dibutuhkan saat ini, setidaknya untuk tiga alasan yang mendesak. Pertama, untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas. Kedua, memberikan kemudahan berusaha bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Terakhir, mendukung pemberantasan korupsi, sebab Omnibus law menyederhanakan, memangkas, dan mengintegrasikan secara elektronik agar pungli hilang.
Di sisi lain, kata Jokowi, kebutuhan lapangan kerja masyarakat terus meningkat. Setiap tahun, 2,9 juta generasi muda siap masuk ke pasar kerja, ditambah dengan pengangguran yang naik karena dampak Covid-19.
“Terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak Covid-19. Sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, 39 persen berpendidikan sekolah dasar sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya,” kata Presiden.
“Pemerintah yakin melalui UU ini, jutaan pekerja akan memperbaiki kehidupannya dan penghidupan bagi keluarga mereka,” kata Kepala Negara.
Mengincar Mafia
Secara terpisah, Pakar Hukum dari Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita, mengatakan omnibus Law UU Cipta Kerja bukan untuk menyengsarakan rakyat, melainkan mengincar mafia-mafia yang tidak bertanggung jawab.
“Oleh pihak yang kontra, UU Cipta Kerja dianggap telah melemahkan dan menyengsarakan rakyat, tetapi UU ini justru melemahkan dan menyengsarakan mafioso, malaadministrasi, korupsi, dan suap, serta perilaku rent-seeking,” tegas Romli.
Dia pun mengimbau masyarakat yang menolak terhadap “undang-undang sapu jagat” itu agar menempuh jalur konstitusional. “Tempuh jalur konstitusional jika kita adalah warga negara yang taat hukum, termasuk pakar-pakar hukum,” kata Romli.
Pemerintah, tambahnya, harus gencar melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak yang terkait langsung, sehingga bisa lebih memahami maksud dan tujuan dari produk legislasi itu.
Berpengaruh Positif
Sementara itu, perusahaan keuangan global, JP Morgan yakin UU Cipta Kerja akan berpengaruh positif bagi pasar ekuitas Indonesia dan dapat menghasilkan reli taktis jangka pendek, yang didorong oleh sentimen dan berpotensi mengurangi tekanan arus keluar dana asing. Target IHSG mungkin akan tercapai lebih cepat dari yang diperkirakan.
Meskipun demikian, untuk melihat pasar melampaui level itu, kasus Covid-19 harus turun terlebih dahulu dan ekonomi perlu dibuka kembali dari penguncian parsial saat ini.
JP Morgan berpendapat, uang pesangon dalam UU Cipta Kerja sebanyak 19-25 kali upah per bulan dianggap sangat tinggi dibandingkan dengan ketentuan di negara Asia lainnya, yang tengah bersaing menjadi tujuan rantai pasokan manufaktur.
Peraturan tentang pesangon di UU Cipta Kerja ini dikhawatirkan tidak menjadi insentif yang cukup untuk mendorong relokasi perusahaan besar. Kemungkinan malah menambah lebih banyak beban fiskal kepada pemerintah dengan mensubsidi 6 bulan paket pesangon.
Menurut JP Morgan, realisasi eksekusi Foreign Direct Investment (FDI, investasi asing langsung) pasca pengesahan UU Cipta Kerja akan berat karena dampak Covid-19 dan resesi ekonomi global.
Tidak Dihapus
Sementara itu, Koordinator Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Gabungan Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Indonesia, Koalisi Nasional Serikat Pekerja Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Mandiri, Tri Sasono, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (9/10), mengatakan telah mempelajari pasal demi pasal UU tersebut, terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan kaum pekerja.
“Peraturan terkait upah minimum pekerja tidak dihapuskan, tetapi perhitungannya tetap mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pendapatan pekerja yang diterima tidak akan turun sama sekali,” kata Tri.
Begitu pun hak-hak pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja tetap mendapat pesangon dan mendapat tambahan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
“Buruh korban PHK juga mendapatkan fasilitas peningkatan kompetensi atau up skilling serta diberikan akses ke pekerjaan baru dari pemerintah,” katanya. n ola/SB/E-9