PADEK.CO– Pameran Manuskrip/Naskah Kuno Minangkabau telah dibuka Jumat 13 Oktber 2023, lalu di Payakumbuh. Pameran dengan tema “Memajang Memori Bangsa: Menuju Ingatan Kolektif Dunia” ini menampilkan puluhan koleksi berharga manuskrip kuno Minangkabau.
Digelar di GOR M Yamin pameran yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan di Intangible Heritage Festival (ICHF) 2023 ini akan berlangsung hingga 17 Oktober mendatang.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah III Sumbar, Undri, mengatakan pameran ini adalah upaya menginformasikan tentang khazanah masa lalu masyarakat yang termaktub dalam naskah-naskah kuno tersebut.
“Sebab dalam naskah kuno terkandung kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat, seperti pengetahuan tentang pengobatan tradisional, cuaca, dan lainnya,” katanya saat diwawancara media.
Koleksi manuskrip yang dipamerkan berasal dari berbagai wilayah di Minangkabau, umumnya dari Surau-surau tua. Seperti Surau Latiah di Solok; Surau Paseban di Padang; Surau Said Bonjol di Pasaman; Surau Tuo Taram; hingga Surau Simaung di Sijunjung.
Sebagiannya lagi merupakan koleksi yang selama ini tersimpan di rumah-rumah warga, di situs sejarah Rumah Mande Rabiah, atau di Museum Adityawarman.
Ditulis pada abad 18-19, manuskrip-manuskrip tersebut disajikan dan dalam bahasa arab melayu, oleh para ulama atau Syekh, baik yang berasal dari Minangkabau maupun ulama dari Madinah yang datang ke Minangkabau untuk menyebarkan Islam.
Sebut saja misalnya Syekh Husain bin Muhammad atau Syekh Sialahan di Solok, Syekh Paseban di Padang. Ulama-ulama asal Aceh seperti Syekh Samsuddin dan Syekh Abdurrauf. Serta Syekh Ibrahim Mufti, ulama asal Madinah yang mengembangkan Surau Tuo Taram.
Pramono dari Surau Intelectual for Conservastion (Suri) mengatakan pameran ini antara lain bertujuan untuk mengenalkan kekayaan intelektual Minangkabau di masa lalu yang terekam dalam manuskrip-manuskrip tersebut.
“Khazanah kekayaan intelektual kita di masa lalu, terekam dalam ribuan manuskrip. Ini baru sebagian yang dipamerkan. Setiap surau di masa lalu, punya kepustakaan sesuai kecenderungan keilmuan masing-masing surau,” katanya saat diwawancara di GOR M Yamin, Jumat, 13 Oktober 2023.
Filolog yang juga akademisi di FIB Unand itu menjelaskan lebih jauh bahwa pameran ini juga bertujuan untuk mengangkat pengetahuan lokal yang terekam dalam berbagai manuskrip tersebut.
“Pengetahuan-pengetahun lokal tersebut masih relevan dengan kondisi hari ini. Misalnya pengetahuan tentang mitigasi gempa, obat-obatan, atau kuliner,” imbuhnya. “Kita ingin masyarakat dan semua pihak terkait, menyadari arti penting manuskrip-manuskrip tersebut”.
Untuk pameran ini, Dinas Kebudayaan Sumbar berkolaborasi banyak pihak mulai dari BPK Wilayah III Sumbar, hingga Surau Intelectual for Conservation (Suri) yang banyak melakukan penyelamatan dan digitalisasi manuskrip Minangkabau.
BPK Wilayah III Sumbar sendiri menyatakan keterlibatan Suri sesuai dengan tugas dan fungsi lembaganya sebagai fasilitator kepada komunitas yang bergerak dalam bidang konservasi terhadap naskah naskah yang ada di Sumatera Barat.
Secara isi, manuskrip-manuskrip tersebut sangat beragam. Mulai dari kitab fiqih, tasawuf, nahi, saraf, mantik, dan maani. Ada pula yang berisi ilmu tajwid, seperti idgham, iqlabm dll. Yang berisi salawat kepada Muhammad serta zikir, tawasuf falsafi, hingga yang berisi kuliner.
Manuskrip-manuskrip tersebut juga beragam secara bentuk dan penyajian. Sebagian manuskrip berupa kitab, sebagian lagi berupa azimat, ijazah, serta nazam atau syair. Ada pula yang berupa surat.
Iluminisasi atau ragam hias yang ada di beberapa manuskrip juga ikut dipamerkan. Iluminasi ini merupakan karya seni tersendiri yang mengandung arti tertentu. Tiap wilayah punya ciri iluminasi masing-masing.
Menuju Naskah Tuanku Imam Bonjol Sebagai Memory of the World
Tak hanya memajang dan memamerkan manuskrip-manunskrip kuno, pameran tersebut juga diisi oleh diskusi bertajuk “Apa kabar Naskah Tuanku Imam-Restropeksi Pengusulan Memori Kolektif Dunia”.
Memang salah satu manuskrip yang dipamerkan adalan Naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol atau Naskah TIB. Naskah yang ditulis pada abad ke-19 itu kini telah ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Nasional oleh Perpustakaan Nasional Indonesia, dan tengah diajukan menjadi Memory of the World ke Unesco.
Seperti yang dikemukakan Undri, “khusus untuk Naskah Tuanku Imam Bonjol, diskusi di pameran ini adalah langkah guna mendorongnya menjadi Ingatan Kolektif Dunia.”
Diskusi tersebut membahas persoalan di atas. Juga akan dibahas kemungkinan untuk mengajukan kumpulan koleksi manuskrip Minangkabau sebagai Ingatan Kolektif Nasional dan kemudian diajukan sebagai Memory of the World.
Diskusi tersebut akan berlangsung hari ini, Minggu, 15 Oktober 2023, jam 10 pagi di GOR M Yamin.
Naskah TIB mencerminkan pandangan Tuanku Imam Bonjol tentang perdamaian dan kesetaraan yang lebih utama dibanding peperangan. Naskah TIB pernah hilang selama 20 tahun, setelah ditranslasikan oleh Safnir Abu Naim dan diterbitkan pada 2004. Baru ditemukan lagi pada 2014. (*)