Penertiban Aset PT KAI di Stasiun Bukittinggi Tuntas
Polemik pembongkaran ratusan rumah dan ruko milik warga di kawasan Stasiun Bukittinggi, kemarin (5/12), berakhir. Hanya menyisakan sebuah masjid dan MDA, serta lima petak toko yang tercatat sebagai aset TNI.
Berbeda dengan sehari sebelumnya yang sempat diwarnai penolakan dan kericuhan, proses pembongkaran kemarin berjalan aman dan terkendali. Warga terlihat pasrah menyaksikan bangunan rumah dan rukonya dirobohkan menggunakan ekskavator.
Tenggat waktu 1×24 jam yang diberikan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Persero sehari sebelumnya, benar-benar dimanfaatkan warga.
Barang-barang berharga yang bisa diselamatkan termasuk atap dan lainnya, dibongkar dan dievakuasi warga ke tempat aman.
Seperti diketahui, Senin (4/11) lalu, Kepala PT KAI Divre II Sumbar, Sulthon menyebutkan, pihaknya sepakat memberi tenggat waktu 1×24 jam guna menghormati anggota DPRD setempat dan warga yang sudah menandatangi surat pernyataan. Dengan begitu, warga bisa lebih leluasa membongkar barang-barang yang bisa dimanfaatkan dari rumah atau rukonya.
Pembongkaran menggunakan alat berat itu, dimulai sejak pukul 13.30 dan berakhir pukul 18.00. Pantauan Padang Ekspres di lokasi, seluruh rumah dan tempat usaha milik warga sudah rata dengan tanah. Kecuali sebuah masjid dan MDA, serta lima petak toko yang diklaim tercatat sebagai aset TNI.
Toko Bangunan (TB) Dagang Penyalur menjadi bangunan terakhir yang dibongkar petugas. ”Kami sudah pasrah pak. Sudah tidak ada yang bisa dilakukan. Empat karyawan kami istirahatkan dulu sementara. Sepertinya tidak akan berdagang lagi, karena biaya sewa ruko di Bukittinggi sangat mahal. Anak saya lima orang juga masih usia sekolah,” ujar Yanti, salah seorang pengguna aset PT KAI saat menyaksikan puing-puing warung nasi goreng miliknya rata dengan tanah.
Diwawancara terpisah, Kepala PTKAI Divisi Regional II Sumbar, Sulthon mengatakan, penertiban sudah berjalan baik dan tertib. Setelah bangunan dirobohkan, tanah kosong tersebut akan dipagar sekeliling. Namun jika ada warga yang ingin mengambil sisa bahan bangunan miliknya, PT KAI mempersilakan dengan menyediakan satu pintu khusus.
Ketika ditanyakan jika masih ada warga yang ingin meminta ganti rugi, secara tegas Sulthon menolak. Dia beralasan, warga sudah berikan waktu sepuluh bulan. ”Kan sudah diberikan waktunya untuk urusan itu. Sudah sepuluh bulan pula disosialisasikan. Jadi, untuk itu kita sudah selesai ya,” jelas Sulthon.
Terkait lima petak toko yang ditunda pembongkarannya, menurut Sulthon, lahan itu tercatat sebagai aset TNI. Kini, pihaknya masih menunggu surat dari Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad).
”Untuk sementara pembongkarannya menunggu surat dari Kasad TNI AD. Prinsipnya, mereka akan melimpahkan ke PT KAI untuk dikelola. Hanya menunggu kertas serah terima hitam di atas putih saja,” kata Sulthon.
Dalam kesempatan itu, Sulthon mengucapkan terima kasih kepada Kapolres Bukittinggi beserta jajaran dan instansi terkait, atas kelancaran pembongkaran yang berlangsung aman dan terkendali itu.
Terpisah, Kasdim 0304/Agam, Mayor TNI Indra Jaya saat ditemui di sela-sela pengamanan pembongkaran menjelaskan, lima petak toko itu sebelumnya dipergunakan untuk Koperasi TNI, kemudian dikontrakan kepada pihak ketiga.
”Sedangkan kepemilikan lahan itu di satu sisi terdaftar sebagai aset PT KAI. Namun, di sisi lain lahan itu juga teregistrasi sebagai aset TNI. Semua itu sudah kita laporkan ke atasan, saat ini kita masih menunggu informasi itu dari atasan,” tegasnya.
Sementara itu, Kapolres Bukittinggi AKBP Arly Jembar Jumhana mengatakan, proses pembongkaran selama dua hari itu berjalan lancar dan terkendali, anggota bekerja sesuai prosedur. ”Kita mengapresiasi warga Stasiun yang kooperatif dan tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan kerugian. Selanjutnya, kita akan kawal pemagaran, yang dilakukan pihak PT KAI,” ungkap Arly.
Sekadar diketahui, polemik rencana pembongkaran aset PT KAI di Stasiun Bukittinggi ini, sudah berjalan hampir setahun terakhir. Bahkan, PT KAI sendiri sudah berulang kali menunda pembongkaran. Menyusul, gencarnya penolakan oleh warga penghuni kawasan tersebut.
Selain DPRD dan Wali Kota Bukittinggi, penyewa resmi berjumlah 106 orang plus didukung sejumlah LSM, juga meminta dukungan kepada anggota DPD RI dan DPR RI. Namun, perjuangan itu mentok. PT KAI selaku pemilik aset tetap melakukan pembongkaran.
Sulthon selaku Kepala PTKAI Divisi Regional II Sumbar, menyayangkan sosialisasi dan SP3 yang sudah jauh-jauh hari diberikan untuk permintaan pengosongan area itu tidak diindahkan warga. Diakuinya, jumlah debitur yang mengontrak ke PT KAI ada 106 orang. Namun, ada yang disewakan ke orang lain. Hal ini, menurut dia, melanggar perjanjian.
”Kesepakatan (sewa menyewa, red) itu, diikat kontrak yang salah satu isinya sewaktu-waktu negara dalam hal ini PT KAI atau pihak kementerian butuh, mereka harus kembalikan lahan,” jelasnya. Biaya sewa untuk bangunan semi permanen Rp 200 ribu per meter, untuk bangunan permanen Rp 250 ribu per meter.
Sulthon juga membenarkan pihaknya sudah membuat MoU dengan PT Patrajasa yang akan melakukan pembangunan di area ini dengan catatan tidak mengesampingkan reaktivasi jalur kereta api. ”Ini memungkinkan konsepnya seperti kota kecil, terintegrasi sarana transportasi dan fasilitas pendukung untuk pariwisata yang merupakan pamor Bukittinggi.
Ini inisiatif dari Menteri BUMN yang menawarkan apa yang bisa dilakukan BUMN untuk daerah. Penertiban sementara di Bukittinggi prioritasnya di area stasiun yang luas lahannya 4,1 hektare,” pungkasnya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.