in

Rawan Soal Digandakan di Sekolah

Besok, USBN SMA Diadakan, Pembuatan Dadakan, Kualitas Meragukan

Namanya saja berstandar nasional. Namun kualitasnya meragukan. Itulah gambaran pelaksanaan ujian sekolah berstandar nasional (USBN) perdana tahun ini.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengatakan ada banyak indikator bahwa penyelenggaraan USBN terkesan “kejar tayang”.

“Saya kumpulkan pengaduan dari anggota-anggota IGI di berbagai daerah,” katanya saat dihubungi kemarin (18/3).

Dia mencontohkan untuk ujian yang begitu penting, karena jadi penentu kelulusan siswa, soal ujian baru rampung dan diserahkan ke sekolah lima hari jelang pelaksanaan USBN.

Kemudian softcopy master soal itu dicetak sendiri oleh para wakil kepala sekolah bidang kurikulum. Sejatinya jika waktu penyerahan master soal ujian agak lama, ada waktu untuk dicetak di percetakan khusus.

Dia lantas menjelaskan, kondisi diperparah dengan banyaknya soal USBN yang butuh dikoreksi. Kesalahan kecil seperti abjad pilihan ganda tidak urut, tidak menggunakan huruf kapital, serta tanpa jarak spasi dengan soal di bawahnya. “Revisi butuh waktu lama. Ini yang membuat reputasi USBN diragukan,” kata dia.

Ramli menjelaskan ada desakan dari daerah supaya USBN digelar berbasis komputer. Supaya bisa mencegah kebocoran soal ujian. Sebab dengan cara ini, soal ujian bisa langsung di-input melalui panitia tingkat provinsi. Sehingga master soal USBN tidak sampai mampir ke sekolah.

Dia mengatakan muncul desakan kepada Kemendikbud supaya USBN cukup tahun ini saja. Ke depan pemerintah fokus memperkuat ujian nasional (UN). Sementara sekolah konsentrasi menyukseskan ujian sekolah (US).

Dengan berlakunya USBN, kerja sekolah bertambah. Yakni selain menyiapkan US, mereka juga harus menyelenggarakan USBN. Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mengatakan Kemendikbud harus konsisten ketika menjalankan USBN.

Dia menegaskan jika ada unsur “berstandar nasional” maka harus total. Kemendikbud tidak bisa sekadar menitipkan 25 persen butir soal ujian kepada daerah untuk USBN.

Banyaknya sekolah yang memilih USBN dengan kertas, merupakan indikasi minimnya peran serta Kemendikbud. Indra mengatakan panitia ujian di daerah maupun sekolah, sampai sekarang masih belum maksimal menguasai komputer untuk ujian. “Buktinya komputer siap untuk UNBK, tapi tidak digunakan untuk USBN,” jelasnya. 

Jika ada pendampingan serius oleh Kemendikbud, sejatinya mudah melatih operator di daerah untuk memasukkan butir soal USBN ke sistem aplikasi UNBK.

Tapi pada praktiknya pendampingan seperti ini tidak ada. Alasannya Kemendikbud tidak menyiapkan anggaran. “Eman komputernya jika hanya dipakai untuk UNBK saja. Lebih bermanfaat jika setiap ujian pakai komputer juga,” urai dia.

Gerbong mutasi PNS di daerah, termasuk kepala sekolah, pada Januari 2017 lalu juga ikut andil membuyarkan rencana USBN digelar berbasis komputer.

Setelah ada mutasi itu, banyak kepala sekolah baru yang ambil gampangnya. Yakni memilih menjalankan USBN berbasis kertas. Sementara komputer didiamkan sampai UNBK berlangsung.

Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud Nizam mengatakan, pada prinsipnya USBN adalah agenda sekolah. Bukan agenda pemerintah pusat layaknya UN. Sehingga kebijakan teknis terkait USBN diserahkan ke masing-masing kepala sekolah.

Untuk penggandaan naskah USBN, Nizam mengatakan memang bisa digandakan di tingkat sekolah. Anggarannya bisa menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Meskipun bisa digandakan di masing-masing sekolah, Nizam berharap unsur kerahasiaan tetap dijunjung tinggi.

Nizam lantas menjelaskan niat Kemendikbud menitipkan butir soal untuk USBN. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas soal ujian sekolah. Sebab selama ini butir soal ujian sekolah cenderung memahami dan menganalisis. Sementara untuk kompetensi kreasi sangat minim. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Sisi Lain Kasus E-KTP, Berkas Perkara Dua Terdakwa saja Setinggi 2,5 Meter

Dewan Dukung Pedoman Ceramah