Tanpa henti, pendidikan di negara ini terus menunjukan perkembangan yang signifikan. Bahkan, saking pesatnya perkembangan pendidikan, membuat generasi muda sulit mengimbanginya, apalagi pasca pandemi.
Di mana saat ini prosesnya masih dalam tahap recovery atau pemulihan. Jika dikaji lebih dalam, proses pemulihan ini pun membutuhkan waktu beberapa tahun ke depan. Bisa dibayangnya, ini hanya gara-gara dua tahun dilanda pandemi.
Selama pandemi, pembelajaran dialihkan ke online atau Daring. Pembelajaran selama Daring telah membuat generasi muda bangsa tergantung akan adanya teknologi informasi seperti gadget.
Dengan beragamnya fitur yang tersedia di gadget membuat mereka lupa dengan tujuan awalnya yaitu belajar. Bahkan pembelajaran Daring tersebut sering disalahgunakan untuk bermain games dan cenderung lengah dengan semua perkembangan dunia maya.
Banyak anak-anak bangsa yang masih menempuh pendidikan sekolah dasar dan menengah sulit dipulihkan dari pengaruh gadget, karena masih tergantung kepada teknologi tersebut. Ada juga sebagian dari mereka rela meninggalkan pembelajaran di sekolah demi memanfaatkan waktu memainkan gadget.
Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Bahkan ada yang tidak tidur selama 24 jam hanya karena sudah kecanduan menggunakan gadget tersebut. Pemanfaatan teknologi tersebut telah merampas sebagian masa depan anak bangsa. Banyak anak yang kehilangan masa kecilnya bersama teman sebaya hanya karena pengaruh gadget.
Orang tua mengaku sulit membentuk anaknya karena kondisi tersebut. Bahkan ada orangtua yang menyerahkan anaknya untuk menempuh pendidikan berasrama. Namun tidak sedikit juga orangtua yang seolah membiarkan kondisi tersebut, karena tidak tega berpisah jauh dari buah hatinya.
Dua tahun sudah pasca pandemi. Pembelajaran sudah normal tatap muka, namun pengaruh gadget tidak bisa hilang begitu saja. Setiap ada kesempatan, maka anak akan memanfaatkan waktunya untuk bermain gadget.
Anak-anak rela tidak makan seharian atau dipotong uang jajannya asalkan bisa bermain gadget. Kondisi ini sungguh miris. Masa depan pemimpin bangsa mulai terancam. Generasi muda banyak putus sekolah, tidak mau melanjutkan pendidikan dan lebih memilih bermain gadget di rumah.
Beberapa orangtua mengaku kalah dan tidak sanggup lagi menasehati anaknya. Sementara untuk mengambil gadget tersebut dengan memaksa juga tidak bisa karena anak mengaku masih diberikan tugas dan informasi oleh sekolah melalui gadget tersebut.
Ibarat makan buah simalakama, orangtua tidak bisa berbuat banyak. Gadget juga bermanfaat untuk menghubungi anaknya di sekolah. Bahkan ketika ada razia di sekolah, orangtua rela mengaku kalau dialah yang bersalah karena menyuruh anaknya membawa gadget untuk memperlancar komunikasi.
Padahal sama saja dengan menjatuhkan harga diri karena sudah berbohong dan memberikan peluang yang tidak mendidik kepada anaknya secara tidak langsung. Sementara itu, pihak sekolah tidak pernah membatasi komunikasi siswa dengan orangtuanya, hanya saja penggunaan android di sekolah memang tidak diizinkan karena dikuatirkan akan disalahgunakan.
Di zaman yang serba canggih ini, kita sebagai orangtua seharusnya bersikap arif menyikapi kondisi. Jangan hanya karena gengsi, atau tidak membaca perkembangan pendidikan anak, bersedia menuruti semua keinginan yang jelas-jelas akan merusak masa depannnya.
Orangtua diharapkan bersikap tegas dan bijaksana agar bisa menyeimbangkan pendidikan dunia dan akhirat untuk anaknya. Jika kebebasan penggunaan gadget sudah diperoleh seorang anak, maka pengaruh dunia maya akan sulit dihlangkan.
Bahkan bukan tidak mungkin seorang anak yang tadinya lugu atau cupu, bisa saja berubah menjadi brutal hanya karena waktu penggunaan gadgetnya tidak dibatasi. Agar kondisi bisa segera kita atasi, mari bersama satu suara dan satu langkah karena perkembangan terknologi tidak mungkin ditolak.
Kita hanya bisa mengikuti dan menfilter generasi muda bangsa agar lebih bijaksana dalam penggunaanya. Berikan kebebasan namun tetap terapkan rambu-rambu. “Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga”.
Konsep pendidikan karakter yang sudah ditanamkan sejak dini kepada anak, jangan sampai rusak hanya karena Pandemi yang hanya dua tahun. Pendidikan karakter, nilai-nilai keagamaan dan tatakrama yang sudah diajarkan tetaplah menjadi acuan karena tantangan di masa depan, masa yang akan dilakoni generasi muda bangsa 20 tahun mendatang jauh lebih sulit dari hari ini.
Semoga dengan kebersamaan kita, dengan seayun selangkah dalam pendidikan bisa memberikan masa depan yang gemilang untuk generasi muda bangsa. Amiin.(***)