Perubahan tidak Mudah, Butuh Proses Panjang
Pemerintah berencana melakukan revisi Undang-Undang Nomor 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Namun, sampai sekarang usulan itu belum disampaikan ke DPR. Dewan menilai perubahan aturan itu belum diperlukan, karena undang-undang yang ada masih bisa mengakomodir persoalan yang terjadi.
Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy mengatakan, sampai sekarang belum ada wacana atau rencana untuk melakukan revisi UU Ormas.
“DPR tidak ada inisiatif untuk melakukan perubahan,” terang dia kemarin (13/5). Pemerintah yang mempunyai rencana untuk merevisi aturan itu juga belum mengusulkan ke dewan.
Rencana revisi itu belum masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas maupun prolegnas lima tahunan. Namun, tutur dia, setelah rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengemuka, pemerintah bisa saja mengajukan revisi. Tapi, lanjut dia, perubahan undang-undang tidak lah mudah. Butuh proses yang cukup panjang.
Pemerintah harus membuat naskah akademis. Itu pun, ungkap politikus PKB itu, penyusunan naskah akademisi tidak bisa dilakukan tahun ini. Butuh waktu untuk melakukan kajian mendalam terkait usulan perubahan peraturan tersebut.
Selain menyusun naskah akademis, pemerintah harus mengajukan ke Badan Legislasi (Baleg) dan dilakukan sinkronisasi. “Itu belum masuk pembahasan. Tentu akan lebih panjang lagi kalau masuk pembahasan di DPR,” terangnya.
Ketua Pansus RUU Pemilu itu menjelaskan, untuk saat ini, belum ada urgensinya untuk melakukan perubahan. Undang-undang yang ada masih bisa mengakomodir semua persoalan yang terjadi.
Misalnya, masalah HTI. Norma dalam peraturan itu memang hanya menyebutkan idelogi komunisme, marxisme dan leninisme yang dilarang. Tapi, ada pasal yang mengatur bahwa ormas harus berasaskan Pancasila dan UUD 1945. “HTI kena pasal asas itu,” ucap dia.
Jika masih bisa mengatasi semua persoalan, maka untuk apa dilakukan perubahan. Tidak ada alasan mendesak untuk melakukan revisi. Butuh waktu dan energi besar untuk melakukan pembahasan. Apalagi, saat DPR disibukkan dengan pembahasan RUU Pemilu dan revisi UU MD3. Energi akan terkuras dalam menuntaskan peraturan krusial itu.
Sikap berbeda disampaikan Ketua Komisi II Zainudin Amali. Dia mempersilakan pemerintah untuk mengusulkan revisi Undang-Undang Ormas. “Kami siap membahasnya. Kami akan tunggu,” terang dia. Pemerintah bisa segera mengajukan ke DPR, sehingga bisa segera diproses dan dilakukan pembahasan.
Walaupun belum masuk prolegnas prioritas dan prolegnas lima tahun, perubahan itu masih tetap bisa diusulkan. “Prolegnas itu bukan kitab suci yang tidak bisa diubah. Prolegnas bisa diubah,” tegas politikus Partai Golkar itu. Jika pemerintah merasa undang-undang itu tidak bisa digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang muncul, maka perubahan bisa diusulkan.
Jadi, papar dia, yang mengetahui apakah perubahan itu diperlukan adalah pemerintah, karena mereka yang melaksanakan undang-undang. DPR siap jika pemerintah mengajak untuk melakukan revisi. Nanti akan dilihat apa yang perlu dilakukan perubahan, sehingga aturan tersebut digunakan secara efektif.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Dodi Riatmadji menyatakan, revisi UU Ormas pasti berlanjut. Sebab, itu merupakan hasil pengkajian dan koordinasi dengan Kemenko Polhukam setelah melihat gelagat ormas dalam pilkada DKI Jakarta sejak tahun lalu.
“Karena khawatir makin banyak ormas yang antiPancasila,” ujarnya. Terkait norma apa saja yang direvisi, Dodi menyebutkan bahwa wacana yang muncul belum banyak berubah. Yakni menyangkut mekanisme pendaftaran dan pembubaran. (*)
LOGIN untuk mengomentari.