JAKARTA – Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) bukan untuk melarang produksi dan aktivitas merokok, melainkan mengendalikan dan mencegah anak-anak merokok. “Remaja dan anak-anak adalah target industri rokok untuk menjadi pelanggan tetap mereka,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Lingkungan Kementerian Kesehatan, M Subuh, dalam acara diskusi bertema “RUU Pertembakauan: Seberapa Penting untuk Masyarakat?” di Jakarta, Kamis (9/2). Subuh mengatakan rokok mengandung zat adiktif dan merupakan pintu masuk narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA). Karena itu, anak-anak dan remaja harus dilindungi dari bahaya adiksi rokok itu.
Apalagi, lanjut Subuh, dalam perkembangan penduduk Indonesia, perokok usia muda semakin meningkat signifikan jumlahnya. Untuk itu harus diwaspadai. “Akhir-akhir ini banyak yang berbicara tentang bonus demografi. Kalau tidak ada pengendalian penyakit akibat rokok, yang terjadi justru bencana demografi, bukan bonus demografi,” tuturnya. Meskipun bahaya rokok tidak bisa dipungkiri, Subuh menilai perundang-undangan tentang rokok masih sangat fleksibel dan moderat, berbeda dengan negara lain yang lebih tegas melindungi warga negaranya dari rokok.
Keluarkan dari RUU
Dalam kesempatan itu, Subuh meminta hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan dikeluarkan dari Rancangan Undang-Undang Pertembakauan bila pembahasan RUU tersebut dilanjutkan. “Hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan lebih baik dikeluarkan sehingga RUU Pertembakauan betul-betul tidak bersinggungan dengan kesehatan,” katanya. Hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, misalnya, tentang kawasan tanpa rokok dan tujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat yang masih tercantum dalam RUU Pertembakauan. Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi X DPR, Taufiqulhadi, mengatakan RUU Pertembakauan bertujuan untuk melindungi petani tembakau sehingga tidak berhubungan dengan isu kesehatan. “Kalau mau mengendalikan tembakau, buat saja undang-undang lain, atau revisi undang-undang yang sudah ada,” tegasnya.
Selama ini, kata Taufiq, petani kesulitan karena harga tembakau terus turun. Di sisi lain, petani tidak memiliki nilai tawar dalam tata niaga tembakau karena industri rokok memiliki stok tembakau impor. “Karena itu, sebagai salah satu pengusul RUU Pertembakauan, kami ingin memperjuangkan perlindungan petani tembakau dan membatasi tembakau impor,” kata Taufiq sembari menyebutkan penggunaan tembakau impor dalam industri rokok lebih banyak daripada tembakau lokal. cit/E-3