in

SARA

Hari-hari ini media sosial makin ingar oleh polemik berbau suku, agama,  ras, dan antargolongan alias sara. Media sosial yang semula diniatkan untuk mendekatkan yang jauh, berkebalikan:  bisa malah menjauhkan yang dekat. Perang kata-kata lewat tulisan bahkan saling lapor ke polisi menghiasi media massa.

Perang antarpendukung calon gubernur dalam  pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta itu berimbas kemana-mana. Bahkan melebar mengundang komentar bahkan dari siapa saja yang malah tak ber-KTP Jakarta. Alih-alih beradu program, yang meruyak justru urusan primitif mayoritas vs minoritas, antara golongan ‘kami’ dengan ‘mereka’. Isu-isu lama dimainkan untuk menghancurkan lawan guna meraih dukungan bagi perebutan  jabatan.

Lakpesdam, Lembaga Kajian milik organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama mengingatkan untuk mewaspadai politik adu domba. Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad melalui sosial media menduga ada kelompok-kelompok yang tengah mengambil untung dengan cara merusak sendi-sendi kehidupan bangsa melalui isu-isu sara. Kelompok-kelompok ini gemar menggunakan beragam organisasi keagamaan untuk memuluskan aksinya memecah belah.

Rumadi menyebut kelompok ini sebagai segerombolan yang membenci tatanan negara, dasar negara Pancasila, dan negara republik Indonesia. Alasannya sistem yang digunakan adalah sistem thagut alias setan. Pilkada Jakarta bagi kelompok ini adalah pintu masuk bagi agenda mereka yang lebih besar.

Kekuatiran itu cukup beralasan. Belajar dari beragam peristiwa konflik SARA di negeri ini, selalu diawali dengan isu-isu untuk memprovokasi. Menyebar kebencian atas dasar perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan. Sebelum api kebencian yang kecil itu membesar meluluhlantakkan sendi kebangsaan, aparat mesti melakukan pencegahan. Menindak tegas para penyebar kebencian atas dasar SARA. 

What do you think?

Written by virgo

Tips Sederhana Ungkapkan Cinta pada Sahabat Karib Tanpa Takut Ditolak

Kumpulan Tips Dan Trik Android Marshmallow