Jauh sebelum Indonesia diproklamasikan, para pemuda ini sudah mengaku bertumpah darah, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan. Beragam agama dan keyakinan, berbeda suku dan asal adalah keniscayaan yang dipersatukan oleh sumpah yang satu. Sumpah keindonesiaan.
Hari-hari ini sumpah itu tengah diuji. Agama, keyakinan juga suku dan asal jadi soal yang terus disulut agar terus membara. Perbedaan jadi perkara yang terus diperuncing demi ambisi kelompok. Merebut kekuasaan untuk kelompoknya.
Itu sebab Lakpesdam lembaga kajian organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di negeri ini Nahdlatul Ulama, mengingatkan adanya agenda tersembunyi di balik aksi-aksi mobilisasi massa di Ibu Kota Jakarta. Ketua Lakpesdam PBNU menduga aksi gugat Ahok pada Jumat pekan depan ditunggangi kelompok radikal. Targetnya menjadikan Indonesia porak poranda seperti Suriah.
Bisa jadi benar, bisa pula kekuatiran yang berlebihan.Tunggang-menunggangi memang kerap terjadi dalam berbagai aksi massa. Butuh biaya yang tidak sedikit untuk menggerakkan banyak orang. Sentimen bisa jadi bahan bakar yang murah dan mangkus untuk memobiliasi orang yang pendek pikir dan tak ada kerjaan.
Berbagai kepentingan memang tengah berkelindan dalam dinamika negeri ini. Tujuan atau semangatnya yang membedakan generasi dulu dan sekarang. Pada puluhan tahun silam, semangat persatuan kebangsaan dengan dasar keragamanlah yang jadi elan. Mumpung tengah memperingati hari sumpah pemuda, semangat itu sepatutnya yang jadi arah dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara.