in

Satwa Bukan Sarana Hiburan

Hubungan antara manusia dan hewan sudah menjadi hal yang lumrah adanya pada kehidupan sehari-hari, tetapi kerap adanya hubungan timbal balik ini disalahgunakan oleh akal manusia yang kurang bertanggungjawab. Dewasa ini, pola pikir manusia sering kali hanya tertuju pada nilai tukar tanpa memikirkan sumber daya yang terlibat. Sebut saja rombongan topeng monyet yang berkeliling di area perumahan atau juga gerobak delman yang ikut bermacet-macetan di hiruk pikuknya jalanan ibukota. Bila dipikir ulang, bukankah dengan pekerjaan seperti itu satwa-satwa tersebut tidak mendapat hak hidupnya secara utuh?

Bukan hanya untuk diajak berkeliling dan menghibur manusia atau dituntut untuk menarik beban dengan jarak jauh. Bukan hanya untuk dinikmati atraksinya lalu menunggu pemilik rombongan monyet menadangkan sekaleng gelas plastik untuk menjadi tempat bayaran secara sukarela para penontonnya. Sekawanan monyet dan kuda tersebut bahkan tidak pantas terpapar sinar matahari dan menghirup asap polusi dari ramainya jalanan. Atraksi topeng monyet pun sebenarnya melanggar KUHP 302 mengenai kesejahteraan satwa.

Untuk wilayah Jakarta sendiri, larangan keberadaan topeng monyet sudah mulai berlaku sejak 2014 ketika Presiden RI Joko Widodo masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selain dukungan dari pemerintah sendiri, disinilah peran orang tua sangat tinggi dibutuhkan, untuk mengedukasi anak-anak bahwa satwa-satwa yang dituntut untuk menunjang pekerjaan tersebut juga memiliki hak hidup.

Artikel ini di tulis oleh Salsabila Hadori kamu juga bisa menulis karyamu di vebma,dibaca jutaan pengunjung,dan bisa menghasilkan juta rupiah setiap bulannya, Daftar Sekarang

loading…

What do you think?

Written by Julliana Elora

Sirsak sangat bermanfaat bagi kesehatan, benarkah…?

Apa Kabar Denga Artifical Intellgence?