Langkah polisi tidak hanya berhenti dalam menunjukkan dua sketsa terduga pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Polisi juga menyebar gambar penjahat itu di berbagai tempat.
Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono menuturkan, pihaknya memperbanyak dua sketsa pelaku. Dia mengungkapkan, lembaran foto itu bakal disebarkan ke banyak tempat. Mulai Polsek – Polres di seluruh Indonesia. Selain dicetak, lembar foto itu juga diunggah di media sosial milik Polri. Misalnya, di akun instagram Polri. “Paling cepat, Senin (27/11, red) sudah tersebar ya,” terang mantan Dirtahti Polda Kaltim itu.
Argo juga menyampaikan bahwa setelah menunjukkan dua foto itu ke publik, penyidik mendapatkan telepon. Ada tiga penelepon yang masuk ke hot line kepolisian. Ketiga orang itu berasal dari lokasi yang berbeda. “Dua penelepon dari Jakarta dan seorang dari Jawa Barat,” tuturnya.
Tidak ada obrolan khusus yang dilakukan penelepon kepada penyidik. Argo menyebutkan, para penelepon sekadar memastikan apakah benar nomor hot line itu milik kepolisian atau tidak.
Sambil menunggu informasi dari masyarakat, penyidik terus berupaya untuk menggali identitas dari terduga kelompok pelaku penyiraman penyidik senior KPK itu. ”Kami sedang bekerja keras juga. Yang terpenting, ini terus digali,” tegas dia.
Saat ditanya, apakah kepolisian bakal membawa lembar foto tersebut ke Novel? Argo tidak menjawab. Dia menuturkan, pihaknya menunggu perkembangan dari penyidikan. “Foto itu juga sudah menyebar kemana-mana,” jelas dia.
Sementara itu, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, sketsa yang disampaikan oleh Polda Metro Jaya sama sekali tidak menunjukkan perkembangan baru. Bahkan hal itu menunjukkan banyak kejanggalan dari proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian.
Aktivis yang juga akademisi itu menerangkan, perlu dibentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mempercepat penuntaskan kasus itu. Penananganan perkara tersebut sangat lamban. Sketsa itu baru dirilis polisi setelah 226 hari. Padahal sketsa itu sudah dipublikasi dan dimuat oleh salah satu koran dan majalah nasional sejak 1 Agustus 2017 lalu. ”Wartawan lebih cepat menghasilkan sketsa tersebut dibandingkan polisi,” ungkapnya.
Selain itu, kata Dahnil, sketsa yang disampaikan Jumat (24/11) lalu berbeda dengan sketsa yang dirilis oleh Kapolri ketika dipanggil Presiden Joko Widodo. Apakah yang dimaksud dengan perkembangan baru adalah perbedaan itu. ”Kenapa bisa berbeda? Itu menjadi pertanyaan besar,” urai pria yang lahir di Aceh itu.
Dia menerangkan, salah satu sketsa yang disampaikan Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis mengidentifikasikan seorang terduga yang sempat dipanggil dan diperiksa oleh polisi. Namun, pria itu akhirnya dilepaskan polisi, karena tidak terbukti. Tentu hal itu janggal, karena orang yang sudah diperiksa, kemudian dilepas, malah dibuat skesta wajahnya.
Dengan banyaknya kejanggalan, dia khawatir kasus itu akan semakin kabur. Maka, lanjutnya, perlu segera dibentuk TGPF, sehingga kasus itu bisa terungkap dan pelakunya ditangkap. (*)
LOGIN untuk mengomentari.