in

Sekolah Ramah Anak dan Revolusi Mental Presiden Jokowi

Oleh Dra Hj Purwiastuti Kusumatiwi, MM

Kepala SMA Negeri 3 Palembang

TAK bisa dipungkiri, pendidikan di sekolah sebagai ajang merefleksikan ilmu bagi generasi muda kini terus dituntut untuk mentransfer ilmu secara paripurna.

Sebab, derasnya arus globalisasi dan modernisasi tampaknya memaksa sekolah harus berjuang keras, tak hanya soal ilmu pengetahuan dan teori-teori ilmiah, melainkan juga soal peningkatan karakter yang kini terus menjadi sorotan.

Persoalan generasi muda yang kian kompleks pun juga menjadi Pekerjaan Rumah (PR) besar bagi sekolah, terkhusus bagi guru yang menjadi tumpuan para orang tua yang ingin anak-anaknya bisa berkembang dengan tak hanya cerdas, tapi juga berakhlak mulia.

Fenomena tersebut, tidaklah berlebihan jika saya menyebutkan program sekolah ramah anak menjadi salah satu yang urgent dan mendesak dalam mengatasi permasalahan generasi muda para peserta didik yang kian kompleks.

Sekolah ramah anak pun harus dijalankan oleh semua sekolah dan diikuti oleh semua civitas sekolah sehingga yang terbangun adalah soal karakter yang kini digadang-gadang sangat dibutuhkan di era ini.

Apalagi saya melihat sekolah ramah anak juga selaras dengan program Presiden RI Joko Widodo sejak 2014 dengan terobosan Revolusi Mental-nya.

Bahwa Presiden Jokowi menyebutkan Indonesia adalah sebagai bangsa yang berkarakter santun, berbudi pekerti, ramah dan gotong royong. Sehingga karakter tersebut merupakan modal yang seharusnya dimiliki generasi muda.

Apalagi di Kabinet II Presiden Jokowi bersama Wakil Presiden Makruf Amin akan konsen dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tentu ini harus direspon oleh semua Kementerian termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI.

Dan benar, Mendikbud RI Nadiem Makarim yang sering dipanggil Mas Menteri telah melakukan suatu gebrakan bahwa harus ada pola peningkatan karakter dalam proses belajar mengajar.

Apalagi, kita telah mengetahui bersama bahwa dalam Peraturan Menteri No 12 Tahun 2011 bahwa Sekolah Ramah Anak didefinisikan sebagai sekolah yang mampu menjamin pemenuhan hak anak dalam proses belajar mengajar, aman, nyaman, beban dari kekerasan dan diskriminasi serta menciptakan ruang bagi anak untuk belajar berinteraksi, berpartisipask, bekerja sama, menghargai keberagaman, toleransi dan perdamaian.

Selain itu juga dikuatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2013, Pasal 1 bahwa pemenuhan Hak Pendidikan Anak adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik pada usia anak secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Hal yang sama juga didukung oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 pasal 4 tentang perlindungan anak yang menyebutkan bahwa anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Disebutkan di atas salah satunya adalah berpartisipasi yang dijabarkan sebagai hak untuk berpendapat dan didengarkan suaranya.

Begitu pentingnya peserta didik sebagai anak bangsa yang harus dididik oleh sekolah yang memiliki visi dan langkah kongkrit dalam mewujudkan lulusan yang tak hanya cerdas tapi juga berkarakter dengan salah satunya melaksanakan program sekolah ramah anak.

Melalui ulasan ini tak berlebihan jika saya merumuskan bahwa sekolah ramah anak minimal memiliki tujuh poin yang harus dicapai oleh sekolah.

Ketujuh tersebut adalah memiliki kebijakan anti kekerasan, baik antar sesama siswa, tenaga pendidik dan kependidikam, termasuk pegawai sekolah. Kedua memiliki program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), ketiga memiliki lingkungan yang bersih dan sehat, Keempat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat atau PHBS, kelima masuk dalam sekolah Adiwiyata, keenam memiliki kantin kejujuran dan ketujuh siswa terlibat atau dilibatkan dalam pembuatan kebijakan sekolah.

Dari tujuh poin tersebut setidaknya upaya paripurna sekolah dalam mewujudkan lulusan yang tak hanya cerdas tapi juga berkarakter akan tercapai.

Dan harus diakui bahwa program sekolah ramah anak terlihat pada penekanan hak anak untuk terlindungi dari kekerasan dan dihargai pendapatnya.

Konsep tersebut tentunya menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi para pendidik untuk meninggalkan ‘tradisi’ mendisiplinkan siswa dengan cara memarahi, mencubit, atau bahkan menampar.

Jika program sekolah ramah anak ini bisa terwujud dan dijalankan sekolah, tentu bangsa Indonesia ini akan melahirkan generasi pemimpin yang lama diidam-idamkan yakni berkarakter. Karakter saling menghargai keberagaman, karakter kejujuran, karakter santun, karakter pekerja keras dan karakter kepemimpinan yang baik.

Lantas, bagaimana Sekolah Ramah Anak dan Revolusi Mental Presiden Jokowi bisa terwujud? Jawabannya, tentulah sekolah sebagai pemegang peran sentral haruslah melaksakan dengan kongkrit yakni perubahan.

Ya, berubah memang menyakitkan, tapi lebih menyakitkan jika kita tidak berubah. Bicara perubahan, sebagaimana pesan guru kita semua Ustadz Aa Gym bahwa mulailah dari diri kita sendiri, mulai dari hal terkecil dan mulailah dari sekarang. Termasuk bagaimana semua civitas sekolah menerapkan program sekolah ramah anak ini.#

 

What do you think?

Written by Julliana Elora

Radikalisme Harus Diberantas Tuntas

IHSG Bakal Lanjutkan Penguatan